KJDF Fisip Unri Gelar Riset dan Pengabdian Estuari dan Khazanah di Bengkalis

KJFD-Fisip-Unri.jpg
(Dok. KJFD Fisip Unri)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dosen dan mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Jabatan Fungsional Dosen (KJFD) Masyarakat dan Kebudayaan Aquatik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (Unri) akan melangsungkan riset dan pengabdian tri dharma perguruan tinggi. 

Ketua KJFD FISIP Unri, Prof. Yusmar Yusuf, mengatakan kegiatan riset ini akan berlangsung selama satu bulan.

"Hasil keputusan untuk turun lapangan akan dilaksanakan pada 4 Agustus sampai 7 Agustus sedangkan risetnya selama satu bulan penuh," katanya, Jumat, 4 Agustus 2023.

KJFD FISIP Unri akan menumpukan perhatian pada telaah dan kajian progresif terhadap lanskap mangrove estuari di Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis. Riset dan pengabdian pada masyarakat ini bersumber dari pendanaan rutin fakultas bekerjasama dengan Pemkab Bengkalis.

Riset ini diketuai oleh Syafrizal, Manajer Lapangan Riset dan Manajer Pengabdian dipercayakan kepada Resdati yang merupakan dosen senior jurusan sosiologi. Kemudian, Manajer Diskusi Berkala Bulanan dari KJFD ini langsung dikomandani Teguh Widodo. Terakhir, mahasiswa yang dilibatkan Bagus dan Aimoko Silalahi dan kawan-kawan.


Adapun isu yang dibawa mengenai degradasi lingkungan pesisir, ketahanan nasional dan mitigasi kebencanaan menjadi sudut kajian dalam model respons sosial baik secara fungsional maupun struktural.

"Selama di lapangan, tim akan lebih banyak bermastautin di kompleks pertamina RU II, satuan kerja Sei. Pakning. Riset dan penelitian ini akan dengan pendekatan sistemik stoic local. Di dalamnya sudah termasuk mitigasi bencana," katanya.

Dirinya menyatakan sebagai kajian strategis model partisipatoris level individu, kelembagaan dan jejaring kolaboratif, menjadi segi campaign yang diusung dalam penelitian ini. Semua telaah ini dari kaidah simulasi kesadaran stoic (lokal Melayu) yang tak mengheboh ruang ekosistem mangrove melalui serangkaian bentuk perilaku polutif.

Perilaku tersebut berkenaan baik berbasis alasan destinasi wisata, yang sarat menghadirkan faktor kejut (shock factors) lingkungan yang mendorong semacam mode simulasi degradasi lingkungan (apakah polusi bunyi, cahaya) maupun perbuatan-perbuatan superfisial dan artifisial dalam gelungan motto besar “menggerakkan ekonomi masyarakat”, “daya ungkit ekonomi desa” atau pun “destinasi wisata” lokal. 

"Semua label-label tersebut sejatinya bagian dari pendekatan ekonomi ekstraktif, dan yang sedang mengharu-birukan kenyataan sosial dan realitas lingkungan bumi saat ini," ungkapnya.