Fitra Riau: Jumlah Pegawai Pemprov Riau Turun, Tapi Alokasi Gaji di APBD Naik

ILUSTRASI-GAJI-PNS2.jpg
(LIPUTAN6.COM)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau mendesak Gubernur Riau, Syamsuar, untuk segera melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap Belanja tak Langsung, termasuk di dalamnya digunakan membayar gaji, dan tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di Pemerintah Provinsi (Pemprov). 

Selain untuk gaji pegawai dan TPP, belanja tak langsung juga diberikan untuk hibah, bansos, Bagi hasil dan bantuan keuangan kepada kabupatan, kota dan desa, serta belanja tidak terduga. Sedangkan untuk belanja langsung atau belanja publik terdiri dari belanja barang jasa dan modal dialokasikan lebih rendah, 45 persen atau setara Rp 4,10 triliun.

"Menjadi pertanyaan, terjadinya peningkatan alokasi belanja gaji pegawai ini bertolak belakang dengan jumlah ASN dibiayai setiap tahunnya. Misalnya, 2017, jumlah ASN Golongan I-IV berjumlah 16.672 orang, kemudian 2019 turun menjadi 16.220 orang. Artinya dengan pengurangan ASN sejumlah 452 orang di tahun ini, maka seharusnya belanja pegawai ikut menurun, justru sebaliknya alokasi belanja pegawai terus meningkat," kritiknya. kata Deputi Forum Indonesia Transparansi untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Tarmizi, kepada RIAUONLINE.CO.ID

Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau 2019, tuturnya, telah ditetapkan sejumlah Rp 9,17 triliun, lebih dari setengahnya, 55 persen atau setara dengan Rp 5,07 triliun dialokasikan untuk belanja tidak langsung.

 

Tarmizi menjelaskan, dari Rp 5,07 triliun tersebut, di antaranya Rp 2,4 triliun digunakan untuk gaji dan TPP pegawai Pemprov Riau. Jumlah tersebut, tuturnya, setara dengan belanja fungsi pendidikan 2019 sebesar Rp 2,12 triliun.

Ia menguraikan, alokasi belanja pegawai 2017 sebesar Rp 2,34 triliun, setahun kemudian Rp 2,35 triliun dan tahun ini, 2019, sejumlah Rp 2,41 triliun.


 

Jika dilihat secara lebih rinci lagi, ujarnya, belanja pegawai Pemprov Riau, terdapat beberapa item akan diterima setiap ASN saban bulan. Di antaranya gaji pokok atau uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai atau TPP, penerimaan lain pimpinan dan anggota DPRD serta Gubernur-Wagub, termasuk biaya dan insentif pegawai pemungut pajak. 

"Kenaikan gaji pegawai yang tinggi dari penambahan penghasilan diperoleh dapat menyebabkan beban anggaran daerah," ungkapnya.

Ia menyarankan agar Gubernur Syamsuar tidak hanya memaksimalkan penggunaan anggaran dengan menaikan gaji dan tunjangan, apalagi ada penambahan penghasilan pegawai.

Namun, lebih penting dari itu semuanya bagaimana mencapai target kinerja, sehingga menjadi prestasi kerja setiap pegawai.  "Konsekuensinya ketika target tidak tercapai, maka pemerintah harus mengevaluasi item-item belanja pegawai tersebut untuk efektifitas dan efesiensi penggunaan anggaran," jelasnya. 

Tarmizi menyadari, Pemprov Riau masih sanggup dan memungkinkan untuk membiayai belanja pegawai tersebut. Namun, dengan belanja pegawai sangat besar, akan berdampak pada beban keuangan daerah untuk sektor lainnya, seperti membiayai kebutuhan publik.

"Pemerintah dapat melakukan efesiensi belanja pegawai, karena dari alokasi belanja tidak langsung rata-rata 43 persen digunakan untuk belanja gaji pegawai, sedangkan belanja langsung atau belanja publik selalu dialokasikan lebih rendah," katanya menganalisis postur APBD Riau. 

Dengan kondisi tersebut, Pemprov Riau perlu meninjau ulang kebijakan anggaran, terutama belanja pegawai agar tidak membebani anggaran daerah. Disamping itu, masih banyak terdapat belanja-belanja lainnya berpotensi boros dan menjadi ruang korupsi, seperti di perjalanan dinas, makan minum dan kebutuhan kantor dan aparatur lainya.

"Pemerintah perlu memperketat penggunaan anggaran terutama tekait belanja pegawai dan belanja rutin berpotensi membebani keuangan daerah dan tidak berorientasi pada tujuan pembangunan daerah," pungkasnya. 

Sementara itu, Gubernur Riau, Syamsuar menanggapi pandangan umum sejumlah fraksi di DPRD Riau menyoroti borosnya anggaran APBD terhadap belanja pegawai dibandingkan belanja modal.

Menurutnya, hal tersebut merupakan masukan baik dan ia mencoba mengubah postur anggaran di APBD Perubahan 2019 saat ini sedang tahap pengajuan.

"Tentunya saran yang bagus, nanti kita perbaiki, kita atur antara kebutuhan Pemda dengan kebutuhan masyarakat," jelas Syamsuar, Senin, 17 Juni 2019.

Selain itu, dengan adanya pengurangan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam waktu yang depan diyakini Syamsuar juga akan bisa mengurangi anggaran belanja pegawai. "Nanti kita lihat posturnya, dengan adanya pengurangan OPD nanti itu akan berkurang," ulasnya.