AS Dituntut Minta Maaf Terlibat G30S/PKI

RIAUONLINE, WASHINGTON DC Dugaan keterlibatan pemerintah Amerika Serikat dalam Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI), perlahan-lahan semakin terkuak. 

 

Terkuaknya keterlibatan negara Paman Sam itu setelah dua film dokumenter mengenai pembantaian massal di Indonesia 50 tahun lalu menjadi perhatian luas dunia.

 

Inilah yang mendorong seruan agar dilakukannya perubahan di negara itu dan supaya AS meminta maaf atas perannya dalam mendukung pertumpahan darah tersebut di Indonesia. 

 

Wartawan VOA Carolyn Weaver melaporkan tentang The Act of Killing dan The Look of Silence, keduanya dibuat oleh sineas AS Josh Oppenheimer. 

 

(Baca JugaPantai di Prancis Tertutup saat Raja Salman Datang

 

Film Joshua Oppenheimer pada 2012 berjudul The Act of Killing menyoroti kejadian pascapembantaian massal para anggota PKI, aktivis, etnis Tionghoa, dan lainnya di Indonesia pada 1965 dan 1966.

 

“Terjadi kudeta militer sayap kanan, dimana pemerintahan Sukarno digulingkan. Ini didukung sebagian besar dunia Barat, termasuk AS, dan akibatnya, antara 500 ribu hingga 2.5 juta orang tewas dalam kurang dari enam bulan,” kata Josh Oppenheimer.

 


Bahkan kini, 16 tahun setelah berakhirnya kediktatoran militer Indonesia dibawah rezim Soeharto, para algojo dan antek-anteknya tetap berkuasa dan dihormati.

 

Ke-40 pembunuh yang diwawancarai Oppenheimer mengaku bangga melakukan pembunuhan itu. Di antaranya, seorang penggemar film Hollywood yang latihan berbulan-bulan untuk melakukan reka ulang adegan pembunuhan itu di depan kamera.

 

Film Act of Killing masuk dalam nominasi Oscar 2014. Oppenheimer kemudian merilis dokumenter The Look of Silence, memusatkan perhatian pada para penyintas, khususnya seorang ahli kacamata bernama Adi.

 

(Baca Juga: Desa Inilah Ayah Barrack Obama Besar

 

Kakaknya, Ramli, dibunuh oleh paramiliter beranggotakan beberapa guru sekolah dasar setempat. Seorang adik lainnya mendengar mereka merencanakan pembunuhan itu:

 

“Pada waktu istirahat makan siang di sekolah, dia mendengar gurunya berkata ‘malam ini kami akan membunuh Ramli.’ Dan dia pulang malam itu dan memberitahu ibunya. Ramli benar-benar dibunuh malam itu. Keesokan harinya, ibunya tetap mengantar anak-anak lainnya ke sekolah untuk diajar oleh para pembunuh puteranya,” lanjutnya.

 

Beberapa dasawarsa kemudian, para keluarga korban masih dicap dengan stigma dan dilarang bekerja pada banyak bidang. Bahkan kini, anak-anak sekolah diajarkan pembunuhan itu perlu dilakukan.

 

“Pelajaran sejarah tidak membicarakan kejadian itu sebagai genosida, namun pembantaian yang heroik, dan yang diajarkan adalah bahwa para korban pantas menerimanya,” kata Josh Oppenheimer, seperti dikutip dari voaindonesia.com

 

Para penyintas tetap diam dan khawatir tetapi itu mulai berubah dalam beberapa tahun terakhir, ketika jutaan warga Indonesia menonton "The Act of Killing" dengan mengunduhnya secara gratis.

 

Untuk pertama kalinya, Oppenheimer mengatakan, beberapa media besar dan pejabat pemerintah di negara itu menyebut pembunuhan itu sebagai genosida meskipun berbagai upaya untuk membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi sejauh ini gagal.

Di Washington, Senator Tom Udall telah memperkenalkan sebuah resolusi yang menyerukan AS untuk mengungkap semua dokumen terkait dukungan AS bagi kudeta militer dan rezim genosida di Indonesia. 

 

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline

 

Sumber:voaindonesia.com