Komunikasi Interpersonal dalam Membangun Optimisme dan Semangat Belajar di Masa Pandemi

ilustrasi-belajar-online.jpg
(liputan6.com)

Oleh: Cuta Aslinda, M.I.Kom & Nurul Eka Oktalisa

RIAUONLINE, PEKANBARU - Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang. Komunikasi interpersonal tidak hanya terjadi secara tatap muka ataupun langsung, tetapi juga dapat terjadi melalui media perantara berupa produk teknologi komunikasi dan informasi seperti media sosial, internet maupun e-learning.

Pada perkuliahan daring di masa pandemi, siswa maupun mahasiswa tetap melakukan komunikasi interpersonal meskipun melalui aplikasi atau jaringan internet. Namun tidak sedikit pula siswa dan mahasiwa yang kehilangan motivasi belajar melalui sistem daring. Yang menjadi permasalahan adalah kurangnya optimisme dan semangat belajar di masa pandemi Covid-19.

Belajar secara online atau dalam jaringan (daring) pastinya menyertakan keaktifan komunikasi interpersonal pada saat pelaksanaanya. Komunikasi interpersonal dianggap efektif dalam merubah pendapat, sikap, maupun perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Komunikasi interpersonal lebih efektif berlangsung jika berjalan di antara dua orang yang saling menyampaikan dan memberi pesan secara timbal balik.

Keduanya memasukkan pesan dan informasi, saling memberi dan menerima. Salah satu keutamaan pendekatan komunikasi efektif ialah hasil yang diperoleh nyata atau riil. Hal ini dikarenakan prinsip komunikasi efektif sangat serasi akan kebutuhan juga hasilnya dipahami oleh pihak yang berkepentingan. Kemudian fokus dari sistem belajar daring terletak pada metode pembelajaran yang dibantu teknologi yang bertujuan mengirimkan materi pembelajaran kepada peserta didik yang tidak bertemu langsung secara fisik layaknya belajar di kelas tradisional.


Begitupula kesulitan dalam menggunakan gadget menjadi kendala yang dihadapi orang tua dan masyarakat dalam mendampingi anak belajar dirumah pada masa pandemi Covid-19. Orang tua tidak sanggup mengimbangi perkembangan teknologi (Digital Immigrant). Sedangkan anak yang lahir di era serba digital disebut digital native, mereka terbiasa mengerjakan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu (multitasking).

Anak semakin menjadi technojunkies (takut untuk berjauhan dengan komputer atau handphone untuk waktu yang lama) mempengaruhi pada belajar, merusak konsentrasi, mengganggu kehidupan sosial yang sebenarnya (Wahyuningsih: 2014). Tidak hanya itu saja, yang menjadi ancaman yakni bahaya dari internet seperti cyber bullying, pornografi, ancaman ujaran kebencian, gangguan perkembangan emosi, dan mengumbar rahasia.

Oleh sebab itu adapun langkah antisipasi yang masyarakat dan orang tua harus secara sukarela berubah dan mengupgrade diri serta mengetahui dan mencari tahu bagaimana menggunakan media komunikasi digital secara bijak agar terhindar dari bahaya internet.

Adapun teknik berkomunikasi efektif dengan anak ialah mendengarkan perasaan anak, membaca bahasa tubuh anak, tidak berbicara tergesa-gesa, hindari 8 gaya popular (memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, membohongi, mancap/label, mengancam, dan menyindir). Kemudian, tentukan masalah siapa karena tidak semua bantuan kita diperlukan anak akibatnya jika diabaikan maka anak tidak terbiasa mengatasi masalahnya sendiri, ketergantungan, tidak memiliki ketahan-malangan, serta tidak terlatih untuk mengambil keputusan, dan mendengarkan aktif untuk membangun hubungan sosial serta percaya diri anak (Rohmiati: 2014).

Cara selanjutnya, bagu pengajar harus mampu menumbuhkan lingkungan belajar yang penuh kepercayaan dan antusias dengan mendorong para pembelajar supaya terlibat aktif serta pengajar hendaknya memberi reward yang diimplementasikan berupa ucapan terima kasih, pujian, acungan jempol, pemberian penghargaan, tambahan nilai, serta beasiswa bagi siswa yang disiplin dan berprestasi.


Penulis merupakan Dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Islam Riau (UIR)