Abrasi, Suatu saat Desa Jangkang dan Pulau Bengkalis Jadi Kenangan Belaka

Ganasnya-Ombak-Selat-Malaka.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ANDRIAS)

RIAU ONLINE, BENGKALIS - Abrasi akibat hempasan ombak Selat Malaka dari tahun ke tahun mengancam keberadaan Dusun Tambak Rejo, Desa Jangkang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. 

Dalam kurun waktu setahun terakhir, abrasi telah mengikis daratan sekitar 40 meter. Diperparah, bila tidak ada langkah kongkrit dalam meminimalisir hempasan ombak Selat Malaka yang kuat tersebut, maka Desa Jangkang, bahkan Pulau Bengkalis akan tinggal nama. 

Pantauan RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 18 Juli 2019, dampak abrasi membuat ambruknya dinding tanah gambut yang berada di tepian pantai pesisir. Akibat kikisan terjadi di sepanjang bibir pantai wilayah berhadapan dengan Malaysia itu sejumlah pohon tanaman seperti karet dan lainnya milik warga ikut tumbang dan dibiarkan terbengkalai.

Daratan Pulau Bengkalis Berkurang

Agustami (46), warga Dusun Tambak Rejo mengungkapkan, abrasi yang terjadi di desanya sudah semakin parah. Sejak dulu, tidak ada kepedulian dan tindakan secepatnya dari pemangku kepentingan di Bengkalis guna mencegah terjadinya kerusakan disebabkan abrasi.

"Tidak sampai setahun, hampir 40 meter tanah ini terkikis dan ambruk. Kalau dibiarkan, memang benar lima tahun kemudian Bengkalis bisa hanyut," kata Agustami.

Laki-laki asli kelahiran Dusun Tambak Rejo mengaku sebagai buruh tani tidak jauh dari pantai itu menyebutkan, dulunya sebelum terkikis akibat abrasi, tanah milik warga itu merupakan perkebunan masyarakat yang berada di bibir pantai. Warga menanam kelapa dan karet. Kini dua pohon rakyat tersebut hilang dihantam gelombang pasang.

"Nantinya tidak tertutup kemungkinan akibat abrasi ini juga akan sampai ke permukiman warga, tidak jauh dari pesisir pantai. Artinya, jika tidak mendapat penanganan bisa saja perkampungan warga di sini juga bakal ditelan kuatnya ombak Selat Melaka," ujarnya.


Ia mendesak Pemerintah Pusat untuk turun tangan. Pasalnya, selama ini tidak pernah mendapat penanganan atau perhatian dari Pemerintah Bengkalis.

"Kita minta kepada Presiden Jokowi untuk turun tangan mengatasi masalah ini, kalau tidak kekhawatiran bengkalis akan hanyut memang benar benar nyata terjadi," imbuh Agustami dengan nada kesal semberi mengakui apatis dengan pemangku kepentingan yang ada di Bengkalis ini.

Selat Malaka Tenggelamkan Bengkalis

Sementara itu, Bupati Bengkalis Amril Mukminin sebelumnya, Kamis, 20 Juni 2019, mengatakan, Pemkab Bengkalis telah memberikan perhatian khusus terkait abrasi mengikis Pulau Bengkalis.

Hampir Rp 300 Miliar telah digelontorkan Pemkab guna atasi ancaman tersebut. 

"Kita sudah berupaya menanggulangi permasalahan abrasi ini, bahkan 10 tahun belakangan telah kita gelontorkan dana mencapai Rp 300 miliar lebih, tapi dampaknya memang belum signifikan," kata Bupati Amril Mukminin.

Amril Mukminin mengakui, abrasi di Pulau Bengklis sudah mengikis puluhan meter daratan, sehingga berdampak mengurangi luas pulau. "Akibatnya, batas kita berkurang. Mohon maaf, wilayah jiran tetangga makin luas kita makin sempit," beber Amril.

Selanjutnya, Amril mengatakan terkait ancaman abrasi ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten Bengkalis semata. Bahkan sudah menjadi permasalah pusat karena sudah masuk wilayah perbatasan NKRI.

Pulau Bengkalis Abrasi

Sebelumnya, Guru Besar Universitas Yamaguchi, Jepang, Profesor Koichi Yamamoto mengatakan, abrasi akibat hempasan ombak Selat Malaka di bagian timur Pulau Bengkalis mengancam keberadaan pulau tersebut.

Peneliti Jepang tersebut memperkirakan dengan laju abrasi hingga 40 meter per tahun mengakibatkan Pulau Bengkalis akan tenggelam. Ahli Enviromental Engineering dan Sediment Transport itu telah melakukan penelitian selama enam tahun terakhir di Pulau Bengkalis, pulau pesisir Riau dan tepat berlokasi di bibir Selat Malaka.

Dalam diskusi tersebut, Yamamoto menyoroti aspek penting yang ia jumpai di lapangan, yaitu peat failure dan dampaknya bagi pulau-pulau gambut di Riau, termasuk Pulau Bengkalis.

Ia menuturkan, masifnya kanalisasi sebagai upaya drainasi pembangunan perkebunan menjadi penyumbang terbesar ancaman itu.

"Kanal-kanal mengiris kubah gambut dan mengoyak keutuhan lahan gambut. Akibatnya, ketika hujan deras turun, bongkahan-bongkahan gambut longsor dan terburai ke arah laut," jelasnya.