Oknum Polres Siak Edarkan 50 Kg Sabu, Pengamat: Bukan Hal yang Aneh

Barangbukti-sabu.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Fenomena tertangkapnya oknum Polres Siak inisial EY dalam peredaran 50 kilogram narkoba jenis sabu membuat para pengamat angkat bicara.

 

Seperti dikatakan Pengamat Sosiologi dari Universitas Riau, Rawa El Amady, mengatakan penangkapan tindakan kriminal dengan pelaku pihak kepolisian sudah jadi fenomena luas.

 

"Jadi bukan hal yang aneh kalau ada polisi yang melakukan tindakan itu. Di Riau juga sudah ada kasus seperti ini kan, apalagi di luar Riau," katanya saat dihubungi RIAUONLINE.CO.ID, Senin, 11 Juli 2022.

 

Fenomena ini, katanya, bisa ditarik sisi positifnya karena dulu oknum polisi pelindung narkoba tak bisa disentuh. Tambahnya, sekarang justru polisi-polisi yang menyimpang mulai ditangkap satu persatu.

 

"Dulu kita sebagai masyarakat tak bisa menyentuh polisi, apalagi polisi nangkap polisi. Tapi sekarang polisi ditangkap polisi. Itu kemajuan yang agak miris," tuturnya.

 


"Tapi kita harus dukung penangkapan begini. Karena ada saja oknum polisi yang memanfaatkan kekuasaannya," tambah Rawa.

 

Menurut Rawa, jika nilai jual-beli sudah tinggi dengan barang bukti 50 kilogram bukan untuk menutupi kebutuham sehari-hari.

 

"Tak kebutuhan ringan lagi misal karena gaji kurang. Kalau begini memang sudah watak korup yang mendarah daging," tegasnya.

 

Rawa menarik lebih jauh berdasarkan teori kekuasaan, bahwa kekuasaan cenderung korup dan yang punya kekuasaan absolut semakin korup lagi.

 

"Jadi watak oknum polisi itu seperti itu. Misalnya pada masa orde baru aparat sangat arogan, karena berprinsip kalau punya kekuasaan bisa melakukan apa saja," jelasnya.

 

"Tapi kalau sekarang tidak lagi. Tidak sistem otoriter lagi. Negara otoriter itu memberi ruang seluas-luasnya terhadap orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan untuk melanggar hukum," imbuh Rawa.

 

Sementara Pengamat Sosiologi, Elfiandri menekankan perlunya pengawasan internal oleh pihak kepolisian.

 

"Ini penyebabnya bisa saja karena hubungan polisi dengan masyarakat lebih mengedepankan hubungan struktural atau formal yang berakibat adanya hambatan psikologi antara polisi dengan masyarakat," terangnya.

 

Kemudian, Dosen Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau itu menjelaskan di sisi lain penyimpangan oknum polisi karena hubungan antar polisi yang bersifat ekslusif, sehingga masyarakat enggan melaporkan apabila terjadi berbagai persoalan yang tidak berhubungan secara langsung dengan diri dan keluarganya.

 

"Lebih ekstrem terjalinnya hubungan kesepakatan jahat mutual simbiosis. Perlu diperbaiki selalu komunikasi dan interaksi sosial yang rasional dan abjektif dalam upaya membangun kemesraan yang rasional," tutup Elfiandri