Bahas Larangan Live Sidang, DPR Akan Panggil Pers Usai Lebaran

Habiburokhman2.jpg
((Suara.com/Bagaskara))

RIAU ONLINE - Komisi III DPR akan bahas Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait larangan live saat persidangan dengan insan pers pada Senin, 8 April 2025 mendatang.

Rencana ini disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman pada Kamis, 27 Maret 2025.

"Perlu kami sampaikan ke teman-teman terutama pers itu ada terkait dengan liputan persidangan, kami akan undang Dewan Pers, PWI AJI dan Forum Pemred tanggal 8, setelah lebaran, khusus membahas soal itu," kata Habiburokhman, dikutip dari KUMPARAN.

Dalam Pasal 253 ayat (3) draf revisi KUHAP, diatur bahwa setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.

"Setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan," demikian bunyi pasal tersebut.

Artinya media tidak bisa menyiarkan jalannya persidangan secara langsung tanpa izin.


Adapun informasi mengenai persidangan baru bisa dipublikasikan setelah proses persidangan selesai atau setelah pengadilan memberikan izin tersebut.

Larangan ini, dikatakan Habiburokhman, larangan siaran langsung dalam RUU KUHAP harus diatur secara spesifik.

Dirinya juga menekankan, pembatasan tidak boleh menghambat kebebasan pers dalam meliput sidang secara umum, kecuali dalam pemeriksaan saksi.

"Paling penting adalah pemeriksaan saksi karena saksi itu keterkaitan, nggak boleh saling mendengar, itu yang memang perlu disiasati apakah yang nggak bisa disiarkan secara live itu hanya terkait pemeriksaan saksi, jadi spesifik. Bukan kalau umum ini kan teman-teman dipersulit meliput jadinya," terangnya.

Habiburokhman menyoroti ketentuan bahwa jurnalis harus memperoleh izin Ketua Pengadilan untuk meliput persidangan. Menurutnya, prinsip persidangan pidana adalah terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara yang berkaitan dengan kesusilaan.

"Kalau meliput harus izin Ketua Pengadilan, padahal kita menganut prinsip sidang terbuka untuk umum, kecuali yang terkait susila. Terkait susila oke lah. Tapi terkait perkara biasa memang seharusnya terbuka, seharusnya teman-teman diperbolehkan untuk meliput," ujarnya.

Bahkan, ia mendorong agar sistem persidangan bisa meniru mekanisme di DPR yang memungkinkan siaran langsung otomatis agar publik tetap mendapatkan akses informasi tanpa harus datang langsung ke ruang sidang.

“Bahkan kalau bisa meniru kayak DPR, live streaming automatic. Jadi teman-teman tidak perlu datang ke kami juga bisa meliput persidangan. Tapi khusus pemeriksaan saksi yang ada kaitan satu sama lain, memang itu pemberitaannya setelah selesai,” kata Habiburokhman.