Ayah 74 Tahun Ini Bawa Kain Kafan ke Pengadilan Usai Digugat Sang Anak

Ayah-digugat-anak.jpg
(KOMPAS.COM)

RIAU ONLINE - Seorang ayah di Desa Rangga Solo, Kecamatan Wera Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), digugat oleh sang anak kandung dan menantunya secara materil.

Pria 74 tahun bernama Muhamad Bola itu digugat anak kandung Jahari dan menantunya, Arsad Sulaiman sebesar Rp 216 juta. Bahkan, Muhamad Bola dituntut untuk angkat kaki dari lahan yang sudah puluhan tahun ditempatinya.

Pada sidang lanjutan pembacaan pembelaan dari tuntutan penggugat yang digelar, Rabu, 14 Juni 2017, Muhamad Bola bersikeras mempertahankan haknya dengan menantang anak dan menantunya itu melakukan sumpah terkait gugatan mereka di Pengadilan Negeri Raba Bima.

"Dari awal saya sudah minta anak dan menantu saya sumpah pocong. Saya juga siap disumpah. Saya enggak takut, karena itu tanah saya,” ujar Muhamad, yang didampingi dan dituntun tiga anaknya yaitu Rukmini, Farid dan Yusran, seperti dilansir dari KOMPAS.COM, Jumat, 16 Juni 2017.

Bahkan, kakek lanjut usia itu mengaku sudah mempersiapkan kain kafan, yang sengaja dibawa dari rumahnya ke pengadilan sebagai bentuk keseriusannya menantang sang anak dan menantu.

"Ini kain kafan, sengaja saya bawa dari rumah buat sumpah pocong di ruang sidang. Nanti saya minta kepada Pak Hakim. Kalau diizinkan, mereka harus siap sumpah. Kalau anak dan menantu saya berani, masalah saya anggap sudah selesai. Tanah saya ikhlaskan semua untuk mereka,” katanya.

Namun, anak dan menantunya tidak hadir dalam sidang yang digelar sekitar pukul 15.22 WITA itu, permintaan itu pun tidak jadi diutarakan kepada sang hakim.

Sebenarnya, tanah objek sengketa yang telah dijadikan tempat tinggalnya itu, kata Muhamad, sudah dikuasainya sejak puluhan tahun silam. Tahun ini, Muhamad sudah membagi tanah seluas 1.564 meter persegi itu untuk empat anaknya. Pembagian itu juga disaksikan oleh Arsad sebagai penggugat.


“Tanah itu sudah saya bagikan ke semua anak-anak. Untuk adiknya masing-masing 700 meter persegi. Sementara Jahari, 800 meter persegi. Dia memang dapat banyak, ketimbang adiknya tiga orang, Rukmini, Farid dan Yusran,” sebutnya.

Sebelumnya, menurut Muhamad, anak dan menantunya itu tidak ada yang keberatan. Namun belakangan, penggugat meminta tambahan jatah.

“Anak saya (Jahari) juga lapor saya ke kantor desa. Dia keberatan dan ingin mengambil semua tanah itu. Oleh suaminya, mengajukan gugatan ke Pengadilan bahwa tanah itu milik mereka. Padahal, tanah ini sudah lama saya kuasai, sudah ada SPPT dan DHKP, atas nama saya,” ucapnya.

Dikatakan Muhamad, pihak keluarga sudah sering melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalh tersebut secara kekeluargaan. Namun, penggugat teta bersikeras melanjutkan perkara ini ke pengadilan.

“Bahkan kepala dusun dan kepala desa sudah memediasi masalah ini, tapi tidak ada jalan baik. Harusnya kita ngomong baik-baik, jangan dibawa ke sini. Saya ini sudah tua, sakit lagi,” tuturnya.

Kendati demikian, Muhamad mengaku siap mengikuti proses hukum di pengadilan meski kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk hadir karena faktor usia. Terlebih, dua tahun terakhir ini dirinya menderia prostat.

“Sebenarnya saya sudah enggak kuat lagi. Kaki dan tangan sudah terasa mati, susah sekali berjalan. Capek juga saya dibawa ke sini terus. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur dilaporkan, saya ikuti saja. Biarkan mejelis hakim yang memutuskan," ucapnya.

Kasus perdata yang melibatkan orangtua dengan anak kandung dan menantu ini sudah disidangkan empat kali.

Sementara itu, penasihat hukum penggugat Arifudin SH mengaku tetap melanjutkan perkara tersebut sampai mendapat ketetapan hukum atas perkara yang sedang ditanganinya.

“Pokonya, bukti-bukti sudah kita siapkan. Seperti apa buktinya, nantilah, kita akan perlihatkan dalam sidang berikutnya,” kata Arifudin.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline