Deyu Bernyanyi Seret Enam Saksi dan Penerima Uang SPPD Fiktif di Dispenda Riau

Aspidsus-Kejati-Riau-Sugeng-Riyanta.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) kembali memanggil enam saksi terkait kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) Riau.

Mereka akan dimintai keterangan ulang terkait SPPD 2015-2016. Asisten Pidsus Kejati Riau, Sugeng Riyanta, mengatakan, pemeriksaan ulang terhadap keenam saksi itu untuk memperdalam fakta-fakta pihak mana saja terlibat dalam dugaan korupsi SPPD fiktif.

Nama saksi tersebut disebut-sebut tersangka Deyu, dalam pemeriksaan sebelumnya.

"Penyidik mengagendakan pemeriksaan ulang terhadap enam saksi disebut-sebut tersangka DY ikut terlibat (SPPD) fiktif," ujar Sugeng, Selasa, 10 Oktober 2017.

Sebelumnya, keenam saksi itu sudah pernah diperiksa jaksa penyidik dalam kasus SPPD fiktif Bapenda. Keterangan mereka kembali dibutuhkan untuk klarifikasi dan validasi fakta sesuai apa disampaikan Deyu.

Baca Juga: 

Hakim Tolak Praperadilan Kasubag Keuangan Bapenda Riau


Mantan Sekretaris Bapenda Riau Resmi Masuk Bui

Menurut Sugeng, pemeriksaan mereka dilakukan secepatnya. "Diagendakan dalam minggu ini semuanya sudah beres," katanya.

Pemeriksaan ulang ini sangat penting guna menentukan langkah selanjutnya. Nantinya, jaksa penyidik akan menyimpulkan apakah keterangan tersangka Deyu dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tentang perbuatan saksi-saksi itu hanya sekadar alibi atau memang merupakan fakta hukum didukung bukti cukup.

Setelah pemeriksaan ulang saksi selesai, jaksa penyidik akan fokus pemberkasan agar berkas kedua tersangka, Deyu dan Deliana. Selanjutnya, berkas dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.

Sebelumnya, jaksa penyidik jtelah memeriksa mantan Kepala Dinas Pendapatan (Kadispenda) Riau, SF Haryanto. Dispenda kini berubah nama menjadi Bapenda. Ia disebut-sebut tersangka Deyu berperan besar dalam korupsi itu.

Dugaan korupsi SPPD fiktif ini terjadi pada 2016-2016. Modusnya, pemotongan anggaran perjalanan dan membuat perjalanan fiktif hingga negara dirugikan Rp 1,3 miliar.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 8 jo Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id