Rusia Masukkan Pasal Kepercayaan Kepada Tuhan di Amandemen Kostitusi

Katedral-Santo-Basil.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, MOSKOW-Sejak Uni Soviet runtuh pada akhir awal 1990-an lalu perdebatan mengenai agama di Rusia bergerak dari hanya masalah kelembagaan menjadi isu budaya dan politik. Berdasarkan konstitusi, Rusia negara sekuler dan tidak ada agama yang memiliki keistimewaan dari yang lain.

Konstitusi juga menyatakan lembaga keagamaan terpisah dari negara dan setara di hadapan hukum. Namun Undang-undang Federal Kebebasan Hati Nurani dan Asosiasi Keagamaan menempatkan posisi istimewa Gereja Ortodoks dalam sejarah Rusia.

Dalam perkembangannya Rusia juga menghormati Kristen, Islam, Yahudi dan Buddha. Dalam amandemen yang membuat Presiden Vladimir Putin dapat berkuasa hingga 12 tahun lagi baik sebagai presiden maupun perdana menteri, juga memasukan pasal kepercayaan pada Tuhan.

"Dipersatukan oleh sejarah seribu tahun, mengakui perkembangan sejarah persatuan bangsa sementara melestarikan kenangan leluhur yang memberi kami gagasan, kepercayaan pada Tuhan dan melanjutkan pembangunan negara Rusia," bunyi rancangan salah satu klausa di Pasal 3 Amandemen Konstitusi Rusia seperti dikutip Church Times bulan Maret lalu.

Usai Uni Soviet runtuh Gereja Ortodoks menguasai panggung lembaga keagamaan di Rusia. Jumlah jemaat meningkat tajam dan gereja semakin berpengaruh dalam politik.

Komunis berkuasa


Perpustakaan Kongres Amerika Serikat (AS) Library of Congress memiliki sejumlah surat mengenai kampanye antiagama era Uni Soviet. Pada Maret 1922 Lenin memerintahkan Politbiru untuk menggelar menghabisi tokoh agama yang disebut Black Hundreds (Piter) dan pengikutnya.

Library of Congress mencatat Uni Soviet negara pertama yang memiliki ideologi objektif untuk menyingkirkan agama dalam kehidupan bernegara. Pada akhirnya rezim Komunis menyita properti gereja, melecehkan agama, menyerang pengikutnya dan mempropagandakan ateisme di sekolah-sekolah.

Sebagian besar organisasi keagamaan di Uni Soviet tidak pernah dilarang. Tapi tindakan terhadap mereka berdasarkan kepentingan negara. Gereja Ortodoks menjadi lembaga agama yang paling diincar pada 1920-an hingga 1930-an. Pada tahun 1939 dari 50 ribu lebih Gereja Ortodoks yang ada tinggal 500 tersisa.

Setelah Nazi Jerman menyerang Uni Soviet pada 1941, Joseph Stalin membangkitkan Gereja Ortodoks Rusia untuk mengintesifkan rasa patriotik semasa perang. Pada 1957 sekitar 22 ribu lebih Gereja Ortodoks kembali aktif lagi.

Namun pada 1959 Nikita Khrushchev menginisiasi kampanye anti-Gereja Ortodoks Rusia dan memaksa 12 ribu lebih gereja ditutup. Pada 1985 tinggal sekitar 7.000 gereja yang masih tersisa.

Banyak pejabat gereja yang di penjara atau dipaksa keluar. Lalu digantikan pejabat yang lebih patuh serta memiliki koneksi dengan KGB. Karena itu memasukan Tuhan dalam konstitusi menjadi sesuatu yang besar bagi Rusia.

Pada bulan April lalu Kremlin menegaskan Amandemen ini tidak akan mengubah sifat alami Rusia yang sekuler. Saat itu juru bicara Putin, Dmitri Peskov mengatakan akan mensosialisasikan amandemen secara besar-besaran.


"Sebelum amandemen di sahkan, akan ada kampanye masif untuk menjelaskannya," kata Peskov.

Pada 4 Juni lalu Rusia resmi melakukan Amandemen Konstitusi. Amandemen yang menegaskan pernikahan dilakukan antara satu laki-laki dan satu perempuan dan mengakui keberadaan Tuhan pemerintah Rusia tampaknya semakin condong ke kanan.

"Saya jelas yakin kami melakukan hal yang benar dalam mengadopsi amandemen pada konstitusi kami saat ini, amandemen ini memperkuat kebangsaan dan menciptakan kondisi untuk pembangunan yang progresif untuk negara kamai selama beberapa dekade mendatang," kata Putin. Artikel ini sudah terbit di Republika