Gakkum LHK Dalami Dugaan Perambahan Hutan Lindung PT MAL

Kebun-Kelapa-Sawit1.jpg
(INDUSTRI.BISNIS.COM)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Balai Penegakan Hukum Wilayah Seksi II Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan tengah mendalami dugaan perambahan kawasan hutan lindung Bukit Betabuh, Kabupaten Indragiri Hulu oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. 


Kepala Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah II Sumatera Eduwar Hutapea mengatakan dalam waktu dekat pihaknya berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Gakkum KLHK untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi.

"Kita segera koordinasi dengan Dirjen dan dalam waktu dekat kita agendakan turun ke lapangan," kata Edo.

Dugaan perambahan kawasan hutan lindung itu dilakukan oleh perusahaan perkebunan sawit swasta PT Mulia Agro Lestasi (MAL) di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Perusahaan perkebunan itu diduga melakukan tindakan perambahan lahan konservasi Bukit Betabuh, Desa Pauh Peranap, Kecamatan Peranap hingga mencapai 3.000 hektare.

Edwar mengaku dirinya telah mendapat informasi dugaan perambahan tersebut sejak awal pekan lalu.

Namun, dia menuturkan pihaknya tidak langsung melakukan penindakan karena sejatinya kewenangan penegakan hukum ada di pemerintah daerah setempat.

Meski begitu, dia memastikan apabila pemerintah daerah tidak kunjung melakukan penindakan, maka Pemerintah Pusat akan segera menindaklanjuti dugaan perambahan tersebut.

"Katakan bila Provinsi tidak sanggup atau tidak melakukan, maka tentunya pemerintah pusat bertanggung jawab menyelesaikan itu. Artinya kami," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani.

Ridho sebelum ini menyatakan pihaknya segera mempelajari dugaan perambahan hutan kawasan lindung yang terjadi di wilayah tersebut.

Dugaan perambahan kawasan hutan lindung Bukit Betabuh sebelumnya turut dikeluhkan oleh Pemkab Indragiri Hulu.


Bahkan, dalam pernyataannya Kasi Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMP-TSP) Pemkab Indragiri Hulu, Sutrisno menyatakan tidak pernah menerbitkan izin usaha perusahaan tersebut.

"Iya, izin perusahaan itu (PT MAL) sangat tidak ada. Pengajuan izin pernah ditolak (Bupati Indragiri Hulu) karena berada di kawasan hutan lindung," kata Sutrisno.

Informasi yang diperoleh, PT MAL juga memanfaatkan sejumlah massa untuk menjadi bagian dari Koperasi Tani Sawit Mulia Lestari yang diketuai TJ Purba.

Namun, TJ Purba yang merupakan Manager PT MAL tersebut, menggerakkan massa untuk memanen sawit dengan alasan koperasi.

Bahkan pupuk mereka dipasok oleh APKASINDO sekaligus pemasok tenaga kerja.

"Kalau Koperasi Tani Sawit Mulia Lestari terdaftar, namun untuk peradagangannya sawitnya yang berada di kawasan hutan lindung, itu bukan wewenang kami," lanjutnya Sutrisno.

Izin lokasi yang diajukan PT MAL yang kini berubah nama menjadi PT Runggu Prima Jaya ditolak Bupati Indragiri Hulu, Yopi Arianto, tahun 2011 lalu.

Izin yang ditolak itu bernomor 011/MAL/EST/VI/2011 tertanggal 7 Juni 2011 ditandatangani Direktur Utama IR Henry Pakpahan.

Dalam surat itu, PT MAL memohon izin lokasi untuk industri perkebunan sawit di Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap seluas 500 hektare.

Pihak perusahaan mengkalim sudah melakukan ganti rugi lahan masyarakat.

Namun di lapangan, tidak ada kebun masyarakat, melainkan hutan lindung Bukit Betabuh yang dieksploitasi perusahaan.

Hal itu terungkap ketika DPRD Indragiri Hulu memanggil PT MAL untuk dilakukan hearing. Saat itu hearing dihadiri sejumlah pejabat Pemkab Indragiri Hulu dan anggota dewan, namun pihak perusahaan tidak pernah datang.

Akhirnya, apa yang dilakukan PT MAL pun dilaporkan ke Polda Riau atas dugaan perambahan hutan lindung Bukit Betabuh.

Namun sejak dilaporkan pada 2017 lalu, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu belum ada perkembangan berarti.

PT MAL sendiri diketahui bekerjasama dengan APKASINDO Kabupaten Indragiri Hulu di bawah pimpinan Gulat Medali Emas Manurung, yang merupakan mantan terpidana kasus korupsi suap alih fungsi lahan bersama eks Gubernur Riau Anas Maamun. (**)