Pengakuan Kepala Basarnas Usai Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap

Kabasarnas-RI-Marsekal-Madya-TNI-Henri-Alfiandi.jpg
(Dok SAR)

RIAU ONLINE - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, sebagait tersangka kasus dugaan suap. Henri diduga 'mengakali' sejumlah pengadaan proyek dalam sistem lelang elektronik LPSE di Basarnas.

KPK mengungkap Henri diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar. Diduga uang tersebut sebagai fee dari sejumlah pengerjaan proyek dari hasil lelang di Basarnas. Setiap proyek diduga ada fee sebesar 10 persen.

Menurut KPK, proses pemberian suap tersebut menggunakan kode suap 'Dako' atau Dana Komandan. Uang puluhan miliar itu diduga diterima Henri bersama Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsminnya kurun waktu 2021-2023.

Namun kemudian, KPK melimpahkan proses hukum terhadap Hendri dan Letkol Afri yang sudah dijerat tersangka ke Puskom Mabes TNI. KPK hanya mengusut dugaan suap dengan tersangka pihak swastanya.

Ketiga swasta tersebut yakni:

  • Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati);
  • Marilya selaku Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati); dan
  • Roni Aidil selaku Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama).

Perusahaan milik Mulsunadi dan Marilya sebagai pemenang tender untuk proyek Pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan TA 2023. Proyek itu senilai Rp 9,9 miliar, sebagaimana dilansir dari kumparan, Kamis, 27 Juli 2023.


Sementara perusahaan milik Roni Aidil menjadi pemenang untuk dua proyek besar yakni pengadaan Public Safety Diving Equipment senilai Rp 17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) senilai Rp 89,9 miliar.

Henri Alfiandi yang akhirnya buka suara kemudian membantah sangkaan bahwa dirinya menerima suap dari rekanan untuk kepentingan pribadi. Ia menegaskan tidak ada uang yang masuk ke kantong pribadi.

"Saya pimpinan lembaga yang mengatur dana operasional. Jadi bukan unit kepentingan pribadi. Kan sudah dinyatakan tercatat semua penggunaan dana tersebut oleh KPK. Dan catatan itu rapi, karena bentuk dari pertanggung jawaban saya," kata Henri.

Kendati begitu, Henri tak menampik adanya dana tersebut. Namun, ia kembali menyatakan bahwa tidak ada yang masuk ke kantong pribadinya.

"Sistem itu, dana ops (operasional) kantor. Kalau misal mau sembunyi-sembunyi, ngapain saya perintahkan catat rapi. Tanya ke mitra deh. Kalau yang mau terbuka dan jujur sistem kebijakan saya ini. Saya tahu ini salah, tapi baik hasil output-nya," papar Henri.

"Apa yang disangkakan dengan dana tersebut benar adanya. Tapi penggunaannya yang seolah-olah masuk kantung pribadi, semua sangat tidak benar," sambungnya.

Henri menyatakan akan mengikuti proses hukum sesuai prosedur. Ia mengaku langsung menemui pihak Puspom TNI dan berencana bertemu dengan Panglima TNI Laksamana Yudi Margono.

"Sebagai bentuk tanggung jawab moral saya," kata Henri.

"Saya akan bertanggung jawab dengan apa yang disangkakan," ungkapnya.