Antikorupsi yang Kehilangan Makna

Oleh-Ilham-Muhammad-Yasir-Redaktur-Eksekutif-Riau-Online.jpg
(Istimewa)

Oleh Ilham Muhammad Yasir

RIAU ONLINE, PEKANBARU - SEMBILAN Desember 2024, pagi ini langit terlihat mendung. Riau dan 12 kabupaten/kota baru saja melaksanakan pesta demokrasi, memilih Gubernur, Bupati dan Walikota-nya. Hari ini adalah hari peringatan Antikorupsi se-Dunia (International Anti Corruption Day). Genap pula, bagi Indonesia sudah 20 tahun ikut menandatangani United Nations Convention Against Corruption/UNCAC). Sebagai komitmen Indonesia bersama 137 negara di dunia menyatakan perang melawan kejahatan korupsi. Bagi Riau, di tanggal yang sama hari ini, 10 tahun lalu, Riau pernah sebagai tuan rumah peringatan Hari Antikorupsi se-Dunia. Penulis, ketika itu bersama beberapa perwakilan koalisi masyarakat sipil, organisasi kepemudaan, organisasi mahasiswa mendapat kehormatan mendampingi Ketua Harian LAM Riau (alm), Datuk Sri Alazhar menjadi deklarator komitmen antikorupsi dari Bumi Lancang Kuning Riau, di depan kantor Gubernur.

Ketika itu, bukan tanpa alasan kenapa peringatan itu diadakan di Riau. Karena banyaknya jumlah kasus korupsi yang terungkap di sini. Jumlahnya tidak terhitung lagi. Bahkan, Riau posisinya selalu berada di rangking 10 besar dalam kasus korupsi. Riau dalam 10 tahun terakhir sejak 2003 juga menjadi lumbung korupsi yang sangat subur. Indeks korupsinya selalu merah. Rutin menjadi penyumbang setia terhadap indeks persepsi korupsi (IPK) nasional menjadi rendah. Menariknya, pada peringatan hari Antikorupsi ketika itu Pemprov Riau membangun tugu peringatan Antikorupsi di dalam area kompleks ruang terbuka hijau (RTH), bekas kantor Dinas PU. Lucunya, proyek pembangunannya syarat dengan aroma korupsi. Akibatnya, Kadis PU bersama puluhan orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka proyek tersebut.

Kembali ke alasan Riau sebagai tuan rumah. Karena waktu itu baru saja heboh. Ada hattrick (tiga kali) berturut-turut Gubernur Riau ditangkap KPK. Tiga bulan jelang peringatan hari antikorupsi, masyarakat Riau dikagetkan dengan penangkapan Gubernur Annas Maamun (2014 – 2019), 25 September 2014. Padahal, Annas baru menjabat 7 bulan sejak dilantik, 21 Februari 2014. Annas tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta. Anas sedang menerima gratifikasi dalam perkara pengurusan alih fungsi hutan dan proyek pembangunan fasilitas umum.

Di tahun yang sama, Gubernur Riau sebelumnya, Rusli Zainal (2008 – 2013) ditahan KPK. Tepat saat ketika Annas Maamun – Andi Rachman dilantik waktu itu sebagai gubernur terpilih menggantikannya, 21 Februari 2014. Rusli yang menjabat Gubernur Riau dua periode. 2004–2008, dan 2008–2013, terjerat kasus korupsi kehutanan dan kegiatan PON di Riau 2012. Rusli sudah ditetapkan setahun sebelumnya sebagai tersangka di akhir masa jabatannya, 20 Februari 2013.


Sebelumnya, Gubernur Riau 1998–2003, Saleh Djasit juga berurusan dengan Lembaga anti rasuah ini. Ia ditahan KPK, 19 Maret 2008 saat masih aktif menjabat sebagai anggota DPR RI Komisi VII. Saleh Djasit terbelit kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Kasus-kasus serupa sudah tak terhitung lagi jumlahnya di Riau. Mungkin sudah ratusan kasus dalam 20 tahun terakhir ini. Baik yang melibatkan kepala dinas di tingkat provinsi, bupati/walikota dan hingga anggota DPRD. Ketua DPRD Riau 2009–2014, Djohar Firdaus dan 2014–2019, Suparman juga terlilit kasus korupsi serupa. Di masa ini, anggota DPRD Riau memecahkan rekor paling terbanyak terjerat kasus korupsi. Mulai dari wakil ketua, ketua fraksi, ketua komisi dan anggota. Semua modusnya sama. Korupsi menjarah keuangan negara. Dan, korupsi karena menerima gratifikasi ketika sedang menjabat sebagai pejabat negara. Untuk setingkat bupati/walikota di 12 kabupaten/kota di Riau. Dalam catatan kita bersama, hampir tidak ditemukan satu pun kabupaten/kota yang kepala daerahnya tidak terjerat kasus korupsi. Belum lagi setingkat kepala-kepala dinasnya di kabupaten/kota sudah tak terhitung lagi. Semuanya sudah pernah menorehkan tinta hitam. 

Riau dan 12 kabupaten/kota baru saja memilih para kepala daerahnya. Tinggal menunggu pelantikannya saja. Untuk anggota DPRD-nya sudah lebih dulu dilantik, kurang lebih 2 bulan lalu. Untuk gubernur, 2 gubernur sebelumnya Riau selamat. Mudah-mudahan tidak terulang lagi, heatrik-nya. Gubernur dan Wakil Gubernur Riau yang terpilih, juga harus mengambil pelajaran dari kejadian gubernur-gubernur sebelumnya. Begitu juga para bupati dan walikota. Masih segar ingatan kita semua. Dua bupati hasil pemilihan 2020, baru saja menjabat di Kuansing dan Kepulauan Meranti, ditangkap. Lagi-lagi karena kasus korupsi. Sebagian uangnya itu terkait biaya pencalonannya saat menjadi bupati, dan ada juga untuk persiapan untuk keperluan persiapan pencalonan Gubernur Riau 2024. Ini harus betul-betul menjadi pengingat kita semua. Kita baru saja kaget. Ketika Pj Walikota Pekanbaru, yang baru menjabat seumur jagung terjerat OTT KPK. Tidak masuk akal. Jabatannya yang tak sampai setengah tahun, tapi masih disempatkan untuk menguras uang negara.

Di momen hari ini, 9 Desember 2024 peringatan Hari Antikorupsi kali ini harus jadi pengingat untuk tidak melakukan korupsi lagi. Bukan sekadar hanya seremonial belaka. Yakinlah, kalau peringatan tersebut masih dianggap seremonial. Kita semua tinggal menunggu waktunya, kasus-kasus serupa terulang lagi. Jargon antikorupsi, benar-benar tak punya makna lagi.***

Baca Juga : Rahasia Menangkan Games Slot 777 Gacor Gampang Maxwin

*Anggota Komunitas Jaringan Peduli Antikorupsi, mantan Ketua AJI Kota Pekanbaru 2010–2013