Bareskrim Tangkap Pelaku Pemalsu Arang yang Rugikan Rp20 Miliar

Arang-Palsu.jpg
(SUARA.COM)

RIAU ONLINE - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar tindak pidana pemalsuan arang merek Cocobrico yang diekspor ke luar negeri.

Setelah lima tahun beroperasi, akhirnya tindakan kejahatan tersebut terungkap karena banyaknya keluhan dari produsen di negara-negara Eropa, diantaranya Rusia.

Polisi kemudian melakukan penulusuran dan menangkap pelaku berinisial TH, yang diketahui pemilik pabrik sekaligus yang memproduksi barang palsu tersebut.

"Kita lakukan penegakan hukum, dan menjaga proses bisnis yang benar. Tidak ada persaingan bisnis dengan cara seperti ini, merugikan produsen asli," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Agung Setya, di Bareskrim, Jakarta Pusat seperti diwartakan Suara, Jumat 9 Maret 2018.

Agung menjelaskan pelaku menjual arang dengan harga Rp10 ribu per kotak. Harga ini lebih murah dibanding harga asli yang biasanya dijual Rp25 ribu. Dia pun menegaskan pemalsuan ini dapat mencoreng nama Indonesia di dunia internasional.


"Mereka merusak pasar produk Indonesia di luar negeri, Eropa dan Rusia. Hal yang berat, stigma Indonesia menjadi tempat produksi barang-barang palsu. Itu yang kita berantas dan merugikan," ucapnya.

Pelaku, lanjut Agung, juga diketahui tidak pernah membayar pajak pabriknya. Akibat tindak kejahatan yang dilakukan TH, produsen asli Cocobrico dirugikan sebesar Rp20 miliar.

Cocobrico merupakan produsen arang yang memang khusus dipasarkan ke luar negeri. Pabrik yang asli berada di Pontianak ini sudah berdiri sejak 15 tahun lalu.

Sementara gudang yang dijadikan pabrik untuk memproduksi Cocobrico palsu berada di Salatiga dan Jepara. Saat ini, penyidik telah merampungkan berkas perkara TH dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jepara.

Atas perbuatannya, tersangka TH dijerat Pasal 100 ayat 2 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek.

"Untuk pelanggaran Pasal 100 ayat 2 pemalsuan merek, dengan ancaman hukuman empat tahun dan denda Rp2 miliar," tandas Agung.(2)