Dianggap Limbah, Warga Pekanbaru Ini Sulap Sabut Kelapa Jadi Produk Bernilai Jual

Produk-berbahan-sabut-kelapa.jpg
(Junichi Sitinjak/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Indonesia kaya akan hasil alam yang dapat dijadikan kerajinan seperti bambu, rotan, dan sabut kelapa. Bambu dan rotan banyak dimanfaatkan untuk membuat berbagai peralatan rumah tangga. Tapi ternyata, tak hanya rotan atau bambu, sabut kelapa juga mulai dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan bernilai ekonomis.

Selama ini, sabut kelapa hanya dianggap limbah dan dibuang. Kini, sejumlah orang mulai sadar akan manfaatnya. Bahkan, pemanfaatan limbah kelapa ini sudah diterapkan di Jerman.

Hal ini yang memacu semangat Opik untuk mulai berbisnis dengan memanfaatkan sabut kelapa. Sejak 2010, Opik sudah mengamati pemanfaatan sabut kelapa menjadi barang bernilai jual ini.

Pada 2016, Opik pun memutuskan untuk membangun bisnis sendiri dengan memanfaatkan sabut kelapa yang seringkali dianggap limbah bagi kebanyakan orang.

Di galeri produksi kerajinan Waroeng Sabut Kelapa milik Opik yang berada di Jalan Karya Labersa, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru. Bisa dijumpai berbagai kerajinan dari sabut kelapa, seperti pot bunga, tas, tali tambang keranjang, meja, dan lain sebagainya.

Dengan inovasi sabut kelapa yang diciptakannya, besar harapan Opik dapat mengembangkan usahanya hingga ke luar negeri.

"Tak hanya itu, tentunya agar menjadi produk unggul ia berharap kepada pemerintah untuk mengembangkan potensi sabut kelapa," jelasnya kepada RIAU ONLINE, Jumat, 14 Juli 2023.


Menurutnya, pemerintah belum sepenuhnya memandang sabut kelapa sebagai bahan bernilai jual tinggi, selain rotan dan bambu. Ia pun berharap para akademisi, terutama mahasiswa dapat berperan dalam memperkenalkan sabut kelapa sebagai bahan kerajinan bernilai tinggi, baik melalui sebuah diskusi maupun penelitian.

“Hanya di Indonesia yang jadi buangan untuk kimia. Mereka semacam Jerman udah buat sikat, sapu, dan banyak lagi dari sabut ini. Jadi banyak juga orang asing yang datang ke sini, mereka minta bahan setengah jadi ke Indonesia," ucapnya.

Bahkan Opik mengaku, pernah diminta perusahaan Pertamina untuk menerima pesanan berbentuk pelampung yang digunakan sebagai Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) atau penyaring yang diletakkan di tanaman seperti pelampung atau hidroponik.

"Ini sebagai salah satu fungsi sabut kelapa dapat diolah menjadi kerajinan baru sehingga sabut kelapa tidak hanya dibuang begitu saja yang pada akhirnya menjadi limbah," katanya.

Sayangnya, kata Opik kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya sabut kelapa masih kurang. Padahal, sabut kelapa dapat menjadi sumber pendapatan di Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik.

Meski pembuatan membutuhkan waktu yang cukup lama dan kerumitan tertentu, dirinya tetap mempertahankan kualitas agar tidak mengecewakan pelanggan. Dalam pembuatan satu produk, katanya membutuhkan waktu yang lama bahkan bisa sampai sebulan tergantung pada ketersediaan bahan dan permintaan pelanggan.

Dalam proses pengerjaannya, Opik menggunakan mesin untuk mengolah limbah kelapa ini. Sebab, tidak semua sabut kelapa bisa diambil menggunakan tangan dan membutuhkan ketelitian.

“Kita pakai mesin pengolah jadi kalau untuk kebutuhan Quantity sabutnya ya tergantung apa yang dibikin? Kalau 200 gram ada yang sampai 500 gram mungkin bisa kurang dari sebulan,” terangnya.

“Pot bunga yang banyak diminati, satu pot kita jual seharga Rp 30 ribuan sampai Rp 50 ribuan itu tergantung ukurannya. Kita juga menjual dengan harga grosir dengan harga Rp 40 ribuan sampai Rp 60 ribuan,” jelasnya.

Namun saat ini, Opik belum menjual kerajinan sabut kelapanya di toko online. Ia mengaku belum siap untuk bersaing di pasar online mengingat harga pokok produksinya belum bisa disesuaikan.