Demokrat Tuding Yusril Bantu Moeldoko demi Ekonomi Bukan Demokrasi

Herzaky-Mahendra-Putra.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU-Partai Demokrat memandang upaya penjatuhan Agus Harimurti Yudhoyono dari tampuk pimpinan Partai Demokrat oleh Kepala Staff Presiden (KSP), Moeldoko, adalah langkah politik praktis.

 

Alih-alih untuk demokrasi, kerjasama antara Yusril Ihza Mahandera yang menjadi pengacara eks kader Demokrat itu dipandang justru berdasarkan kepentingan ekonomi.


"Strategi mereka, Dalangnya Moeldoko, Wayangnya Yusril, dengan pemeran pembantu para pemohon tersebut. Kita tahu, bahwa yang namanya kontrak profesional, pasti ada rupiahnya. Itu wajar. Tapi kami minta agar Yusril mengakui saja. Jangan berkoar-koar demi demokrasi," ujar Ketua Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menyebut keduanya berkongsi melakukan siasat jahat tak hanya ke Partai Demokrat namun juga rakyat, Herzaky melalui rilis media, Senin, 4 Oktober 2021.

 



"Kami memandang ulah KSP Moeldoko yang berkoalisi dengan Yusril, bukan hanya terhadap kader Partai Demokrat, tetapi juga kepada Rakyat Indonesia, akhir-akhir ini sudah sangat keterlaluan; melakukan siasat demi siasat jahat," ujar

Ia menambahkan, alasan penyelamatan demokrasi yang didengungkan Yusril tidak masuk akal karena seharusnya jika tujuannya menyelamatkan demokrasi maka langkahnya adalah membenarkan AD-ART.

"Kalau benar demi demokrasi, benarkan dulu AD ART Partainya. Itu baru masuk akal.  Jika keberatan dengan AD ART, ajukan ke Mahkamah Partai, bukan ke Mahkamah Agung," tegas Herzaky.

Keduanya disebut Herzaky sebagai orang yang memiliki ambisi politik tinggi sehingga wajar berkoalisi menjatuhkan AHY.

"Kami katakan bahwa kami tidak terkejut kalau dalam mencapai ambisinya, KSP Moeldoko berkoalisi dengan Yusril. Kedua orang ini sama-sama ambisiusnya, Egomania," paparnya.

 

 

 


Tak hanya itu, Herzaky juga menyebut Yusril yang sempat mengungkit-ungkit dukungan partainya, Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai koalisi Demokrat saat memajukan SBY menjadi presiden juga tak masuk akal.

Secara aturan, tanpa PBB, SBY dengan dukungan Demokrat tetap bisa maju sebagai calon presiden. Karena baik dilihat dari perolehan suara maupun kursi, sudah memenuhi syarat.

"Kami mempersoalkan intelektualitas dan respons Yusril. Kurang cerdas dan terlalu emosional," tutup Herzaky.

 

Yusril Ihza Mahendra menggugat atau judicial review (JR) AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) sesuai permintaan kliennya yakni kader Demokrat yang dipecat.