Kritikan untuk Usulan Cak Imin Soal Penghapusan Jabatan Gubernur

Muhaimin-Iskandar3.jpg
((Foto dok. tim Cak Imin/ist))

RIAU ONLINE - Usulan penghapusan jabatan gubernur dalam sistem pemerintahan Indonesia datang dari Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, menuai kritik dari sejumlah pihak.

Politisi yang akrab dengan sapaan Cak Imin itu berpendapat bahwa jabatan gubernur tidak terlalu berfungsi karena hanya sebagai sarana penyampung antara pemerintah pusat dan daerah.

"Jadi pilkada enggak ada di gubernur hanya ada di kabupaten/kota. Tahap kedua, ya ditiadakan institusi jabatan gubernur," kata Cak Imin kepada wartawan usai acara Sarasehan Satu Abad NU di Grand Sahid Hotel, Jalan Sudirman, Jakarta, Senin, 30 Januari 2023, seperti dikutip dari kumparan.

Menurutnya, usulan itu masih pada tahap kajian oleh para ahli. Akan tetapi, dia memastikan PKB akan memperjuangkan gagasan tersebut.

"Iya, kita lagi mematangkan ini dengan para ahli, ya. Tapi kita yakin itu akan kita perjuangkan," ujarnya.

Cak Imin menyebut butuh anggaran besar untuk gubernur. Tapi, fungsi gubernur tidak efektif, bahkan tidak mempercepat pembangunan.

Usulan Cak Imin untuk menghapus jabatan gubernur ditanggapi Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X).

"Ya silakan saja (usul). Wong (keputusan) terserah pemerintah pusat bukan Cak Imin. Terserah pemerintah pusat aja. Terserah undang-undang. Bunyi Undang-Undang Keistimewaan," kata Sultan ditemui di Kepatihan Pemda DIY, dikutip Rabu, 1 Februari 2023.

Menurut Sultan, sebagai politisi Cak Imin boleh memberi usulan apa pun kepada pemerintah. Sultan mengaku tak berkomentar lebih jauh.


Usulan itu Cak Imin yang juga Wakil Ketua DPRD itu, dikritik anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Menurutnya, usul tersebut menambah polemik jelang Pemilu Serentak 2024.

"Kisruh dan bahaya. Perlu kita bahas saksama," kata Mardani.

Mardani berpendapat, ada solusi lain untuk meningkatkan efektivitas jabatan gubernur. Seperti, memfokuskan otonomi daerah ke provinsi dan membatasi kota dan kabupaten.

"Ada dua pendekatan, memperkuat gubernur di mana otonomi ditarik ke provinsi tapi jumlah kabupaten kota dibatasi, 6-8 kota/kabupaten atau memperkuat kota/kabupaten," ujarnya.

Selain itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Rifqinizami Karsayuda, menolak usulan Cak Imin tersebut. Menurut Rifqi, jabatan gubernur masih dibutuhkan dalam pemerintahan dan diatur dalam konstitusi.

"Kedua, posisi gubernur bukan hanya sebagai kepala daerah otonomi tingkat provinsi, tapi juga sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi tersebut," ucap Rifki.

Dalam konteks negara Indonesia, kata Rifqi, penting bagi pemerintah pusat untuk memiliki kepanjangan tangan dalam tanda kutip untuk mengontrol daerah-daerah atau unit-unit pemerintah yang ada di bawahnya.

"Yang ketiga secara konvensi ketatanegaraan, kita mengetahui bahwa Gubernur adalah kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat, yang memiliki otorisasi politik untuk menyelesaikan berbagai macam problematika yang ada di daerahnya," tuturnya.

Sementara itu, Wasekjen PKB, Daniel Johan, menjelaskan usulan Cak Imin agar menghapus jabatan gubernur yang dinilai tak efektif.

Daniel menilai jabatan gubernur bisa digantikan dengan gubernur jenderal setingkat menteri. Pengangkatan pun ditunjuk langsung oleh Presiden.

"Yang utama anggaran yang begitu besar terbuang sia-sia, salah satu alternatifnya nanti cukup diangkat secara langsung gubernur jenderal setingkat menteri oleh presiden," kata Daniel.

Menurut Daniel, akan lebih efektif bila dana pemerintah pusat bisa langsung tersalurkan ke kabupaten atau kota tanpa melalui gubernur. Adapun untuk melancarkan aliran dana, jumlah anggota DPR di dapil-dapil bisa ditambah.

"Indonesia bisa jauh lebih cepat sejahtera, pembangunan jalan-jalan rusak di kabupaten dan desa-desa bisa dibangun dengan cepat dan efektif," ungkapnya.