Pekerja Kembali Tewas di Lokasi Kerja, Dewan Tegaskan PHR Tanggung Jawab

Jenderal-Dudung2.jpg
(Andrias/Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Seorang pekerja subkontraktor PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) berinisial DS (22) meninggal dunia saat bekerja sebagai Floorman di PT Asrindo Citraseni Satria (ACS) di Minas, Siak.

Kejadian itu bermula saat Full Opening Safety Valve (FOSV) terjatuh dan mengenai Floorman yang berada di Working Platform (WPF) sehingga menyebabkan fatality.

Menanggapi kejadian itu, Anggota Komisi V DPRD Riau, Sugianto, menegaskan PHR harus bertanggung jawab melaporkan ke Disnakertrans Riau. Ia tak ingin PHR melakukan pemolesan data dulu seolah-olah pekerja tidak meninggal dalam posisi sedang bekerja.

"Jadi dari beberapa kejadian, selalu begitu. Mereka selalu melaporkan kejadian meninggalnya pekerja seolah-olah bukan kecelakaan kerja. Ini jelas kecelakaan saat sedang bekerja," tegas Sugianto, Kamis, 19 Januari 2023.

Ia pun meminta Disnakertrans Riau agar harus benar-benar menyelidiki kejadian itu. Sugianto tak ingin nyawa orang dijadikan hal yang politis. 

"Saya bilang begitu karena ketidakmampuan pimpinan PHR untuk mengelola perusahaan ini. Itu menyangkut kredibilitas PHR. Kita tahu ini adalah jabatan politis, dan PHR itu salah satu sumber yang sangat besar menjadi perhatian pemerintah pusat. Karena 40 persen dari minyak di negeri ini berasal dari PHR," terangnya.

Politikus PKB itu mengatakan, jika terdapat banyak pekerja yang meninggal dalam posisi kecelakaan kerja, maka pemerintah pusat pun akan mempertanyakan kepiawaian PHR dalam mengelola perusahaan.

"Disnakertrans harus memastikan apakah PHR melaporkan kejadian yang asli dan terbuka. Kalau memoles data dulu baru dilaporkan berarti benar PHR sebenarnya dipimpin oleh orang yang tak berkompeten. Apalagi perusahaan plat merah," jelas Sugianto.


Sebab itu ia meminta, baik PHR dan Disnakertrans agar sama-sama transparan, kalau memang kecelakaan kerja sebaiknya dinyatakan sebagai kecelakaan kerja pula.

"Jangan pula PHR mendefinisi seperti sebelumnya yang mengatakan bukan kecelakaan kerja tetapi di luar kerja, sakit jantung, dan lainnya. Hari ini PHR tak bisa mengelak," tegasnya.

"Berarti benar selama ini mau punya penyakit bawaan atau apapun yang penting SOP dan kriteria pekerjanya seperti apa itu perlu disoroti keamanan PHR bagi pekerja. Tak ada alasan lagi," pungkas Sugianto.

Sementara sebelumnya, Aktivis Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) wilayah Riau, Rinaldi Sutan Sati, menegaskan jika kecelakaan kerja di PHR bukti SOP tak berjalan.

"Jadi mau sakit bawaan, sakit ini-itu semuanya lolos. Karena semua orang butuh kerja, jadi yang sakit pun disembunyikannya karena butuh uang. Berapa pun diterimanya dari subkontraktor tak dipersoalkan karena memang butuh uang," katanya.

"Aku yakin ada kesalahan prosedural yang menyebabkan kejadian ini, atau tak taat SOP, malah bahkan SOP-nya tak ada," tambah Rinaldi. 

Berangkat dari situ, Rinaldi meminta PHR bersikap jujur, terlebih dahulu buka-bukaan data. Artinya, imbuhnya, ketika tender dibuka, kebutuhan pekerjanya harus dipetakan jangka umurnya.

"Karena ada penegakan budgeting di situ, mau yang umurnya di atas 50 tahun pun akhirnya diterima juga. Karena dia bisa tekan biayanya, bisa hemat. Belum di cek lagi satu pekerja mengerjakan berapa pekerjaan. Migas ini bukan pekerjaan ringan, ini harus diperhatikan," terang dia.

Ia pun meminta tim investigasi dari Disnakertrans agar mengurutkan akar persoalan dahulu dengan merujuk ke kontrak pekerja. Kemudian, terangnya, perlu dilihat apa saja pekerjaan yang diberikan kontraktor beserta syaratnya.

"Jangan tiba-tiba ada rekomendasi, balik ke pangkal dulu. Ketika ada ketidaktaatan terhadap mekanisme itu harusnya kena sanksi. Dan PHR harusnya kena sanksi dan berani buka-bukaan," tegas Rinaldi.

"Ini kan semuanya mengerjakan ujungnya, pas sudah kejadian baru sibuk semua. Dibuka dulu masing-masing item kontrak apa persyaratannya. Semua pihak harus jujur," tutupnya.