Cerita WNI Berpuasa 15 Jam di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat

Suasana-Berbuka-Puasa-di-Amerika-Serikat.jpg
(REUTERS/AMR ALFIKY)

RIAU ONLINE - Jalani puasa Ramadan jauh dari tanah air, menjadi sesuatu hal berkesan dan tak terlupakan bagi warga negara Indonesia di negeri Paman Sam, Amerika Serikat. 

Apalagi, di Amerika Serikat (AS), terdapat empat musim selama setahun silih berganti, antara lain semi, panas, gugur, dan dingin. Bandingkan dengan Indonesia, hanya dua musim saja, hujan dan kemarau. Dampaknya, ini mempengaruhi lama atau pendeknya waktu berpuasa. 

Bila Ramadan jatuh pada musim dingin, maka berpuasa terasa lebih mudah dan ringan. Sebab, siang hari menjadi lebih pendek sehingga orang tidak harus berpuasa lama. Selain itu, karena udara dingin, Muslim menjalankan puasa tidak gampang haus dan tidak berkeringat sebanyak, misalnya, saat musim panas.

Keadaan menjadi sebaliknya jika bulan puasa jatuh pada musim panas. Ramadan di Amerika tahun ini, 2019, jatuh di musim semi jelang musim panas. Cuaca mulai panas dan sering hujan.

Puasa Ramadan di Amerika Serikat

UMAT Muslim menjalankan Salat Magrib usai berbuka puasa pada hari keenam Ramadan di Dar Al Hijrah Islamic Center di Falls Church, Virginia, Sabtu, 11 Mei 2019.

Berpuasa mulai terasa berat, sebab waktu berpuasa memang cukup panjang rata-rata 15 jam sehari dengan suhu udara di atas 50 derajat Fahrenheit atau 10 derajat Celcius.


Di beberapa negara Eropa Utara, seperti Norwegia, Swedia dan Islandia, waktu berpuasa bisa rata-rata mencapai 20 jam atau lebih pada musim panas. Dan di beberapa tempat di atas Kutub Utara, matahari tidak pernah terbenam pada musim panas.

Dalam hal ini majelis agama Islam menetapkan Muslim boleh berpuasa sesuai dengan waktu yang berlaku di negara Muslim terdekat atau berpuasa dengan waktu yang berlaku di Mekah.

Sama halnya dengan di Indonesia, Ramadan biasanya diisi dengan berbagai kegiatan, seperti salat tarawih di masjid atau di rumah-rumah biasanya dilakukan bergilir.

Bagi Muslim asal Indonesia di Amerika, barangkali terasa hilang dari suasana Ramadan adalah juadah, penganan berbuka puasa. Makanan berlimpah tetapi tidak sama dengan di tanah air.

“Pada bulan Ramadan kami berpuasa selama 30 hari. Saya tidak makan apa-apa dari subuh hingga magrib. Saya juga tidak makan di sekolah. Kalau saya pergi ke masjid, di sana juga tidak ada orang yang makan…dan saya lapar sekali,” kata seorang anak laki-laki.

Patroli Polisi Jaga Keamana Masjid di Amerika Serikat

MOBIL patroli polisi berjaga saat salat Jumat di Diyanet Center of America di Lanham, Maryland, 10 Mei 2019.

Pada Ramadan kali ini, suasana ibadah di Amerika Serikat diliputi oleh kekhawatiran mengenai masalah keamanan.

Dengan tragedi terjadi belakangan ini seperti penembakan di masjid di Selandia Baru, penembakan di sinagoga di San Diego sudah wajar masjid sekarang sangat mengutamakan keamanan. Keamanan tadinya juga ada hanya sekarang diperkuat.

Berdasarkan angka Biro Penyelidikan Federal (FBI) kejahatan kebencian berdasarkan agama terus bertambah dengan sasaran utama Yahudi dan Muslim. Pada 2017, tercatat ada 273 insiden anti Muslim di Amerika. Dengan hal ini, umat Muslim senantiasa waspada akan keamanan lingkungan masjid. Apalagi pada bulan puasa masjid selalu dipenuhi umat.