Sepanjang 2018, Inilah 18 Kepala Daerah Jadi Tersangka KPK

Korupsi-Ilustrasi.jpg
(LIPUTAN6.COM)


RIAU ONLINE - Komisi Pemberantasan Korupsi tak henti memburu para koruptor yang tak juga kapok meski KPK tak henti melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Baru-baru ini adalah penetapan tersangka terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yason pada Senin, 15 Oktober 2018. KPK ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Namun jauh sebelum Neneng, sepanjang 2018 ternyata sudah ada 17 kepala daerah yang ditangkap oleh KPK. Di antaranya adalah Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat, Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud, dan Bupati Purbalingga Tasdi.

Kemudian Walikota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar, Bupati Bandung Barat Abu Bakar, dan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Ditetapkannya mereka sebagai tersangka pun dalam kasus yang berbeda-beda.

Berikut 18 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, melansir Liputan6.com, jaringan RIAUONLINE.CO.ID, Selasa, 16 Oktober 2018:

1. Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Pada 4 Januari 2018 Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah H Abdul Latif ditangkap. Latif selanjutnya didakwa menerima suap Rp 3,6 miliar dari Dony Witono, Direktur PT Menara Agung Perkasa terkait proyek pengerjaan ruang perawatan kelas I, II, VIP, dan super VIP Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai.

Uang suap diterima Latif melalui Fauzan Rifani, Ketua KADIN Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jaksa penuntut umum (JPU) pun menuntut Latif dengan hukuman 8 tahun kurungan ditambah denda Rp 600 juta atau enam bulan penjara.

2. Bupati Jombang

Nyono Suharli, Bupati nonaktif Jombang itu terjerat kasus dugaan korupsi suap untuk menetapkan Inna Silistyowati sebagai kepala Dinas Kesehatan definitif pada 3 Februari 2018. Total suap yang diberikan kepada Nyono Suharli berjumlah Rp 275 juta.

Inna diduga mengumpulkan uang suap dari 34 puskesmas di Jombang dan diberikan kepada Bupati Nyono. Pemberian diperuntukkan agar Inna yang menjabat sebagai pelaksana tugas menjadi Kadis Kesehatan definitif.

Bahkan, Nyono menggunakan uang suap itu untuk membiayai kampanye dalam Pilkada Bupati Jombang 2018. Bupati Nyono diduga telah menerima sekitar Rp 275 juta dari Inna.

Dalam kasus yang berawal dari operasi tangkap tangan ini, tim penindakan KPK mengamankan uang sebesar Rp 25.550.000 dan USD 9.500.

Nyono divonis tiga tahun enam bulan penjara dengan denda sebesar Rp 200 juta, subsider dua bulan penjara. Putusan ini terbilang ringan dari tuntutan jaksa KPK karena sebelumnya, Nyono dituntut delapan tahun penjara dengan denda Rp 300 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara.

3. Bupati Ngada

Pada 11 Februari 2018, KPK menangkap Bupati Ngada Marianus Sae. Ia disebut menerima uang suap untuk maju dalam kontestasi politik. Marianus sendiri merupakan tersangka dugaan meneria suap terkait proyek-proyek di lingkungan Ngada.

Bersama dengan Marianus, KPK juga menjerat Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu selaku pemberi suap. Wilhelmus diduga memberi sekitar Rp 4,1 miliar kepada Marianus dalam kurun November 2017 hingga Februari 2018.

Diduga, uang suap itu akan digunakan Marianus untuk maju sebagau Gubernur NTT dalam Pilgub NTT 2018. Marianus bersama Emilia Nomleni maju dalam Pilgub NTT dengan diusung PDIP dan PKB dengan nomor urut 2.

Dugaan uang untuk dijadikan modal kampanye lantaran dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim Satgas KPK terhadap Marianus di Surabaya, politisi PDI Perjuangan itu tengah bersama dengan Ketua Tim Psikotes bakal calon Gubernur NTT, Ambrosius Tirta Santi.

4. Bupati Subang

Bupati Subang Imas Aryuminingsih didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menerima uang dari pengusaha bernama Puspa Sukrisna sebesar Rp 410 juta, setelah ditangkap KPK pada 13 Februari 2018.

Imas Aryuminingsih juga dijanjikan diberikan uang Rp 1 miliar apabila izin prinsip dan izin lokasi PT Putra Binaka Mandiri dan PT Alfa Sentra Property dikeluarkan Imas melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Subang.

Diduga, Imas telah menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp 300 juta dan fasilitas kampanye pemilihan Bupati Subang periode 2018-2023 sejumlah Rp 110.922.000 sehingga seluruhnya berjumlah Rp 410.922.000.

Akhirnya, Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Bandung memvonis Imas 6,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan tiga bulan karena terbukti dalam kasus suap perizinan.

5. Bupati Lampung Tengah

Bupati Lampung Tengah Mustafa, ditangkap KPK sehari usai Imas, yakni 14 Februari 2018. Mustafa memberi suap sebesar Rp 9,6 miliar kepada pimpinan DPRD Lampung Tengah melalui Taufik Rahman. Suap diberikan agar pimpinan DPRD menyetujui rencana pinjaman Pemkab Lampung Tengah ke PT SMI sebesar Rp 300 miliar.

Syarat pinjaman salah satunya harus ada surat persetujuan dari pimpinan DPRD. Termasuk surat pernyataan persetujuan pemotongan Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil oleh pemerintah pusat jika terjadi gagal bayar.

KPK kemudian mendakwa Wakil Ketua DPRD Natalis Sinaga menerima suap Rp 9,6 miliar dan Anggota DPRD Lampung Tengah, Rusliyanto menerima Rp 1 miliar.

Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis kepada Bupati nonaktif Lampung Tengah, Mustafa dengan hukuman 3 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti menyuap pimpinan dan anggota DPRD Lampung Tengah agar mendapat tanda tangan persetujuan pinjaman daerah Rp 300 miliar ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

6. Wali Kota Pemerintah Kota Kendari

Menutup Februari 2018, KPK menangkap Wali Kota Pemerintah Kota Kendari Adriatma Dwi Putra. Adriatma dan mantan Wali Kota Kendari, Asrun dituntut delapan tahun pidana penjara. Keduanya dianggap menerima Rp 6,8 miliar dari kontraktor PT Sarana Bangun Nusantara (PT SBN) Hasmun Hamzah.

"Menjatuhkan pidana atas terdakwa Adriatma Dwi Putra dan Asrun berupa pidana masing-masing delapan tahun, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," ucap Jaksa Ali Fikri saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 3 Oktober 2018.

Adriatma yang baru duduk sebagai wali kota pada 2017 itu disebut menyetujui dan memenangkan PT SBN untuk melaksanakan proyek tahun jamak (multi years) pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.

Jaksa mengungkapkan bahwa Asrun menunjuk Adriatma dan Fatmawaty Faqih sebagai tim pemenangan pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun-Hugua. Salah satu tugas mereka adalah mengurusi dan mengumpulkan dana kampanye.

Hasmun pada 23 Januari 2018 diumumkan sebagai pemenang lelang paket pekerjaan tahun jamak pembangunan Jalan Bungkukoto-Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020, dengan nilai kontrak Rp 60,168 miliar.

Kemudian, Adriatma mengundang Hasmun datang ke rumah jabatan wali kota melalui aplikasi Telegram pada 16 Februari 2018.

Adriatma kemudian meminta bantuan Hasmun untuk membiayai kampanye ayahnya dan meminta uang Rp 2,8 miliar. Hasmun menyanggupi dan menyerahkan uang tersebut pada 26 Februari 2018.

Setelah itu Hasmun Hamzah, Adriatma Dwi Putra, Asrun dan Fatmawaty Faqih, ditangkap petugas KPK dan beberapa hari kemudian uang yang diterima Adriatma Dwi Putra tersebut diserahkan Ivan Santri Jaya, Kisra Jaya Batari dan Sadam kepada penyidik KPK dalam bungkus kardus coklat dengan tulisan 'Paseo'.

Uang itu selanjutnya dihitung menggunakan mesin penghitung uang dengan disaksikan Rini Erawati Sila, Hidayat, Wahyu Ade Pratana, Kisra Jaya Batari, Ivan Santri Jaya, dan Sadam ternyata jumlah seluruhnya hanya Rp 2.798.300.000.

7. Bupati Bandung Barat Abu Bakar

Abu Bakar diamankan KPK pada 11 April 2018. Bupati Bandung Barat itu diduga menerima uang suap dari Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bandung Barat Asep Hikayat, yang juga tersangka dalam kasus ini.


Selain itu, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat Weti Lembanawati, serta Kepala Badang Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Barat Adiyoto sebagai tersangka.

KPK menduga Abu Bakar meminta uang ke sejumlah kepala dinas untuk kepentingan pencalonan istrinya, Elin Suharliah, yang mengikuti pilkada sebagai Bupati Bandung Barat periode 2018-2023.

8. Bupati Bengkulu Selatan

Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud ditangkap KPK pada 15 Mei 2018. Dirwan lantas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan pekerjaan infrastruktur di Pemkab Bengkulu Selatan untuk tahun anggaran 2018.

Dirwan diduga menerima suap Rp 98 juta dari seorang kontraktor proyek bernama Juhari. Pemberian uang suap diduga berkaitan dengan lima proyek infrastruktur berupa jalan dan jembatan di Kabupaten Bengkulu Selatan, yang rencananya akan digarap oleh Juhari.

Dari proyek dengan nilai total Rp 750 juta itu, Dirwan diduga mendapatkan commitment fee 15 persen atau Rp 112.500.000.

KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni istri Dirwan, Hendrati; serta keponakan Dirwan yang juga Kasie pada Dinas Kesehatan Pemkab Bengkulu Selatan, Nursilawati. Sementara, satu orang lainnya adalah Juhari, kontraktor yang sudah biasa menjadi rekanan di Pemkab Bengkulu Selatan. Penyidik KPK pun telah merampungkan beras ketiganya.

"Hari ini dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti dan tiga tersangka tindak pidana suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun Anggaran 2018 ke penuntutan atau tahap dua," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa, 28 Agustus 2018.

Sidang rencananya akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu. Untuk memudahkan proses sidang, ketiga tersangka dititipkan penahanannya di beberapa Rumah Tahanan (Rutan) yang ada di Bengkulu.

"Tersangka DIM (Dirwan Mahmud, Bupati Bengkulu Selatan periode 2016-2021) dititipkan di Rutan Polda Bengkulu, tersangka HEN (Hendrati-istri Dirwan) dititipkan di Lapas Perempuan Klas II B Bengkulu, dan tersangka NUR (Nursilawati-PNS) dititipkan di Lapas Perempuan Klas II B Bengkulu," kata Febri.

Saat ini, jaksa penuntut umum pada KPK memiliki waktu 14 hari untuk menyusun surat dakwaan. Sejak operasi tangkap tangan atas Dirwan yang digelar pada 15 Mei 2018 hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa 24 saksi yang terdiri dari berbagai unsur yakni, Wakil Bupati Bengkulu Selatan, PNS Kabupaten Bengkulu Selatan, dan sejumlah pihak swasta.

9. Bupati Buton Selatan

Agus Feisal Hidayat ditangkap KPK pada 23 Mei 2018. Bupati Buton Selatan itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Pemkab Buton Selatan, Sulawesi Tenggara.

Agus disebut menerima uang Rp 409 juta dari pihak swasta Tonny Kongres yang merupakan kontraktor PT Barokah Batauga Mandiri (PT BBM). Tonny juga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Guntur.

Kini, KPK sudah melimpahkan berkas dakwaanAgus ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari. Agus segera disidang atas perkara dugaan suap proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Buton Selatan, Sulawesi Tenggara.

?"Persidangan dijadwalkan hari Senin depan, 15 Oktober 2018," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu 10 Oktober 2018.

Febri menjelaskan tim penyidik telah mengantongi keterangan dari 28 saksi pada proses penyidikan Agus Feisal Hidayat. Saksi itu antara lain Sekda Buton Selatan, Kabag Tata Pemkab Buton Selatan, PNS Pemkab Buton Selatan, hingga pihak swasta.

10. Bupati Purbalingga

Bupati Purbalingga Tasdi diamankan KPK pada 4 Juni 2018 lalu. Tasdi diduga menerima suap senilai Rp 100 juta dari proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap dua dengan nilai proyek Rp 22 miliar.

KPK juga menetapkan Kabag ULP Pemkab Purbalingga Hadi Iswanto (HIS) serta tiga orang lain dari pihak swasta yaitu Hamdani Kosen (HK), Librata Nababan (LN), dan Ardirawinata Nababan (AN).

Pada 27 September 2018 lalu, Tasdi kembali mendatangi KPK untuk melengkapi kelengkapan berkasnya.

"Saya hari ini sudah masuk tahap pelimpahan. Akan menjalani sidang di Semarang," ujar Tasdi sambil masuk ke dalam mobil tahanan, Kamis 27 September 2018.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan berkas penyidikan Tasdi dinyatakan lengkap.

"Iya, penyidikan telah selesai dan dilimpahkan ke Penuntutan (tahap 2). Rencana sidang di PN Tipikor Semarang," kata Febri saat dikonfirmasi.

11. Bupati Tulungagung

Bupati Tulungagung Syahri Mulyo ditangkap KPK pada 8 Juni 2018. Syahrin diduga menerima hadiah sebesar Rp 1 miliar dari rekanan proyek peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Syahri sebelumnya sempat melarikan diri saat akan ditangkap oleh tim KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Blitar dan Tulungagung. KPK belum mengetahui kemana saja Syahri selama bersembunyi, hingga akhirnya menyerahkan diri pada Sabtu, 9 Juni 2018.

12. Wali Kota Blitar

Wali Kota Blitar Muhammad Samnhudi Anwar ditetapkan sebagai tersangka bersama dua pihak swasta, yakni Bambang Purnomo (BP) dan Susilo Prabowo yang juga selaku kontraktor. Ditetapkannya Samnhudi sebagai tersangka berbarengan dengan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo pada 8 Juni 2018.

Samnhudi, Bambang Purnomo, dan Susilo Prabowo ditetapkan sebagai tersangka suap terkait izin proyek pembangunan Sekolah Lanjutan Pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar. Diduga Wali Kota Blitar menerima pemberian dari Susilo melalui Bambang senilai Rp 1,5 miliar.

Uang Rp 1,5 miliar tersebut bagian dari 8 persen yang diperuntukkan untuk Wali Kota dari total fee 10 persen sesuai yang disepakati. Sedangkan 2 persennya akan dibagikan kepada dinas.

13. Bupati Kabupaten Bener Meriah

Pada 5 Juli 2018, KPK menangkap Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi. Ia didakwa menyuap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebesar Rp 1.050.000.000, agar mengarahkan Unit Layanan Pengaduan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberikan persetujuan agar kontraktor atau rekanan Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program Pemkab yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018.

Ahmadi, sekitar 14 Februari 2018, menyambangi rumah dinas Gubernur Aceh untuk membahas usulan itu. Usai berkomunikasi, Ahmadi kemudian menemui ajudan Irwandi bernama Hendri Yuzal, untuk membahas lebih lanjut permintaannya.

Setelah pertemuan itu, Ahmadi mengarahkan Hendri agar berkomunikasi lebih lanjut dengan Muyassir, ajudan Ahmadi. Dari pertemuan itu, Hendri meminta Muyassir mengirimkan daftar program atau kegiatan pembangunan di Kabupaten Bener Meriah. Isinya ada tiga kegiatan.

Setelah mendapat daftar kegiatan Pemkab Bener Meriah, Hendri mengonfirmasi ulang kepada Irwandi ada tidaknya permintaan bantuan mengenai penggunaan anggaran. Irwandi mengamini hal tersebut dan mengarahkan Hendri agar membantu Ahmadi.

Menindaklanjuti hal itu, Hendri dan Ahmadi melakukan pertemuan. Di sana, Ahmadi memohon agar kontraktor atau rekanan Pemkab Bener Meriah mendapat pekerjaan meski dengan kompensasi membayar fee."Tolong dibantu karena kawan-kawan tidak ada yang menang satu pun, kalau ada komitmen dan kewajiban kami siap," kata Ahmadi sebagaimana dalam surat dakwaan yang dibacakan.

Permintaan Ahmadi pun direalisasikan dengan kewajiban membayar fee 10 persen dari nilai pagu anggaran. Pada tahap awal, pembayaran komitmen fee sebesar Rp 120 juta.

Tahap selanjutnya, Ahmadi kembali melaksanakan kewajibannya memberikan komitmen fee pada 9 Juni sebesar Rp 300 juta, dibantu oleh Muyassir Rp 130 juta. Selanjutnya, Ahmadi memberikan komitmen fee sebesar Rp 500 juta untuk keperluan marathon.

14. Gubernur Provinsi Aceh

Irwandi Yusuf pada 5 Juli 2018 ditangkap KPK. Gubernur Aceh itu diitetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi proyek pembangunan dermaga Sabang. Ia diduga meminta gratifikasi senilai Rp 32 miliar dalam proyek ini.

Perkara ini berawal dari penyidikan KPK dalam orupsi pembangunan dermaga yang dibiayai APBN 2006-2011 itu pada 2013. Total nilai proyek ini senilai Rp 793 miliar. KPK menduga ada kerugian keuangan negara Rp 313 miliar karena adanya penyimpangan dalam proyek itu.

Namun, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hingga kini memutuskan untuk menunda sidang gugatan praperadilan yang diajukan Irwandi. Alasan hakim, pihak termohon yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa keberatan dan belum siap.

"Ada surat resmi dari termohon KPK, bahwasanya minta penundaan sidang selama dua minggu, tapi kami minta selama seminggu, mengingat tenggang waktu praperadilan ini," kata hakim Riyadi Sunindio di PN Jaksel, Selasa 9 Oktober 2018.

Kuasa hukum Irwandi Yusuf, Santrawan Paparang mengatakan, praperadilan jilid dua ini masih terkait kasus dugaan suap Rp 500 juta dari Bupati Bener Meriah nonaktif Ahmadi. Diketahui, Irwandi Yusuf saat itu menjabat sebagai Gubernur Aceh.

15. Bupati Kabupaten Labuhanbatu

Bupati Kabupaten Labuhanbatu Pangonal Harahap diamankan KPK pada 17 Juli 2018. Setelah itu, KPK menjerat pihak swasta bernama Effendy Syahputra pemilik PT Binivian Konstruksi Abadi (BKA) dan Umar Ritonga.

"Selama proses penyidikan, KPK telah mengidentifikasi sejumlah fee proyek lainnya. Hingga sampai saat ini jumlah fee proyek yang diduga diterima Pangonal sebesar Rp 48 miliar dari proyek di Labuhanbatu tahun 2016, 2017, dan 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Diduga, Thamrin juga sebagai penghubung antara Pangonal dan Effendy terkait permintaan dan pemberian uang pada Pangonal. Thamrin juga diduga mengkoordinir pembagian sejumlah proyek Labuhanbatu..

Selain itu, KPK juga tengah mengendus adanya suap lain yang diterima Pangonal. Suap berkaitan dengan beberapa proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

"KPK sedang melakukan identifikasi dugaan penerimaan lain dengan jumlah sampai saat ini sekitar Rp 40 miliar. Penyidik masih terus mendalami dugaan penerimaan lainnya,".

Penerimaan suap yang diterima Pangonal ini jauh lebih tinggi dibanding bukti awal yang ditemukan saat operasi tangkap tangan (OTT) yakni Rp 576 juta. KPK pun langsung memetakan aset milik Pangonal yang diduga terkait dengan suap.

"Selain itu, Kami juga mengingatkan jika ada pihak-pihak di Labuhanbatu atau Sumatera utara secara umum ditawarkan aset yang terkait dengan tersangka PHH (Pangonal) agar berhati-hati dan segera menyampaikan Informasi pada KPK," kata Febri.

16. Bupati Kabupaten Lampung Selatan

Selanjutnya, KPK mengamankan Bupati Kabupaten Lampung Selatan Zainudin Hasan pada 26 Juli 2018. Zainudin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemkab Lampung Selatan tahun anggaran 2018. Zainudin merupakan adik kandung Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Selain Zainudin, KPK juga menetapkan Kadis PUPR Kabupaten Lampung Selatan Anjar Asmara, anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugraha, dan satu pihak swasta dari CV 9 Naga bernama Gilang Ramadhan sebagai tersangka.

KPK menduga pemberian uang dari Gilang Ramadhan kepada Zainudin Hasan terkait fee proyek sebesar 10 hingga 17 persen di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan.

Zainudin juga diduga mengarahkan semua pengadaan proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan harus melalui Agus Bhakti Nugraha yang merupakan orang kepercayaan Zainudin.

KPK menelusuri aliran uang Rp 56 miliar terkait kasus dugaan suap Zainudin. KPK menduga uang tersebut merupakan fee proyek-proyek di Dinas PUPR sejak 2016 hingga 2018.

"Sampai saat ini penyidik terus menyisir dan mengidentifikasi dugaan fee sekitar Rp 56 miliar dalam proyek-proyek tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Pada Senin, 15 Oktober 2018 kemarin, Zainudin kembali mendatangi KPK untuk menjalani pemeriksaan selanjutnya. Dia datang ke KPK pukul 10.00 WIB dan saat ditanya kabarnya, dia memilih bungkam.

17. Wali Kota Pasuruan

Pada 4 Oktober 2018, KPK menangkap Setiyono. Wali Kota Pasuruan itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan, Jawa Timur.

Dalam kasus ini KPK juga menjerat Pelaksana harian Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahya, Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto, dan pihak swasta bernama Muhamad Baqir.

Setiyono diduga menerima hadiah atau janji sekitar 10 persen dari proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.

"Diduga proyek di Pasuruan diatur oleh Wali Kota melalui tiga orang dekatnya yang disebut trio kwek kwek, dan ada kesepakatan fee rata-rata antara 5 sampai 7 persen untuk proyek bangunan dan pengairan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Sedangkan dari proyek PLUT-KUMKM, Wali Kota Pasuruan Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai HPS yakni Rp 2.297.464.000, ditambah 1 persen untuk pokja.

"Pemberian dilakukan secara bertahap," kata Alex.

Setiyono sebelumnya tercatat sebagai Koordinator Wilayah Tim Kampanye Daerah pasangan capres cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin Kota Pasuruan. Ia pun langsung dicoret dari TKD.

18. Bupati Bekasi

Yang terbaru, KPK mengamankan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasih. Neneng terkait dengan kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Senin, 15 Oktober 2018.

Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini. Yakni, Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi, Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan.

Sehingga dibutuhkan banyak perizinan. Neneng merupakan kader Partai Golkar dan kini sudah dinonaktifkan dari kepengurusan.

Artikel ini sudah tayang di Liputan6.com, dengan judul 18 Kepala Daerah Jadi Tersangka KPK Sepanjang 2018