Freeport Setuju Lepas 51 Persen Sahamnya ke Pemerintah RI

Freeport-Indonesia.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia (RI) menjamin praktik usaha PT Freeport Indonesia hingga tahun 2031, setelah masa Kontrak Karya (KK) habis pada tahun 2021. Namun ada syarat yang harus dipenuhi perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat (AS) ini.

Salah satunya adalah, perseroan harus mengganti statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dimana salah satunya mencakup persetujuan Freeport untuk melepaskan 51 persen sahamnya.

Dan akhirnya, PT Freeport Indonesia setuju dengan syarat Pemerintah Indonesia untuk melepas 51 persen sahamnya. Pernyataan itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan CEO Freeport-McMoran Richard Adkerson.

"Ini mandat Presiden Joko Widodo dan diterima oleh Freeport Indonesia bahwa divestasi yang akan dilakukan menjadi 51 persen. Saat ini, sedang dirundingkan detil dan dimasukkan dalam bagian IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)," ujar Jonan dikutip dari CNNIndonesia, Rabu, 30 Agustus 2017.

Selain divestasi saham, perusahaan tambang yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) tersebut juga sepakat untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang (smelter) dalam lima tahun sampai Januari 2022 mendatang sejak IUPK diterbitkan.

Lalu, menjaga besaran penerimaan negara yang lebih baik lewat Kontrak Karya (KK). Karena keyakinan pemerintah bahwa Freeport menyetujui tiga poin di atas, maka pemerintah bakal memperpanjang operasional perseroan selama 2 x 10 tahun setelah masa KK habis pada 2021 mendatang.


Sesuai arahan Jokowi, detil mengenai poin-poin negosiasi ini diharapkan bisa selesai dalam waktu cepat. "Untuk divestasi, arahan Presiden, detil timing (waktu) bisa selesai minggu ini mumpung direktur utamanya sedang ada di Jakarta," terangnya.

Sementara itu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan siap untuk memimpin proses ambil alih saham yang dilepas oleh PT Freeport Indonesia kepada pemerintah. Namun, Kementerian BUMN mengaku belum bisa mengevaluasi 51 persen saham yang dilego perusahaan tersebut.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, meski telah sepakat melakukan divestasi saham, kepastian operasional, dan perpanjangan kontrak Freeport, valuasi sahamnya belum bisa dilakukan.

"Intinya, kami menekankan dua tahap. Antar regulator, selesaikan dulu masalah kepastiannya. Sejauh ini, Ibu Menteri Rini sudah kirim surat sejak April 2016 menyatakan bahwa BUMN siap ambil," ujarnya.

Kendati demikian, Aloy menegaskan, perusahaan BUMN memiliki kemampuan pendanaan untuk mengambil alih 51 persen saham yang dilepas Freeport.

Saat ini, PT Indonesia Asahan Aluminium (Perseo) sebagai induk holding pertambangan sedang menunggu satu lagi Peraturan Pemerintah mengenai masing-masing transaksi.

"Sangat mampu, dan banyak bank yang siap mendanai itu. Bank asing salah satunya," kata Aloy.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline