Saat Mengungsi, Tentara Myanmar Kepung dan Serang Muslim Rohingnya

Aung-San-Suu-Kyi.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE - Media terbesar di Inggris, The Guardian, melaporkan, sepekan sejak bentrokan antara gerilyawan Rohingnya dengan tentara Myanmar pecah di Rakhine, jumlah korban tewas terus bertambah.

Laporan dari kelompok aktivis berada di lokasi konflik menyebut, militer Myanmar telah melakukan pembataian di Desa Chut Pyin.

"Kami mendapat informasi tentara mengepung desa dan menyerang warga ketika mereka hendak melarikan diri," kata Chris Lewa, Direktur Projek Arakan, kelompok advokasi didirikan bagi Rohingnya.

Baca Juga: 

Tindas Muslim Rohingya, Dalai Lama: Biksu Dan Suu Kyi Jangan Diam

Myanmar Diduga Tujuan Jihad Kelompok Ekstremis Indonesia. Benarkah?

 

"Laporan dari lapangan menyebutkan, sedikitnya 130 orang tewas, sebagian besar meninggal akibat tembakan senjata api. Angka ini berdasarkan jumlah jenazah yang dikuburkan," tulis The Guardian, seperti dilansir dari dw.com, Senin, 5 September 2017. 

PBB memprediksi sekitar 38 ribu warga Rohingnya mengungsi sejak bentrokan terjadi akhir Agustus silam, Jumat, 25 Agustus 2017. Sebagian besar mendirikan tenda darurat di daerah perbatasan Myanmar dan Bangladesh.

Pengungsi Muslim Rohingnya

Sebagian lagi ada yang nekat, menembus perbatasan dengan menaiki kapal kayu kecil. Korban tewas akibat kapal terbalik tercatat hingga puluhan orang, sebagian besar korban adalah anak-anak dan perempuan. 

Sejak konflik Rohingnya kembali memanas, sikap pemerintahan peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, juga semakin tegas. Kemarahan pemerintah dipicu serangan ratusan gerilyawan Rohingnya yang mengepung 20 pos perbatasan di Rakhine serta membunuh 12 tentara.


 

Tentara Myanmar pun diturunkan guna melakukan operasi pembersihan demi mengakhiri pemberontakan "ekstrimis teroris", namun militer diinstruksikan melindungi warga sipil.

Klik Juga: 

Biksu Ini Jadi Lawan Biksu Buddha Ashin Wirathu

Jeritan Muslim Rohingnya: Tentara Myanmar Memerkosa, Dan Membakar Desa Kami

Komandan pasukan militer Myanmar, Min Aung Hlaing, mengatakan, sasaran tentara Myanmar adalah militan Rohingnya. Mulai 25-30 Agustus 2017, militer telah melakukan 90 kali baku tembak besar-besaran dengan kelompok militan tergabung dalam Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).

Dampaknya, 370 pejuang Rohingnya terbunuh dan 13 tentara, 2 pejabat pemerintah dan 14 warga sipil tewas. Lembaga internasional juga terkena imbas.

Kantor penasihat pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menuding para pekerja dari lembaga bantuan asing seperti PBB telah bekerja membantu "teroris”.

Anak-anak Muslim Rohingnya Bermain di Puing-puing Rumah Mereka

Klaim ini menimbulkan rasa cemas hingga menyebabkan PBB menarik stafnya meninggalkan Myanmar. Reuters melaporkan sekitar 100 staf PBB telah meninggalkan Kota Buthidaun, pasca-klaim pemerintah dirilis lewat Facebook, dua hari usai serangan besar-besaran, Minggu, 28 Agustus 2017.

Sekretaris Kementerian Luar Negeri Myanmar, Kyaw Zeya, menegaskan, akan menolak izin masuk bagi misi PBB pascalaporan menyebutkan militer Myanmar melakukan serangkaian pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan terhadap Muslim Rohingya.

Aung San Suu Kyi gagal lindungi Rohingya?

Harapan dunia sempat disematkan kepada peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi. Sebagai simbol perlawanan terhadap rezim militer, partai dipimpinnya sudah berkuasa 2015 lalu.

Meskipun dirinya tidak berkuasa atas militer, Aung San Suu Kyi dikritik karena dianggap bergeming atas kasus menjadikan 1,1 juta warga Rohingya sebagai target kekerasan.

Lihat Juga: 

Sejarah Islam Di Myanmar, Sudah Lama Muslim Rohingya Menderita

Suu Kyi Rasis Dengan Hina Jurnalis Muslim Saat Wawancara

Pasca genosida dilakukan militer, kantor penasihat pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi menegaskan, ia mengutuk kelompok pemberontak dianggap "melemahkan upaya pemerintah membangun perdamaian dan harmoni di negara bagian Rakhine."

Aung San Suu Kyi juga tidak menanggapi alasan kaum pemberontak menyatakan serangan ditujukan untuk melindungi penduduk Desa Rohingnya dari "kekejaman intensif" dilakukan tentara Myanmar.

Saat berkunjung ke Swedia awal Agustus lalu, Aung San Suu Kyi, menuduh misi PBB, dirilis Maret lalu atas kondisi di Myanmar "mengakibatkan permusuhan lebih besar antara kelompok berbeda”. Mayoritas kelompok masyarakat di Rakhine adalah etnis Buddha Rakhine, menganggap warga Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh. 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline