RIAU ONLINE, PEKANBARU – Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengungkap praktik perambahan kawasan konservasi yang mengancam kelestarian di Taman Nasional Tesso Nilo.
Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan mengatakan, pelaku berinisial JS yang mengaku sebagai tokoh adat atau "Batin" diduga memperjual belikan lahan kepada lebih dari 100 orang, dengan dalih memiliki hak ulayat seluas 113.000 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau.
"JS ini memanfaatkan klaim sebagai batin adat untuk menjual kawasan konservasi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga kejahatan terhadap masa depan lingkungan dan generasi mendatang," tegas Irjen Herry.
Pengungkapan kasus ini berawal dari penangkapan tersangka lain, DY yang diungkap pada Februari lalu. DY diketahui membeli sekitar 20 hektare lahan di kawasan TNTN dari JS.
Pengembangan penyidikan terhadap DY membawa penyidik pada temuan yang mengejutkan bahwa JS telah menyerahkan lahan kepada banyak pihak dengan mengatasnamakan hak ulayat.
Namun, setelah dilakukan kajian oleh ahli kehutanan dan hukum agraria, klaim tersebut terbukti tidak memiliki dasar hukum.
"Hasil kajian para ahli menunjukkan bahwa klaim hak ulayat tersebut tidak tercatat dalam kawasan adat resmi. Total kawasan yang diklaim JS bahkan mencapai 81.000 hektare, semuanya berada dalam kawasan konservasi TNTN, jelas jenderal bintang dua itu.
Akpol 1996 itu juga menegaskan bahwa pihak kepolisian menghormati nilai-nilai adat dan kearifan lokal, namun tidak akan mentolerir penyalahgunaannya.
"Kami tidak anti terhadap kearifan lokal atau hak ulayat. Tapi jangan jadikan simbol adat sebagai tameng untuk merusak hutan dan memperkaya diri sendiri. Itu bentuk pengkhianatan terhadap warisan budaya dan lingkungan kita sendiri," tambahnya dengan tegas.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, juga mengingatkan masyarakat adat agar tidak terlibat dalam praktik manipulasi adat demi keuntungan pribadi.
"Saya imbau kepada para tokoh masyarakat dan adat, jangan memanipulasi simbol adat kita demi kepentingan pribadi. Itu bentuk pengkhianatan, bukan hanya terhadap hukum, tapi juga terhadap budaya dan generasi penerus kita," ujar Kombes Ade.
Menurut Ade, Taman Nasional Tesso Nilo bukan hanya sekadar kawasan hutan, melainkan juga paru-paru dunia dan habitat penting bagi satwa endemik seperti gajah Sumatera, yang populasinya terus terdesak akibat perambahan dan perburuan liar.
Di hutan inilah gajah-gajah seperti Domang dan Tari hidup bersama keluarganya.
"Kalau hutan ini rusak, kita kehilangan lebih dari sekadar pohon. Kita kehilangan ekosistem penting, rumah bagi satwa langka, dan bahkan pasokan oksigen bagi kita semua," jelasnya .
Sebagai bentuk komitmen terhadap pelestarian lingkungan, Polda Riau saat ini telah membentuk satuan tugas khusus untuk memberantas kejahatan kehutanan.
Pendekatan ini dilakukan melalui strategi yang disebut sebagai green policing, yaitu penegakan hukum berbasis pada prinsip-prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan.
"Kami akan terus mengejar dan menindak pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi lahan ilegal, termasuk mereka yang berlindung di balik simbol adat," pungkasnya.