Pengkhianatan di Balik Drama Politik antara Jokowi, Prabowo, dan Megawati

Jokowi-megawati-prabowo.jpg
(Instagram via Suara.com)

RIAU ONLINE - Sinyal positif diperlihatkan masing-masing kubu Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIPD Megawati Soekarnoputri jelang pertemuan keduanya terwujud.

Prabowo tak menampik akan adanya pertemuan dengan Megawati sebelum dirinya dilantik sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2024. Ia

“Insya Allah, mudah-mudahan (segera bertemu),” ujar Prabowo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip dari Suara.com, Jumat, 27 September 2024.

Bahkan, Ketua DPP PDIP, Puan Maharani menyebut Prabowo dan Megawati akan bertemu di lokasi yang asyik.

Pertemuan kedua tokoh ini tentunya sarat nilai politik yang tinggi. Bukan tidak mungkin PDIP akan menanggalkan perannya sebagai oposisi dan bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

Hubungan Prabowo dan Megawati memang sedikit merenggang saat Prabowo memutuskan menggandeng Gibran sebagai pendamping di Pilpres 2024. Gibran dan sang ayah, Presiden Jokowi bahkan dianggap berkhianat terhadap partai, karena berada di pihak lawan.

Semenjak itu, PDIP kerap melayangkan kritikan untuk Jokowi. Sedangkan Prabowo dan Gerindra, selalu menangkis kritikan-kritikan yang dialamatkan ke Jokowi.


Bukan kali ini saja, Prabowo dan Megawati juga terlibat perang dingin. Keduanya menjadi seteru saat Pilpres 2014. Lagi-lagi, Jokowi penyebabnya.

Kala Megawati dan Prabowo berpasangan sebagai Capres dan Cawapres pada Pilpres 2009, keduanya menyepakati perjanjian yang disebut Perjanjian Batu Tulis.

Ada tujuh pasal yang dimuat dalam Perjanjian Batu Tulis yang intinya adalah komitmen Megawati mendukung Prabowo sebagai Calon Presiden pada Pilpres 2014.

"Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014," isi pasal ketujuh dalam perjanjian yang ditandatangani Mega dan Prabowo pada 16 Mei 2009 di Batu Tulis, Bogor.

Tapi nyatanya, Megawati dan PDIP justru mengusung Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) pada Pilpres 2024. Keputusan PDIP memilih Jokowi didasarkan hasil survei Jokowi yang tinggi dan Jokowi juga merupakan kader internal.

Prabowo dan Gerindra menganggap Mega dan PDIP telah mengkhianati perjanjian yang telah disepakati pada 2009 lalu. Prabowo tak habis pikir mengapa Megawati sampai melakukan itu terhadap dirinya.

"Kalau Anda manusia, lalu ada di pihak saya, bagaimana? Ya pikirkan saja. Saya tidak mengerti apa salah saya. Saya menghormati beliau (Mega)," kata Prabowo pada 16 Maret 2014.

Perjanjian itu, dikatakan Prabowo, dibuat karena kesamaan visi yang ada antara Gerindra dan PDIP menyangkut kecocokan dalam pandangan kebangsaan dan nasionalisme, sehingga muncul keinginan untuk berjuang bersama.

"Kita merasa demi kebaikan bangsa, ingin teruskan hubungan itu. Tapi, dalam dinamika politik yang terjadi, apa yang kita lihat sekarang? Bagaimana tidak serius, saya kira dua tokoh partai besar kalau buat perjanjian masa nggak serius?" katanya.