Dalang Collection, Ubah Sampah Plastik Berbuah Kalpataru dan Omzet Rp 15 Juta Per Bulan

Daur-Ulang-Sampah.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU -  Jorok, jijik, bau, sarang penyakit dan anggapan miring serta negatif lengket saat orang mengatakan sampah. Namun, bagi orang-orang kreatif, itu semua tak berarti, tak membuat mereka takut. 

Inilah dilakukan pemilik Bank sampah Dalang Collection, Soffia Seffen. Ia menceritakan bagaimana bisa tetap bertahan hidup dari pekerjaan mendaur ulang sampah. Mereka menyulap sampah-sampah plastik menjadi barang bermanfaat.

Karya-karya dihasilkan itu seperti tas, keranjang, dompet, sepatu, sandal, note book, kotak pensil, baju hingga karpet yang semuanya bersumber dari limbah sampah plastik.

Bahkan hasil buah tangan yang mereka hasilkan dari sampah-sampah itu turut meramaikan pasar ekspor tanah air karena kekhasannya dan keunikannya.

"Bank sampah itu merupakan suatu strategi menjadikan wadah untuk mengajak masyarakat agar dapat mengolah, menabung bahkan berkarya. Selama ini sampah dibuang atau diberikan ke pemulung," kata Soffia Seffen, Kamis, 21 Februari 2019.

Dalang merupakan singkatan dari kata daur ulang. Kelompok perajin ini berdiri sejak 2007 hingga saat ini. Bertempat di Jalan Gajah Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Dalang telah menghasilkan ribuan karya dari berbagai macam limbah plastik.

Agar tetap bisa bertahan ditengah pasang surutnya ekonomi nasional, mereka menjaga ketersediaan sumber sampah hingga kualitas daur ulang sampah.

"Pertama kita berdayakan masyarakat. Mereka (masyarakat) bisa menabung sampah di sini. Nanti kita berikan buku tabungan guna memantau berapa banyak sampah telah mereka setorkan. Itu bisa dicairkan kapanpun," kata peraih penghargaan tertinggi lingkungan hidup, Kalpataru tahun 2013 silam itu.

Selain memanfaatkan kehadiran masyarakat sebagai sumber kerajinan, mereka juga turut menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah di Pekanbaru guna memastikan ketersediaan pasokan bahan baku.

"Kalau untuk sekolahan sekitar 100 sekolah sudah menjadi mitra bank sampah kita. Mereka (murid) wajib membawa sampah satu minggu sekali. Nanti kami yang akan menjemputnya ke sekolah," jelasnya.


Dalang Collection

 

Setelah memastikan dan mendapatkan sumber bahan baku. Kemudian sampah-sampah itu mulai mereka olah tanpa mengurangi kualitas karya yang mereka hasilkan.

"Perajin yang ada di sini punya tugas masing-masing. Ada mencuci sampah plastik, ada kerjanya, jika sudah mahir ada juga tugasnya sebagai penjahit," kata Soffie.

Ia menjelaskan, untuk harga, ia menetapkan bervariasi. Dilihat dari tingkat kesulitan dan kerapian. Misalnya, tas ini (sambil memegang tas daur ulang). Kemudian karya berbentuk anyaman juga akan lebih mahal karena sulit," ungkapnya.

Di Dalang, harga dari terendah seperti kotak pensil dan notebook Rp 5.000. Sedangkan termahal seperti baju daur ulang dan karpet bisa mencapai harga Rp 200 ribu.

Omzet Per Bulan Rp 15 Juta

Soffie mengaku mendapatkan keuntungan cukup menggoda dari pengolahan sampah selama ini dia tekuni sejak 2007 silam. Setidaknya, setiap bulannya ia memperoleh omzet Rp 10-15 juta dari olah-mengolah sampah.

Uang tersebut diluar dari upaya berbeda lainnya dalam mengajak masyarakat untuk mendaur ulang sampah menjadi kerajinan seperti tas dan barang menggoda lainnya.

"Kalau omzet dihasilkan dari 1-1,5 ton sampah masuk setiap hari ke bank sampah kita, bisa mencapai Rp 15-20 juta per bulan bisa kita dapatkan. Itu tanpa pengolahan menjadi biji plastik ya," sebutnya, Kamis, 21 Februari 2019.

Jumlah tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. Terutama terlihat jelas di dua tahun terakhir. Peningkatan itu menurutnya pertanda baik diiringi semakin membaiknya kesadaran masyarakat menyikapi permasalahan soal sampah. 

"Tahun ini kita lihat hampir seluruh lapisan sudah peduli dengan sampah. Baik pemerintah dan dunia usaha. Apalagi masyarakatnya. Sehingga terbentuk ekonomi kreatif dari produk daur ulang yang tentunya dihasilkan oleh ibu rumah tangga," jelasnya.

Selain itu, tuturnya, masyarakat juga mendapatkan nilai ekonomisnya. Boleh ditarik bulanan dan kapanpun. Seperti kita menabung di bank. Hanya saja ini dalam bentuk bank sampah. Pendapatan dihasilkan tergantung per orangnya.

Estimasinya 0,4 kg per hari manusia menghasilkan sampah. Jadi kalau dirata-ratakan setiap orang menabung di bank sampah itu bisa dapatkan uang perbulan Rp 10-Rp 15 ribu.

Selain bank sampah, dalam menjaga lingkungan, Soffie juga membuka pintu bekerja sama bersama klinik Rumah Zakat. Hasil uang telah terkumpul digunakan untuk pengobatan gratis bagi masyarakat tidak mampu.

"Sedangkan untuk produksinya, kita lihat jenis sampahnya. Kalau tebal bisa jadi tas sampai tempat sepatu. Kalau lebih tipis lagi bisa kita anyam jadi alas meja, tempat tidur dan lainnya. Dan sisa sampah residu nya bisa kita cacah dan daur ulang lagi dan menjadi tas juga," tutupnya.