Waah.. Hujan Meteor Tertua Bakal Singgahi Indonesia

Hujan-meteor-Lyrid.jpg
(deticom/Anadolu Agency via TIME)

RIAU ONLINE - Hujan meteor Lyrid akan memasuki masa puncaknya menghiasi Bumi malam ini. Justru sangat sayang jika melewatkan fenomena ini, sebab hujan meteor ini merupakan yang tertua.

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan, hujan meteor Lyrid adalah peristiwa alam yang sudah diamati selama 2.700 tahun. Bahkan disebutkan, China berhasil mengabadikan penampakan pertama hujan meteor ini pada 687 Sebelum Masehi (SM).

Hujan meteor Lyrid berasal dari komet C/1861 G1 Thatcher. Penamaan komet tersebut berasal dari astronom A.E. Thatcher yang menemukan fenomena ini pada 5 April 1861. Sementara penyebutan Lyrid, karena hujan meteor itu jatuh di dekat konstelasi atau rasi bintang Lyra.

Kemudian, serpihan komet terbang ke atmosfer dan tampak sebeagai benda yang menyala dari Bumi hingga membentuk hujan meteor Lyrid. Pad puncak hujan meteor Lyrid, ada 20 meteor per jamnya dengan kecepatan 49 kilometer per detiknya.

NASA mengatakan Lyrid dikenal sebagai meteor yang cepat dan juga terang, meskipun bila dibandingkan hujan, meteornya masih kalah cepat.

Disampaikan NASA juga, Lyrid seringkali mengejutkan para astronom, sebab perkiraan meteor bisa sampai sebanyak 100 per jamnya. Ini terjadi saat pengamatan di Virginia (1803), Yunani (1922), Jepang (1945), dan Amerika Serikat (1982).

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, hujan meteor Lyrid yang terjadi malam ini, Sabtu, 24 April 2018, juga dapat dinikmati masyarakat Indonesia.


"Ya, seluruh dunia bisa melihat hujan meteor Lyrid," kata Thomas, melansir detikcom, Sabtu, 21 April 2018.

Thomas yang juga merupakan ahli astronomi ini mengatakan ada waktu yang tepat untuk menyaksikan hujan meteor Lyrid, yakni pada dini hari.

"Waktunya dini hari sebelum shubuh Sabtu-Senin, 21-23 April. Amati langit Timur-Utara. Diprakirakan ada belasan meteor per jam," sebutnya.

Mengenai tempat yang tepat untuk menikmati pertunjukan alam tersebut, idealnya adalah di wilayah yang masih belum terpapar dengan lampu-lampu.

"Lokasi pengamatan harus cerah, jauh dari polusi cahaya lampu, dan medan pandang tidak terhalang pohon atau bangunan," ungkapnya.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id