Surat Teguran Gubernur Riau

Muhammad-Adil-bupati-meranti.jpg
(mediacenter.riau.go.id)

Oleh: Rinaldi, S.Sos

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Maret 2022 silam, beberapa media elektronik mengabarkan tentang Bupati Meranti, Muhammad Adil, menagih janji Rp 200 miliar ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk dana pembangunan kabupaten termuda di Riau tersebut. Langkah alumni Universitas Lancang Kuning (UNILAK) itu, didukung oleh pendahulunya, Irwan Nasir, menyebutkan bahwa apa yang dilakukan oleh Bupati Meranti saat ini sudah betul. 

“Apa yang dikatakan Haji Adil itu betul. Kalau hanya mengandalkan APBD Meranti untuk membangun, bisa-bisa seribu tahun lagi baru terwujud. Dan persoalan semacam inilah yang membuat saya selalu teriak-teriak ke provinsi dan pusat di media sewaktu jadi bupati dulu. Karena APBD yang hanya Rp1,1 triliun lebih tidak akan cukup untuk membangun Kepulauan Meranti ini," ungkapnya dalam berita yang berjudul Tagih janji Gubri akan beri Rp 200 miliar untuk Meranti, seperti dikutip oleh situs Riau Antaranews, pada 31 Maret 2022 yang kami akses kembali 16 November 2022

Dalam beberapa kesempatan, di berbagai media, Bupati yang baru saja mengundurkan diri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan bahwa, apa yang dilakukannya belakangan ini, merupakan bentuk protes kepada Gubernur Riau, karena wilayahnya merasa dianaktirikan. Kabag Humas dan Protokol Pemkab Meranti, Yusran, sebagaimana dikutip dari detikcom Sumut, 11 November 2022, mengungkapkan bahwa, tahun ini, Pemkab Kepulauan Meranti hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp 3,8 miliar dari Pemprov Riau, padahal total APBD-nya mencapai Rp 10 triliun.

Puncaknya, Bupati Meranti beserta jajaran camat dan lurahnya tidak hadir dalam Rapat Koordinasi (Rakor) lurah dan camat se-Riau di Hotel Grand Central Pekanbaru, Selasa (8/11/2022), sebagaimana yang ditulis dalam laman resmi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Provinsi Riau. Laman ini dalam penjelasan profilnya dikelola oleh Pemprov Riau dengan pola penyediaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana.

Syahdan, pada 10 November 2022, Gubernur Riau mengirimkan Surat Teguran kepada Bupati Kepulauan Meranti dengan nomor 080/PEM-OTDA/6814, yang dipublish oleh website resmi Pemprov Riau, 14 November 2022, dengan judul “Biro Tapem: Gubri Layangkan Surat Teguran ke Bupati Meranti Sejak Jumat Lalu.”

Surat Teguran Gubernur Riau

Seperti yang dimuat dalam website resmi Pemprov Riau, isi surat teguran Gubernur Riau ke Bupati Kepulauan Meranti tertanggal 10 November 2022 dapat kami muat sebagai berikut:

Sehubungan dengan radiogram Gubernur Riau Nomor 080/PEM-OTDA/4732 tanggal 21 Oktober 2022, dengan ini disampaikan kepada saudara hal-hal sebagai berikut,

1.  Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah:

a.  Pasal 67 ditegaskan bahwa "Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi

a)  Huruf "Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;


b)  Huruf d " Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

b. Pasal 91 ayat (1) ditegaskan bahwa "Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

c.   Pasal 91 ayat (2) point a ditegaskan bahwa," Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai tugas mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah kabupatan/kota.

2.  Dalam rangka pemantapan penyelenggaraan pemerintah daerah serta menyamakan persepsi dalam mengatasi permasalahan, tantangan dan langkah-langkah perbaikan sesuai program dan kegiatan prioritas untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, Gubernur Riau selaku wakil pemerintah pusat di daerah mengundang Bupati/Walikot, Camat dan Lurah dalam acara Rapat Koordinasi Gubernur dengan Bupati/Walikota, Camat dan Lurah sekaligus pengarahan oleh Mendagri tahun 2022 yang dilaksanakan pada hari Selasa 8 November 2022 di Hotel Grand Central Pekanbaru sebagaimana tersebut dalam radiogram diatas.

3.  Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kami sampaikan kepada saudara bahwa berdasarkan data kehadiran peserta, kami tidak melihat kehadiran saudara beserta camat dan lurah dalam agenda tersebut. Untuk itu kami minta klarifikasi saudara atas ketidakhadiran dalam acara dimaksud dalam kesempatan pertama

Demikian disampaikan atas perhatian saudara diucapkan terima kasih.

Teguran, dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah awalnya disebut pada pasal 68, diberikan kepada Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang tidak menjalankan program strategis nasional. Yang dimaksud dengan “program strategis nasional” dalam ketentuan ini adalah program yang ditetapkan Presiden sebagai program yang memiliki sifat strategis secara nasional dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta menjaga pertahanan dan keamanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Penjelasan atas UU. No. 23/2014 pasal 67 ayat f).

Sementara itu, kata “klarifikasi” dalam Undang-Undang dimaksud, disebutkan sebanyak 4 kali, yakni Pasal 82 ayat 5 dan 6, Pasal 100 ayat 4, dan Pasal 153 ayat 4. Yang keseluruhannya merupakan tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sementara itu, surat teguran yang disampaikan oleh Gubernur Riau berisikan tentang pasal-pasal kewenangan serta fungsi pengawasan dan pembinaan yang dimilikinya. Persoalannya, apakah kemudian surat ini sudah dapat dianggap tepat disebut sebagai surat teguran sebagaimana yang tertuang dalam perihal surat? Atau malah dapat dianggap sebagai surat permintaan klarifikasi, sebagai sebagaimana yang termaktub dalam paragraf penutup surat?

Teguran juga dikenal dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Hal ini tentulah sebagai pedoman teknis kedua Pasal UU. Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana dikutip dalam  surat Gubernur Riau kepada Bupati Kepulauan Meranti.

Kata “teguran” dalam Permendagri 12/2021, disebutkan pada Pasal 10 ayat “c”, “d”, dan “g” yang merupakan bagian tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GGWP) yang memiliki unit kerja sekretariat dan unit kerja lainnya (maksimal 5 unit kerja), berfungsi membantu GWPP dalam memberikan teguran kepada Bupati/Walikota yang melakukan tindakan sebagai berikut:

1.  Tidak menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (sebagaimana tercantum pada ayat “c”);

2. Berdasarkan laporan DPRD atas tidak diterimanya penjelasan kepala daerah terhadap penggunaan hak interpelasi (ayat “d”); dan

3.  Tidak mengumumkan informasi tentang pelayanan publik (ayat “g”).

Menyoal surat Gubernur di atas, ketika disandingkan dengan Permendagri 12/2021, yang menjadi pertanyaan besar adalah, apakah Bupati Kepulauan Meranti telah melakukan salah satu dari 3 (tiga) perbuatan diatas yang dapat dikenakan sanksi teguran tertulis? Dari ketiga hal di atas, jika termaktub dalam agenda Rakor, satu-satunya yang mendekati adalah, Bupati Kepulauan Meranti melakukan tindakan pertama, sehingga dapat diberikan teguran tertulis.

Namun, sesuai dengan namanya, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), dilakukan selama 1 tahun anggaran yang dibuat dalam rangka memberikan laporan pelaksanaan dan gambaran pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. LPPD menggambarkan kinerja urusan yang ditangani oleh pemerintah daerah, untuk itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan Indikator Kinerja Kunci (IKK) untuk masing-masing urusan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Sementara itu, Rapat Koordinasi yang ditaja oleh Gubernur Riau, sepengetahuan yang kami baca, tidak bersangkut-paut dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD).

Jika memang Gubernur Riau menganggap surat yang telah dikirimnya kepada Bupati Kepulauan Meranti merupakan surat teguran (pertama), maka hal ini menurut kami merupakan sebuah penafsiran Undang-undang yang keliru, serta tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan undang-undang dimaksud, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Permendagri 12/2021.

Semoga Gubernur Riau segera menyadarinya.