Kisah Presiden Anti-LGBT, Penjarakan Pasangan Gay, Dibebaskan Jika Ada yang Hamil

Mantan-Presiden-Zimbabwe.jpg
(AFP via Suara.com)


RIAU ONLINE - Presiden Zimbabwe, Robert Gabriel dikenal keras dan tegas jika menyangkut LGBT. Pria yang menghembuskan napas terakhir pada 6 September 2019 itu merupakan sosok anti-LBGT.

Bahkan dalam sidang umum PBB di New York September 2015, tepatnya sebelum ia mengundurkan diri pada 2017, pria yang juga biasa dipanggil Robert Mugabe itu mengejutkan para pemimpin negara yang hadir saat berpidato di mimbar PBB.

Kala itu, Mugabe menyisipkan pandangannya terkait homoseksual dengan menyatakan "kami bukan gay".

Di saat usianya yang sudah 9 tahun, Mugabe tak gentar menggunakan mimbar PBB untuk mengkritik PBB yang dinilainya sebagai organisasi 'kuno' yang selalu mengesampingkan negara miskin.

Menurutnya, PBB mencoba memaksakan peraturan hak asasi manusia di sejumlah negara. Ketika itu pula ia menyampaikan pendapatnya tentang peraturan HAM untuk gay.

"Kami terus menolak segala upaya untuk menerapkan 'HAM' yang bertolak belakang dengan nilai, norma, tradisi dan kepercayaan kami. Kami bukan gay," ujar Mugabe, sebagaimana dilansir The Telegraph 2015 lalu, seperti dikutip dari Suara.com, Minggu, 15 Mei 2022.

Pidato Mugabe itu sontak mendapat reaksi dari para hadirin, yang sebagian besar tertawa mendengar pernyataannya.

Mugabe memang dikenal sebagai kepemimpinan yang dinilai diktator, kerap terang- terangan tentang kebijaknnya di negaranya terhadap kaum LGBT. Homoseksual dianggap ilegal di Zimbabwe, dan Mugabe kerap menerima kritikan tajam dari negara Barat soal hal ini.


Bukan kali itu saja Mugabe melontarkan pandangannya soal sesama jenis. Ketika Mahkamah Agung AS akhirnya melegalkan pernikahan sesama jenis pada pertengahan 2015 lalu, Mugabe juga melayangkan pernyataan yang tak kalah kontroversial.

Saya baru mendengar bahwa Presiden Obama mendukung pernikahan sesama jenis, mempermudah advokasi kaum homoseksual, jika begitu, maka jika diperlukan saya akan terbang ke Washington, D.C., berlutut di hadapan Obama dan melamarnya," ujar Mugabe kala itu.

"Saya tidak bisa mengerti bagaimana orang-orang berani melanggar ajaran Kristus yang dengan gamblang melarang praktik sodomi," ucap Mugabe.

Robert Mugabe yang menjabat sebagai presiden sejak 1987 dan mengundurkan diri pada 2017 memang sangat tegas dan keras terkait kebijakan soal LGBT.

Penjarakan Anggota Kelompok LGBT

Pada 2006, ia menelurkan undang-undang yang menyatakan, bahwa aksi sodomi yang melibatkan kontak antara dua pria dianggap sebagai perbuatan kriminal.

Kepada media setempat, ia bahkan menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan membiarkan gay berkembang di negaranya dan menyatakan jati dirinya sebagai orang Afrika.

“Ini adalah Afrika, kita dipandu oleh nilai-nilai Afrika kita, apa yang menjadi milik budaya barat harus tetap di sana tidak di sini. Saya telah memerintahkan polisi untuk membebaskan para pasangan gay yang ditangkap jika di antara mereka ada yang berhasil hamil, jika tidak ada yang hamil maka mereka akan membusuk di penjara," ancam Presiden Mugabe saat itu.

Pada 2012, ancaman Mugabe itu akhirnya terwujud. Aparat Zimbabwe menangkap dan memenjarakan 44 anggota LGBT dan menutup kantor kelompok itu. Kala itu, polisi Zimbabwe juga menangkap 31 aktivis gay dan 13 lesbian.

Presiden Robert Mugabe menjadi presiden kedua Zimbabwe yang disegani warganya.

Presiden kedua di negara Afrika bagian Selatan, Zimbabwe ini awalnya tampil sebagai kepala negara sejak tahun 1980, ketika menjabat sebagai Perdana Menteri Zimbabwe yang pertama dan Presiden Zimbabwe secara resmi.

Jabatan presidennya dimulai pada 31 Desember 1987 hingga mengundurkan diri pada 21 November 2017.