Begini Kronologi Penyanderaan 7 Pegawai KLHK Di Rohul

Ilustrasi-Penyanderaan.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan kronologi terkait penyanderaan 7 pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) disandera segerombolan massa di Rokan Hulu, Jumat, 2 September 2016.

 

Diduga kuat massa dikerahkan oleh Perusahaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL). Penyanderaan itu terjadi saat penyidik KLHK selesai menjalankan tugas menyegel kawasan hutan atau lahan terbakar yang berada dalam penguasaan PT APSL.

 

Menurut Menteri Siti kejadian itu berawal saat tim KLHK turun ke lokasi untuk menindaklanjuti arahannya melakukan penyelidikan penyebab meluasnya titik api di Riau beberapa waktu lalu yang telah mengganggu masyarakat dan sekaligus menyelidiki laporan adanya masyarakat yang mengungsi karena asap.

 

"Sejak titik api meluas, saya menegaskan untuk dilakukan penyelidikan di areal yang terbakar. Maka tim dipimpin langsung Dirjen Gakkum KLHK, turun ke lokasi di Riau," ujar Menteri Siti Nurbaya melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Minggu, 4 September 2016.

 

Kemudian, Tim pertama KLHK turun ke lokasi yang dikuasa PT APSL di Rokan Hulu, Senin, 29 Agustus 2016. Sebelum masuk ke areal perusahaan, tim sempat berkomunikasi dengan pengelola lahan tersebut.

 

"Di lokasi pertama ditemukan areal terbakar mencapai 600 hekter. Tim sempat masuk lebih kedalam lagi pada areal kebun sawit yang terbakar yang diperkirakan lebih dari 2000 hektar. Akan tetapi tim mengalami kesulitan karena asap cukup tebal," ungkap Menteri Siti.

 

Keesokan harinya, Selasa, 30 Agustus 2016, tim KLHK kembali ke lokasi dengan dipimpin Dirjen Gakkum. Di lokasi, kata Siti, tim KLHK masih menjumpai masyarakat yang mengungsi di luar areal terbakar dengan mendirikan tenda untuk mengungsi untuk beberapa hari.

 

Setelah diselidiki, menurut Siti, ternyata mereka merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktifitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka ikut terbakar karena meluasnya titik api di dalam lokasi kebun.

 

Dalam penguasaan secara illegal kawasan yang terbakar tersebut, setelah ditelusuri lebih jauh, ungkap Siti, PT. APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit dengan PT APSL bertindak sebagai 'Bapak angkat'.

Baca Juga: Massa Sandera 7 Pegawai KLHK di Rohul,Diindikasi Dikerahkan PT APSL


 

"Masyarakat dimaksud tak lain adalah pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani, Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit dilakukan secara profesional dan terkoordinir," lanjutnya.

 

Tim KLHK kemudian masuk ke lokasi kebun. Di lokasi tim menemukan fakta bahwa lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Siti mengatakan mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. "Artinya semua aktifitas di lokasi tersebut ilegal," tegasnya.

 

Menurutnya, Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan yang nakal, dimana mereka menggarap lahan secara ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, dan berada di lokasi yang tak jauh dari lahan legal mereka.

 

Setelah mendapat fakta awal, tim memutuskan untuk kembali ke Pekanbaru dan melakukan rapat internal. Lalu, kata Siti, tim memutuskan untuk melakukan penyelidikan sekaligus penyegelan di lokasi yang dikuasai PT APSL.

 

Akhirnya pada Jumat, 2 September 2016, tim KLHK kembali turun ke lokasi. untuk mencapai lokasi tim harus menggunakan transportasi penyeberangan, Ponton untuk menyeberangi sungai.

 

Sebelum masuk ke areal PT APSL, tim sudah berkomunikasi dengan perwakilan perusahaan bernama Santoso. Atas izin Santoso pula, mereka dapat melewati portal yang dijaga oleh petugas keamanan perusahaan.

Klik Juga: Inilah yang Terjadi di Balik Foto Mesra Petinggi Polda Riau Bersama Bos PT APSL

 

Setibanya di lokasi, PPNS Line dan plang KLHK dipasang sekitar pukul 14.00-15.00 WIB. Ternyata, menurut Siti, tim sudah merasa diamat-amati saat proses pemasangan berlangsung.

 

"Karena beberapa kali ada yang lewat menggunakan sepeda motor. Namun tim tetap bekerja mengambil bukti foto lahan yang terbakar serta video menggunakan kamera drone," lanjutnya.

 

Berdasarkan fakta yang ditemukan tim KLHK, ditemukan lahan yang memang disengaja dibuatkan 'satcking' atau jalur bakar. Artinya, kata Siti, lahan yang digunkan untuk menanam sawit tersebut terindikasi kuat memang sengaja dipersiapkan untuk dibakar. Bahkan, saat tim tiba dilokasi, masih ada asap yang mengepul dari lahan berdasar gambut tersebut.

 

Selanjutnya, Siti menjelaskan, tim KLHK memutuskan untuk kembali dengan menggunakan dua mobil, pada pukul 15.00 WIB. Saat itu, tim sempat bertegur sapa dengan seseorang yang diduga salah satu manager perusahaan PT APSL yang berinisial A.

 

Lalu, tim KLHK melanjutkan perjalanan. Ternyata, kata Siti, A dan rekannya yang menggunakan sepeda motor membuntuti perjalanan tim KLHK. Namun, Tim tetap bergerak ke arah lokasi ponton untuk kembali menyeberang sungai dan menganggap A dan rekannya juga akan pulang.

Lihat Juga: Propam Tindaklanjuti Foto Petinggi Polda Riau Bersama Bos APSL

 

Sebelum tiba di lokasi ponton, tim KLHK tiba-tiba dihadang sekelompok pemuda yang ternyata sebelumnya sudah menunggu dan sengaja menggeser posisi Ponton sehingga tim KLHK tidak bisa menyeberang.

 

Ponton tersebut, menurut Siti, dioperasikan oleh PT Chevron, sebab jalan tersebut adalah jalan inspeksi pipa PT Chevron dan satu-satnya jalan keluar. Untuk menjangkau lokasi yang terbakar memang harus menyeberangi sungai dengan ponton itu.

 

Tim KLHK dicegat oleh gerombolan dan diminta turun dari mobil. Tim kemudian dibawa ke sebuah tempat yang letaknya tak jauh dari lokasi itu. "Tim KLHK didesak menghapus foto-foto, video serta mencopot plang yang dipasang di lokasi Karhutla. Dalam waktu sekejap, jumlah massa mencapai 50 orang," jelas Siti.

 

Tim KLHK yang terus didesak terus melakukan negosiasi dengan massa. Tim menegaskan bahwa mereka tengah menjalankan tugas negara. Namun, massa tidak terima dan meminta tuntutan mereka segera dikabulkan. Tim di lapangan terus berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum. Selama proses negosiasi tersebut, Dirjen Gakkum juga terus berkoordinasi dengan Menteri LHK.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline