Pasal Kontroversial RKUHP, Ancaman Penjara bagi Kumpul Kebo hingga Pelaku Santet

Ilustrasi-pengadilan2.jpg
(INTERNET)


RIAU ONLINE - Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR RI pada Rabu, 6 Juli 2022.Terdapat sederet pasal kontroversial dalam draft final RKUHP tersebut yang menjadi perhatian hingga perbincangan publik.

Pemerintah mengklaim, draf RKUHP itu sudah mengakomodir perbaikan dari hasil masukan masyarakat. Kini, draf itu masih dalam pembahasan.

Lalu, apa saja pasal RKUHP yang menjadi kontroversial? Berikut di antaranya seperti dilansir dari Suara.com, Minggu, 10 Juli 2022:

Zina dan Kumpul Kebo

Draf RKUHP mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebu dengan ancaman hukuman yang berbeda. Bagi pelaku zina atau hubungan badan tanpa status suami istri, menurut Pasal 415, terancam hukuman 1 tahun penjara.

Pada Pasal 415 ayat 2 dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Sementara itu, untuk hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam Pasal 416 yang disebut bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan terancam pidana selama 6 bulan.

Pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.


Pelaku Santet

Dalam RKUHP juga diatur mengenai kekuatan gaib. Mereka yang menyatakan diri atau menawarkan jasa kekuatan gaib untuk menyakit orang lain alias santet bisa diancam pidana penjara.

Bahkan bila perbuatan itu dilakukan untuk mencari keuntungan maka ancaman pidananya menjadi lebih berat. Pelaku santet ini dapat ancaman penjara paling lama 1 tahun 6 bulan menurut pasal 252.

Dijelaskan pula, aturan ini bertujuan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat dengan kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain.

Penista Agama

Draf RKUHP pun mengatur mengenai kehidupan beragama menyangkit tindak pidana penistaan agama. Hal ini tertuang dalam Pasal 302 RKUHP yang menyatakan setiap penista agama di Indonesia akan dihukum penjara paling lama 5 tahun.

Sementara itu, untuk orang yang menyebarkan informasi mengenai penistaan agama melalui sarana teknologi akan menerima hukuman yang sama, yakni kurungan penjara paling lama 5 tahun.

Hina DPR, Polri, Kejaksaan

asal 351 RKUHP mengatur tentang tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan hukum dan lembaga negara. Dijelaskan bahwa kekuasaan hukum atau lembaga negara yang dimaksud dalam pasal ini antara lain DPR, DRPD, Polri, dan Kejaksaan.

Ancaman untuk pelaku penghinaan ini paling lama 1 tahun 6 bulan penjara. Namun ancaman pidana meningkat maksimal 3 tahun jika tindak pidana mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, seperti yang sudah diatur di pasal 351 ayat 2. Sementara itu, pasal 351 ayat 3 menyatakan tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara hanya bisa dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Hina Presiden

Draf RKUHP pun mengatur larangan penyerangan terhadap Presiden dan Wakil Presiden seperti tertuang dalam pasal 217. Pelaku penghinaan ini akan dipidana paling lama 5 tahun penjara.

Selain itu, draf final RKUHP ini juga menjelaskan aturan terkait penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden dalam pasal 218 dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan.