
Hasan Supriyanto, Sekretaris Wilayah Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Riau dan Anggota TKPSDA Wilayah Sungai
(Dok. Pribadi)
Oleh: Hasan Supriyanto
Sekretaris Wilayah Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Riau dan Anggota TKPSDA Wilayah Sungai Kampar
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tulisan ini merupakan tulisan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul “Nasib Catchment Area PLTA Koto Panjang”. Tulisan sebelumnya sudah dikupas kondisi Catchment Area atau daerah tangkapan air dari sisi vegetasi atau tutupan hutan. Tergambar dengan jelas kondisi tutupan hutan yang semakin kritis berdasarkan analisis Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Indragiri Rokan yang merupakan UPT Kementerian Kehutanan. Namun karena kondisi yang berkembang di seputar kawasan ini yang semakin dinamis dan kompleks, penulis anggap patut untuk kembali dikupas dan dianalisis dari perspektif yang berbeda.
Kondisi terkini yang menarik perhatian publik adalah peristiwa banjir dan jalan longsor. Kedua peristiwa ini menyebabkan terhambatnya lalu lintas antar provinsi dari Riau ke Sumatera Barat dan sebaliknya. Banjir yang terjadi di sekitar Kecamatan Pangkalan Kabupaten Lima Puluh Kota pada akhir November 2024 disebabkan meluapnya sungai. Selain merendam jalan raya, banjir juga menyebabkan kerusakan pada rumah-rumah warga dan fasilitas umum yang berada di sepanjang aliran sungai. Beberapa rumah tergenang air setinggi pinggang orang dewasa. Kondisi ini membuat banyak warga terpaksa mengungsi sementara waktu untuk menyelamatkan diri dan barang-barang berharga.
Peristiwa alam lainnya yang terjadi dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama adalah jalan longsor di jembatan darurat yang dibuat sebagai upaya longsor yang terjadi sebelumnya. Awalnya pembuatan jembatan darurat di ruas jalan di Desa Tanjung Alai sebagai akibat terjadi longsor sebelumnya cukup efektif untuk menjadi alternatif penghubung jalan. Sementara proses pembuatan jalan yang baru belum selesai dan masih dalam pengerjaan. Namun setelah tanah yang di bawah jembatan darurat juga mengalami longsor akibat curah hujan yang tinggi, membuat jembatan darurat juga tidak dapat dilalui kendaraan kecil dan besar kecuali sepeda motor.
Lalu lintas jalan antar lintas Provinsi Riau dan Sumatera Barat kembali praktis tidak dapat dilalui. Kalaupun bisa dilalui, dilakukan melalui mekanisme buka tutup. Jalan baru yang sebelumnya disiapkan untuk dilalui belum rampung dan belum dapat dilalui secara efektif. Akibatnya dilakukan pengalihan jalan dengan menggunakan jalan alternatif yang lebih jauh. Situasi ini tentu saja dikeluhkan masyarakat khususnya pengguna jalan, karena harus melalui jalan alternatif yang tentu saja lebih jauh. Beberapa moda transportasi yang sudah terlanjur sudah berada atau dekat dengan lokasi longsor harus memutar atau bertahan menunggu.
Mungkin tidak banyak yang terpikir bahwa kedua peristiwa tersebut tidak terlepas dari rusak dan menurunnya fungsi daerah tangkapan air atau catchment area PLTA Koto Panjang. Peristiwa banjir dan longsor dengan intensitas yang tinggi dan frekuensi yang semakin sering khususnya yang terjadi di sekitar PLTA Koto Panjang tidak seharusnya dianggap peristiwa biasa dan wajar. Analisisnya harus lebih sensitif dan mendalam dengan memperhatikan berbagai aspek. Analisis yang lebih sensitif dan mendalam menjadi penting agar upaya mitigasi yang patut dilakukan lebih komprehensif dan jangka panjang.
Selain peristiwa banjir dan longsor yang semakin meningkat intensitas dan frekuensinya, terdapat situasi dan kondisi lain yang patut menjadi perhatian pihak terkait. Kondisi tersebut tentu saja dapat berpengaruh serius terhadap daerah tangkapan air PLTA Koto Panjang. Salah satu kondisi tersebut adalah keberadaan bangunan yang bisa jadi dibangun tanpa persetujuan atau izin pihak terkait. Memang sebagian bangunan dimaksud tidak dibangun secara permanen dan mungkin tidak memiliki hak kepemilikan atas tanahnya. Namun sepertinya tidak ada tindakan apapun dari pihak terkait terhadap kondisi ini, yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah bangunan tersebut.
Bangunan yang dibangun oleh pihak tertentu antara lain adalah bangunan peternakan atau sejenis kandang ternak. Posisi bangunan ini dibangun pada area tepi waduk di atas tepi lereng. Dengan posisi bangunan yang demikian, maka bangunan tersebut dikategorikan masuk dalam zona pemanfaatan waduk. Karena berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2023 yang mengatur tentang bendungan, zona pemanfaatan waduk meliputi ruang waduk sampai dengan garis sempadan waduk sebagai fungsi lindung dan fungsi budi daya.
Terdapat juga bangunan lain yang bisa jadi tidak sesuai peruntukan seperti adanya bangunan yang hingga saat tidak terpakai. Selain itu, di bagian tepi waduk sisi kiri, terdapat bangunan vila yang dibangun secara permanen. Tidak ada informasi lengkap dan jelas tentang siapa sebenarnya pemilik atau pengelola bangunan tersebut. Tidak ada juga informasi pasti tentang perizinan atau persetujuan pendirian bangunan tersebut. Namun apapun itu, keberadaan bangunan itu, patut menjadi perhatian dari pihak terkait termasuk manajemen PLTA Kota Panjang.
Fenomena lain yang dapat dilihat kasat mata ketika melewati kawasan ini adalah keberadaan budidaya keramba ikan yang tidak jauh dari bendungan. Sisi positif dari budidaya ini antara lain meningkatkan pendapatan masyarakat dan menyerap tenaga kerja. Tetapi disisi lain, terdapat dampak negatifnya seperti pencemaran limbah pakan dan kotoran ikan yang dapat menurunkan kualitas air. Limbah ikan juga dapat menyebabkan penyuburan perairan yang memicu eutrofikasi yaitu proses peningkatan kadar mineral dan nutrisi di perairan, terutama nitrogen dan fosfor. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya perkembangbiakan tumbuhan air secara berlebihan. Namun diperlukan kajian ilmiah lebih lanjut untuk memastikan kondisi dan asumsi ini.
Kondisi lain yang juga memprihatinkan dan patut menjadi perhatian pihak terkait adalah keberadaan kebun kelapa sawit. Kebun kelapa sawit tersebut berada dan ditanam di sisi kiri tepi waduk, namun tidak ada informasi pasti siapa yang menanam. Padahal keberadaan kebun kelapa sawit ini termasuk dan berada dalam zona pemanfaatan waduk. Keberadaan kebun kelapa sawit ini juga berpotensi menambah sedimentasi selain dari berkurangnya tutupan hutan. Kondisi ini jika dibiarkan akan menjadi preseden dan dapat terjadi dilokasi lain dalam zona pemanfaatan waduk.
Selain faktor lingkungan, pembangunan PLTA Koto Panjang juga menorehkan sejarah yang akan dicatat dan diingat khususnya oleh masyarakat sekitar yang terkena dampak langsung pembangunannya. Karena proses pembangunan PLTA Koto Panjang dari awal sangat dinamis mulai dari perencanaan, pemindahan pemukiman, pembangunan waduk hingga operasional. Pengamatan penulis ketika melakukan kegiatan di sekitar daerah tangkapan air PLTA Koto Panjang, cerita-cerita masa lalu masih tersisa.
Oleh sebab itu, apa yang terjadi pada daerah tangkapan air PLTA Koto Panjang saat ini seharusnya menjadi perhatian khusus dan serius dari para pihak khususnya pemerintah. Karena disamping terdapat aset nasional berupa bendungan yang tentu saja berdampak pada masyarakat luas, bendungan PLTA Kota Panjang juga telah mencatat sejarah yang panjang. Salah satu catatan dalam sejarah panjang ini adalah pengorbanan masyarakat lokal yang terkena dampak dan harus merelakan banyak hal termasuk harta benda. Karena salah satu konsekuensi pembangunan PLTA Koto Panjang adalah pemindahan atau resettlementpemukiman kampung atau desa.
Akibat pembangunan PLTA Koto Panjang ini, terdapat pemukiman desa yang dipindahkan ke lokasi baru. Terdapat 8 (delapan) desa di wilayah administratif Provinsi Riau dan 2 (dua) desa yang berada di wilayah administratif Provinsi Sumatera Barat. Desa-desa ini pada awalnya berada di sekitar tepian sungai Kampar Kanan. Pemindahan dilakukan ke lokasi sekitar yang lebih tinggi dan tidak jauh dari pemukiman sebelumnya, tetapi tidak lagi di tepian sungai. Bahkan beberapa desa dipindahkan ke lokasi yang lebih jauh karena keinginan masyarakat sendiri. Namun tulisan ini tidak secara khusus dan detail membahas pemindahan desa.
Dinamika masyarakat pasca pembangunan PLTA Koto Panjang masih dirasakan dan masih menjadi tuntutan masyarakat. Pasca reformasi di awal tahun 2000-an, ketika kebebasan berpendapat bergulir, masyarakat sekitar melakukan aktivitas pergerakan dengan dukungan dan fasilitasi dari pihak terkait khususnya NGO. Pergerakan dan tuntutan ini dilakukan sampai ke pemerintah Jepang. Pergerakan dan tuntutan ini mengakibatkan pemerintah Jepang sebagai pihak yang mendukung pendanaan pembangunan PLTA Koto Panjang melakukan berbagai langkah untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Puncaknya adalah ketika beberapa anggota parlemen Jepang melakukan kunjungan ke bendungan PLTA Koto Panjang pada Agustus 2006.
Kedatangan parlemen Jepang pada saat itu disambut reaksi yang beragam. Salah satu bentuk penyambutannya adalah melalui aksi demonstrasi dari elemen masyarakat. Aksi demonstrasi inilah yang menyebabkan publik menjadi mengetahui kunjungan tersebut dan akhirnya awareness atau peduli terhadap kawasan ini. Karena kunjungan ini diberitakan oleh sejumlah media massa. Selain itu publik juga mengetahui bahwa ada sesuatu dibalik kunjungan ini. Sejak kunjungan itu, isu penyelamatan daerah tangkapan air PLTA Kota Panjang menjadi perhatian publik. Setelah kunjungan itu, pihak terkait khususnya pemerintah baik pusat maupun daerah semakin intensif melakukan pembahasan terkait upaya apa yang patut dilakukan.
Sebenarnya sebelum kunjungan dan saat kunjungan itu, beberapa elemen institusi tengah melakukan berbagai upaya, kegiatan dengan pendekatan dan metode yang berbeda. Mulai dari penggalian informasi, pertemuan dan dialog dengan masyarakat lokal, kunjungan lapangan, rapat-rapat koordinasi hingga penyusunan perencanaan dan strategi implementasinya. Di antara pihak-pihak tersebut antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat atau NGO, konsultan, akademisi dan instansi pemerintah. Masyarakat lokal termasuk tokoh kunci termasuk perangkat desa dan tokoh adat menjadi banyak kedatangan tamu. Berbagai pertemuan dan dialog di tingkat tapak dengan masyarakat lokal juga dilakukan. Pertemuan-pertemuan koordinasi dengan instansi terkait juga dilakukan, baik di Provinsi Riau maupun di Provinsi Sumatera Barat.
Pasca situasi itu, tidak banyak informasi yang dapat diterima masyarakat luas atau publik seputar apa hasil yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut. Langkah-langkah apa yang dilakukan juga tidak diketahui secara luas. Penulis sendiri tidak memperbaharui informasi terkini dikawasan tersebut. Namun berdasarkan informasi dari beberapa orang tokoh masyarakat yang secara khusus menghubungi penulis secara lisan, menyampaikan bahwa tidak banyak perubahan yang terjadi di kawasan ini. Informasi ini tentu saja perlu dan patut diklarifikasi lebih jauh.
Perubahan dan dinamika saat ini diyakini masih dinamis, karena berbagai hal mengalami perubahan seiring perjalanan waktu. Perubahan yang terjadi antara lain jumlah desa dan kecamatan yang bertambah akibat pemekaran. Jumlah penduduk juga sudah pasti mengalami perubahan. Persoalan sosial, ekonomi dan budaya yang mengikuti situasi itu juga pasti berubah. Kebutuhan dasar dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sudah pasti meningkat. Salah satu kebutuhan dasar adalah kebutuhan ruang atau lahan baik untuk kepentingan pemukiman maupun kepentingan mata pencaharian.
Apapun yang sudah dilakukan dari proses semasa itu dan dibandingkan dengan masa sekarang, akan sangat mungkin situasinya tidak sesuai harapan bersama. Namun demikian tidak elok juga kita menilai terlalu cepat situasi ini. Diperlukan analisis lebih jauh tentang kondisi kawasan ini yang tentu saja melibatkan pihak-pihak terkait. Asumsi-asumsi bisa saja muncul dengan pengamatan sepintas terhadap situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Oleh sebab itu upaya yang dapat dilakukan dalam jangka pendek untuk memastikan asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, perlu diskusi terbuka dan terfokus bisa dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD). Harapan dari proses ini adalah tergambar kondisi terkini yang terjadi di daerah tangkapan air PLTA Koto Panjang. Selain itu diharapkan juga adanya masukan dan saran dari pihak terkait dalam upaya perbaikan pengelolaan daerah tangkapan air PLTA Kota Panjang baik dari aspek lingkungan maupun aspek lingkungan. Dari proses ini juga diharapkan dapat diidentifikasi usulan atau rekomendasi yang patut dilakukan walaupun masih bersifat umum atau makro. Pihak-pihak terkait yang dapat dihadirkan dalam proses ini antara lain adalah pemerintah dari pusat hingga desa, manajemen PLTA Koto Panjang, perwakilan masyarakat, NGO, pengguna air dan pihak terkait lainnya.
Kedua, dilakukan kajian yang secara khusus dilakukan untuk memperbaharui informasi yang sudah ada tetapi mungkin sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Melalui proses kajian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman pengambilan keputusan berikutnya. Kajian diharapkan dilakukan oleh pihak yang independen yang secara objektif dapat mengamati dan mengeksplorasi kondisi PLTA Kota Panjang. Selain itu, melalui kajian ini juga diharapkan ada rekomendasi yang patut dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan PLTA Koto Panjang.
Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan sebagai respon cepat dalam menyikapi kondisi daerah tangkapan air (catchment area) PLTA Koto Panjang. Karena kalau menunggu langkah lanjutan yang memerlukan proses panjang, maka khawatir isu tentang penyelamatan daerah ini akan hilang. Akibatnya, kembali kawasan ini menjadi dibiarkan tanpa ada upaya penyelamatan. Sementara itu, dampak dari kondisi saat ini baik dampak lingkungan maupun sosial akan terus terjadi. Tentu situasi ini tidak kita harapkan terus terjadi di waktu mendatang. Semoga.