Fakta Menarik Jelang Penetapan Tersangka SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau

Kombes-Ade-Kuncoro7.jpg
(RAHMADI DWI PUTRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Hampir satu tahun lamanya pengusutan siapa tersangka dugaan Korupsi SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau periode 2020-2021, belum terungkap hingga akhir Juni 2025.

Meski total kerugian keuangan negara telah diumumkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau yakni sebanyak Rp195,9 miliar, Ditreskrimsus Polda Riau masih belum mengungkapkan ke publik siapa tersangka dan otak pelaku korupsi tersebut.

Tarik ulur dari Polda Riau, membuat masyarakat bertanya-tanya, kapan dan siapa yang akan menjadi tersangka utama dalam kasus ini.

Bahkan sebelumnya, Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan menyebutkan kalau pihaknya akan menetapkan tersangka setelah gelar perkara dilakukan di Koordinator Staf Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Polri, Selasa, 17 Juni 2025 telah dilakukan.

Namun, hingga saat ini, Senin, 23 Juni 2025, Polda Riau masih belum mengumumkan siapa tersangka utama dan hanya menyebutkan inisial M, akan dapat ditetapkan sebagai tersangka.

Berikut fakta menarik jelang penetapan tersangka dugaan korupsi SPPD fiktif di Setwan DPRD Riau;

  1. Polda Riau sebut Bulan Mei sudah ada Tersangka dan Juni, tahap 1 di Kejaksaan 

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau beberapa waktu lalu menyebutkan kalau pihaknya akan menentukan tersangka dugaan korupsi SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau periode 2020-2021 bulan Mei ini.

Namun hingga kini, Polda Riau masih belum menetapkan tersangka dugaan korupsi SPPD fiktif di Setwan DPRD Riau.

Ditreskrimsus hanya menyebutkan kalau yang akan menjadi tersangka adalah Penggunaan Anggaran inisial M.

"Bulan enam kami targetkan sudah tahap satu di Kejaksaan," tegas Dir Krimsus Kombes Ade, Kamis, 22 Mei 2025 lalu.

  1. Kerugian Keuangan Negara Mencapai Rp195,9 Miliar 

Ditreskrimsus Polda Riau menyebutkan total berapa kerugian keuangan negara dari dugaan korupsi SPPD fiktif di Setwan DPRD Riau.

Polda Riau telah menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau, yang menyatakan bahwa kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka fantastis, yakni Rp195,9 miliar.

"Hasil Berita Acara (BA) dari BPKP Riau sudah kami terima kemarin. Nilainya bahkan lebih tinggi dari yang kami perkirakan sebelumnya, yaitu Rp195,9 miliar,” ujar Dir Krimsus, Kombes Ade Kuncoro.

Dalam proses penyelidikan yang berlangsung intensif, Ditkrimsus Polda Riau telah memeriksa lebih dari 400 orang saksi. Bahkan, sejumlah saksi diperiksa lebih dari satu kali untuk pendalaman kasus.

"Total saksi yang diperiksa sudah lebih dari 400 orang. Beberapa saksi kami panggil berkali-kali demi mendapatkan kejelasan kronologis dan peran masing-masing,” jelas Kombes Ade.

  1. Sebanyak 400 Saksi Diperiksa

Menjelang penetapan tersangka dugaan korupsi SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau periode 2020-2021, Polda Riau sudah memeriksa ratusan saksi.

Total 400 orang saksi sudah diperiksa dan dimintai keterangan dengan total kerugian keuangan negara mencapai Rp195,9 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan mengatakan saat ini pihaknya sudah menerima hasil audit kerugian keuangan negara dari BPKP Riau.

  1. Artis Hana Hanifah Belum Kembalikan Uang Negara Hampir 1 Miliar


Artis sekaligus selebgram Hana yang ikut terseret dalam kasus ini, belum mengembalikan uang negara yang digunakannya.

Menurut Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau, saat ini, status Hana Hanifah masih sebagai saksi. 

“Yang bersangkutan baru kami periksa sebagai saksi. Namun sampai sekarang belum mengembalikan uang, dan akan kami lakukan pemeriksaan ulang. Pemeriksaannya belum selesai,” ujar Kombes Ade Kuncoro, Senin, 5 Mei 2025.

"Namun nanti kita lihat perkembangan hasilnya disana (Kortas Tipikor-red) Bareskrim Polri. Termasuk hasil gelar perkara," tambah mantan Wadirkrimsus Polda Kepri itu.

  1. Polda Riau Sebut Inisial M Akan Ditetapkan Sebagai Tersangka Utama SPPD Fiktif

Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Riau inisial M akan ditetapkan sebagai tersangka dugaan Korupsi SPPD Fiktif periode 2020-2021.

Tak tanggung-tanggung, total kerugian negara mencapai Rp195,9 Miliar dengan ribuan tiket penerbangan fiktif.

Setelah dilakukan gelar asistensi yang dilaksanakan di Koordinator Staf Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri, Selasa, 17 Juni 2025, Ditreskrimsus Polda Riau akan melakukan penetapan tersangka hari Kamis, 19 Juni 2025.

"M akan ditetapkan sebagai tersangka dan merupakan mantan Sekwan DPRD Riau. Hari kamis depan akan disampaikan penetapan tersangka," ujar Dir Krimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, Rabu, 18 Juni 2025.

Lanjut Ade, pihaknya akan melakukan pemanggilan terhadap M dan akan menjalani pemeriksaan di Polda Riau.

Berdasarkan hasil analisis awal dan dua alat bukti yang telah dikantongi, penyidik menyatakan bahwa saudara M dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan akan segera ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Riau," ujar Dirkrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan.

  1. Pihak Muflihun Sebut Penyebutan Inisial M oleh Polda Riau Merupakan Dikriminalisasi 

Penyebutan inisial M yang akan ditetapkan sebagai tersangka Dugaan Korupsi SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau periode 2020-2021 oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, menimbulkan polemik.

Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Ahmad Yusuf dan rekan Law Firm AYLawyers secara tegas membantah keterlibatan klien mereka, Muflihun. Ahmad Yusuf menilai penyebutan inisial "M" yang dikaitkan secara langsung ke Muflihun telah merusak nama baik dan melanggar asas praduga tak bersalah.

"Kami menyatakan bahwa klien kami tidak pernah menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka. Namun, penyebutan inisial ‘M’ oleh oknum penyidik dan media telah menimbulkan persepsi publik yang menyudutkan klien kami secara tidak adil," tegas Ahmad Yusuf, dalam konferensi persmya, Kamis, 19 Juni 2025.

Menurut Ahmad Yusuf, penyebutan inisial dalam pemberitaan dan informasi yang bocor dari proses penyidikan tanpa konfirmasi resmi telah secara nyata merugikan klien mereka.

"Penyebutan inisial tersebut adalah bentuk pembocoran informasi yang tidak etis, dan mencederai prinsip asas praduga tak bersalah. Ini bukan sekadar isu media, ini pembunuhan karakter," tegas Ahmad Yusuf.

Law Firm AYLawyers menambahkan bahwa hingga saat ini klien mereka tidak memiliki posisi atau wewenang dalam aspek teknis, administratif, maupun keuangan dalam pelaksanaan SPPD. 

Semua urusan terkait perjalanan dinas, menurut mereka, merupakan tanggung jawab penuh dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), bendahara, dan pejabat teknis lainnya.

“Tidak Ada Bukti Keterlibatan Aktif Maupun Pasif," tegas Ahmad.

Mereka juga menegaskan, kliennya Muflihun tidak memiliki keterlibatan dalam pelaksanaan, verifikasi, atau pertanggungjawaban perjalanan dinas;

Tidak ada bukti hukum yang menunjukkan keterlibatan aktif maupun pasif mantan Pj Walikota Pekanbaru tersebut.

Klien mereka siap membuka diri dan menghadapi proses hukum dengan transparan, tetapi tidak akan membiarkan kriminalisasi terjadi begitu saja.

Sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi publik, tim hukum Muflihun juga menyatakan akan menyerahkan video resmi berisi klarifikasi langsung dari Muflihun kepada publik dan media.

"Video ini adalah pernyataan terbuka dari klien kami yang menyatakan dengan jelas bahwa ia tidak memiliki hubungan hukum ataupun kewenangan dalam dugaan SPPD fiktif. Dan bahwa penyebutan inisial ‘M’ telah membawa dampak psikologis terhadap beliau dan keluarganya," tambah Ahmad Yusuf.

  1. Muflihun Ngaku Kalah Pilkada saat Dirinya Menjalani Pemeriksaan di Polda Riau dan Buat Dirinya Tertekan 

Setelah hampir setahun memilih diam di tengah badai pemberitaan dan tekanan publik yang masif soal SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau, Muflihun akhirnya angkat bicara. 

Mantan Wali Kota Pekanbaru mengaku selama ini memilih diam meski harus menanggung kerugian politik, sosial, hingga psikologis yang besar. 

Muflihun bahkan mengungkap bahwa kekalahannya dalam Pilkada, penyitaan rumah pribadinya, serta pemberitaan negatif yang menyerangnya bertubi-tubi, membuatnya terpukul.

"Saya menyerahkan diri saya langsung kepada kuasa hukum saya, Ahmad Yusuf, untuk mendampingi saya berbicara, menyikapi, serta mengatur strategi mencari kebenaran dalam permasalahan ini," ujar Muflihun tegas, Kamis, 19 Juni 2025.

Muflihun juga mengaku bahwa sejak kasus ini mencuat ke publik dan viral sekitar setahun lalu, dirinya merasa seperti telah dihukum secara sosial bahkan sebelum proses hukum berjalan. 

Ia merasa stigma sebagai tersangka telah melekat kuat meski belum ada keputusan pengadilan yang final.

"Terkait setahun yang lalu saya diviralkan, sampai saya kalah Pilkada, sampai rumah kami disita, saya diam. Saya yakin Allah tidak tidur, dan saya tetap diam,” terangnya dengan mata berkaca-kaca.

Tak hanya dirinya, keluarganya pun menjadi korban dari tekanan publik yang luar biasa. Atas hal itu, Muflihun mengaku prihatin dengan kondisi mental dan beban moral yang ditanggung istri serta anak-anaknya.

"Sampai saya keluar rumah pun saya dianggap makan uang Rp108 miliar. Beban moril, kasihan istri dan anak saya. Saya sakit, saya dibully, saya diam,” jelas Muflihun.

Lebih lanjut, ia juga menyesalkan tindakan beberapa media yang menurutnya telah secara terbuka menyudutkan dirinya tanpa dasar hukum yang kuat.

"Bahkan ada media yang berani menyebut langsung. Ter-branding tersangka satu tahun lalu, itu luar biasa tekanannya,” tambahnya.

Muflihun berharap agar institusi penegak hukum di Indonesia, khususnya Kapolri dan Kabareskrim, serta Presiden RI dapat mendengar suaranya. 

Ia menyatakan kesiapannya untuk membuktikan posisi dan perannya dalam perkara yang menyangkut dugaan penyelewengan dana sebesar Rp198 miliar.

"Saya berharap ini terbuka dan Kapolri dengar, Presiden dengar, Kabareskrim dengar. Apa yang sebenarnya terjadi? Rp198 miliar itu uang yang tidak sedikit,” tegasnya.

"Saya siap menjadi orang pertama yang akan membongkar kasus SPPd Fiktif ini," pungkasnya.