SBY Minta Maaf hingga Jokowi Minta Bantuan Asing Soal Kabut Asap RI-Malaysia

Kabut-asap-di-dumai2.jpg
(Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)

RIAU ONLINE - Indonesia dan Malaysia kembali dihadapkan pada masalah yang sama, kabut asap. Kuala Lumpur bahkan sudah memprotes terkait kualitas udara di negaranya yang memburuk. Mereka menuding bahwa kabut asap kiriman Indonesia sebagai penyebab memburuknya kualitas udara.

Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Malaysia, Wan Abdul Lattif Wan Jaffar, mengatakan kabut asap itu berasal dari titik api (hotspot) di dekat perbatasan negaranya, Sumatera dan Kalimantan.

"Kebakaran hutan di bagian selatan Sumatera dan bagian tengah dan selatan Kalimantan, Indonesia, menyebabkan kabut asap yang melintasi batas negara," ucap Abdul, sebagaimana diberitakan AFP, dikutip dari kumparan, Senin, 2 Oktober 2023.

Kabut asap dari Indonesia telah lama menuai keprihatinan dari negara-negara Asia Tenggara, bukan hanya Malaysia, sejak insiden pertama tercatat pada 1997. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan kabut asap terjadi hampir setiap tahun.

Pada 2014 negara ASEAN, termasuk Indonesia, meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution sebagai satu dari upaya mengurangi kabut asap sekaligus meningkatkan kesadaran untuk menjaga kelestarian hutan melalui kerja sama internasional.

Sayangnya hingga kini, kebakaran hutan, terutama di paru-paru Indonesia, hutan Kalimantan dan Sumatera, masih saja terjadi.

Setidaknya ada tiga periode besar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir saat kabut asap kiriman Indonesia menyelimuti Asia Tenggara hingga memicu respon internasional.

Tepat 10 tahun lalu, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda Kota Dumai, Provinsi Riau. Kebarakaran saat dalam skala sangat luas, hingga menghanguskan rumah warga setempat, dan merusak habitat makhluk hidup.

Seekor leopard dilaporkan mengalami cedera kaki setelah berusaha melarikan diri dari habitatnya yang hangus.

Kualitas udara Angka Indeks Polutan Udara (Air Pollutant Index/API) di Muar, Johor, meroket hingga menyentuh angka 746 pada 23 Juni 2013. Udara akan berbahaya untuk dihirup jika API berada di atas angka 300. Kabut asap ini merupakan kiriman dari Indonesia.

Otoritas Muar lantas menerapkan status keadaan darurat (state of emergendy) dan menjadi satu dari sejumlah kasus kualitas udara terburuk.

Presiden Indonesia kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada Juni 2013 menyampaikan permintaan maaf di hadapan publik kepada Singapura dan Malaysia.

"Atas apa yang terjadi, sebagai presiden, saya meminta maaf kepada saudara-saudara kita di Singapura dan Malaysia," kata SBY, diberitakan Associated Press.


SBY tak menampik bahwa arah hembusan angin telah menyebabkan kabut asap menyebar hingga terkonsentrasi di Singapura dan Malaysia.

"Harus ada investigasi menyeluruh. Dalam analisis saya, ada faktor alam dan faktor manusia," sambung SBY kala itu.

Kabut asap yang seakan menjadi masalah tahunan di Indonesia juga menjadi tantangan bagi Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya.

Pada pertengahan 2015, ketika Jokowi belum genap satu tahun memimpin Indonesia, pemerintah harus berjibaku memadamkan karhutla di Riau yang disebabkan oleh praktik tebang dan bakar yang biasa diterapkan petani.

Pada September 2015, status darurat karhutla juga diterapkan di Riau. Lebih dari 28 juta penduduk di Indonesia terdampak oleh kabut asap ini.

Negara-negara tetangga, termasuk Brunei, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Filipina, turut merasakan dampak buruk dari kabut asap.

Indonesia yang sempat kewalahan menolak bantuan asing. Tapi akhirnya, Indonesia pada awal Oktober meminta bantuan kepada sejumlah negara untuk menangani krisis ini.

"Disepakati bahwa kami akan bekerja sama dengan sejumlah mitra kami dalam upaya kami untuk memadamkan kebakaran hutan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri RI saat itu, Arrmanatha Nasir, seperti diberikan ABC News.

"Kami bekerja sama dengan sejumlah negara termasuk Singapura," tambahnya. Dikatakan bahwa negara-negara lain yang bersedia membantu termasuk Malaysia, Rusia, Australia, dan China.

Kala itu, Singapura mengerahkan pesawat bagi Indonesia guna membuat hujan buatan dan melakukan penyiraman dari udara. Mereka pun mengirimkan personel petugas pemadaman.

"Kami telah melakukan segala upaya," ungkap Jokowi kala itu.

Seakan tak ada hentinya, kabut asap kembali melintas ke perbatasan Indonesia akibat karhutla di Sumatera dan Kalimantan sepanjang Februari hingga September 2019.

Sejumlah wilayah Asia Tenggara kembali turut merasakan dampaknya. Kabut asap menyelimuti Thailand sejak Februari hingga Mei, disusul negara tetangga lainnya.

Dua orang di Indonesia dilaporkan meninggal dunia akibat gangguan pernapasan. Sementara, lebih dari 200 oknum ditangkap usai diduga berpartisipasi dalam pembakaran lahan.

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, lantas berinisiatif mengirimkan surat kepada Jokowi. Bukan berupa protes, surat tersebut berisikan ajakan untuk menanggulangi krisi bersama.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Energi, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Lingkungan dan Perubahan Iklim Malaysia kala itu, Yeo Bee Yin, pada pertengahan September 2019.

"Saya telah berbicara dengan Perdana Menteri dan beliau setuju untuk menulis surat kepada Presiden Jokowi untuk menarik perhatiannya terhadap isu kabut asap yang melintasi batas negara," jelas Yeo.

Sementara itu, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia saat ini, Zainal Abidin Bakar, kepada media Bernama mengkalrifikasi bahwa surat tersebut bukan surat protes.

"Melainkan sebuah tawaran untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia," kata Zainal.