Mengenal Tradisi Baraan, Halal Bihalal Versi Masyarakat Bengkalis

tradisi-baraan.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, BENGKALIS - Bara'an adalah nama yang disematkan pada tradisi turun temurun itu. Tradisi yang tak pernah lekang oleh waktu, dijaga dari generasi ke generasi hingga kini.

Tradisi itu barangkali yang membuat setiap perantau ingin kembali pulang ke Pulau Bengkalis setiap lebaran tiba. Tradisi yang melekat erat dan merekat tali persaudaraan antar sesama.

Secara harfiah, Bara'an mirip dengan halal Bihalal yang jamak dilakukan masyarakat Nusantara. Tapi di Bengkalis, Bara'an dilakukan, begitu juga halal bihalal. Tentu waktunya berbeda. Bara'an biasa dilakukan sejak satu Syawal. Di beberapa tempat, Bara'an yang juga punya sebutan lain sebagai "rombongan" itu dilakukan hingga sepekan lamanya.

Lantas apa itu Bara'an?. Secara rinci tidak ada penjelasan makna Bara'an tersebut. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia juga tidak ditemukan makna kata itu.

Akan tetapi, menurut salah seorang masyarakat yang lahir dan besar di Pulau Bengkalis, Amarudin, Bara'an adalah kegiatan sekelompok orang yang berada di satu lingkungan dusun, RW atau RT yang sama dan saling mengunjungi secara bersamaan pula.

Amarudin yang berusia separuh abad yang hingga kini masih aktif sebagai tenaga pendidik di salah satu daerah terpencil di Kecamatan Bantan itu mengatakan masyarakat secara bersamaan, baik tua, muda, pria, wanita mengunjungi satu persatu rumah. Mereka saling bermaafan dan mendoakan. Mencicipi hidangan yang pasti disediakan.

Para perantau yang lahir dan besar di Bengkalis pasti akan merindukan momen Bara'an itu. Magnet kebersamaan yang sulit untuk dilupakan. Dan jelas tidak ditemukan di daerah lainnya. Yang barangkali hanya satu-satunya di Indonesia.


Momen itu secara tidak langsung menjaga tali persaudaraan dan kebersamaan antar warga terus terjaga erat. Baik di Kota maupun desa terpencil di Pulau Bengkalis, sama-sama secara sukarela dan bahagia melaksanakannya.

Seperti yang terpantau di RT Pancasila Desa Selatbaru. Pagi di hari kedua Syawal, Ibu Purwati, sejak pukul 03.00 WIB dinihari telah sibuk berada di dapur. Dibantu anak dan menantunya, PNS yang sejatinya perantau dari Pacitan, Jawa Timur, itu menyiapkan sejumlah menu sarapan. Menu yang disiapkan untuk warga yang akan melakukan Bara'an pagi harinya.

Opor ayam, lontong dan ketupat serta pecel telah dihidangkan. Kediaman Ibu Purwati pagi itu akan menjadi destinasi pertama dimulainya kegiatan Bara'an. Istri dari Amarudin itu bahagia, meski harus bangun sangat pagi untuk menyiapkan semua.

Jelas, meskipun dia harus beradaptasi dengan tradisi yang tidak ditemukan di kampung halamannya di Pulau Jawa, diakuinya momen Bara'an adalah even penting yang harus disambut dan disiapkan.

Sedikitnya sebanyak 20 rumah yang harus di kunjungi di RT tersebut. Secara bergantian mereka akan saling mengunjungi dan bermaafan. Kegiatan Bara'an di tempat itu hanya berlangsung setengah hari karena jumlah rumah yang dikunjungi tidak terlalu banyak.

Setiap satu rumah, untuk kegiatan doa, bercengkrama dengan tuan rumah serta mencicipi hidangan menghabiskan waktu antara 7 hingga 12 menit.

Namun, kondisi berbeda akan ditemukan di sudut kampung lain di Pulau Bengkalis. Di Desa Wonosari, Kecamatan Bengkalis misalnya. Di sana kegiatan Bara'an bisa berlangsung hingga tiga hari lamanya. Jumlah warga yang terlibat dan rumah yang dikunjungi lebih banyak dibandingkan dengan RT Pancasila, Desa Selatbaru.

Sementara di beberapa lokasi lain, bahkan kegiatan Bara'an atau rombongan itu dapat berlangsung hingga lebih dari sepekan lamanya. Tentu itu semua tergantung dengan kesepakatan antar warga, dan kesiapan tuan rumah yang akan dikunjungi. Apapaun itu, kegiatan tersebut sarat akan manfaat dan menurut warga setempat, lebaran di Bengkalis identik dengan Bara'an.

Pemuda desa Selatbaru, Ibnu mengatakan kegiatan Bara'an telah diturunkan dari generasi ke generasi. Secara berkesinambungan pemuda juga belajar untuk menjaga tali silaturahmi dan kebersamaan sesama mereka.

Selain itu Ibnu mengatakan setiap lebaran begitu banyak pemuda desa yang sebelumnya merantau ke kota atau bahkan ke negeri Jiran Malaysia kembali ke kampung halaman. Mereka sangat merindukan tradisi ini.

Selain Bara'an, magnet lain yang menarik para perantau kembali ke kampung halaman adalah gemerlap pertunjukan lampu colok pada setiap tiga malam terakhir di Bengkalis. Kegiatan itu telah tersohor hingga seluruh penjuru negeri dan pemerintah setempat menjadikannya sebagai even wisata, meski pemerintah setempat sendiri tak begitu berpartisipasi dalam menjaganya.