Malaysia Mulai Keluhkan Kabut Asap, Ini Janji Indonesia Untuk Negara Tetangga

Asap-Singapura.jpg
(VOAINDONESIA.COM/AP)

RIAU ONLINE - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) meyakinkan bahwa tahun negara-negara tetangga tidak akan terkena dampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tidak akan separah tahun 2015 lalu.

 

Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015 lalu termasuk yang terburuk, bahkan hingga menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara Indonesia dan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

 

Kabut asap juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Menurut perhitungan Bank Dunia, kerugian ekonomi Indonesia ketika itu mencapai 16 miliar dolar AS atau sekitar 1,9 persen PDB.

Baca Juga: Jikalahari Tantang Kapolri Sikat Perusahaan Pembakar Lahan

 

Namun, tahun ini Indonesia patut bersyukur karena kondisi cuaca yang relatif lebih baik dibanding tahun lalu. "Kami yakin tahun ini semuanya akan menjadi lebih baik," kata Sutopo Purwo Nugroho, Jurubicara BNBP, dilansir dari DW, Rabu, 31 Agustus 2016.

 

"Tidak ada penerbangan yang dibatalkan akibat tertutup kabut asap, sekolah-sekolah tetap masuk aktivitas masyarakat normal. Ini lebih baik dari pada tahun lalu (2015), Agustus, September, Oktober, sebagian besar Sumatera dan Kalimantan tertutup oleh asap," lanjutnya.

 

Menurut Nugroho, enam provinsi di Indonesia telah menyatakan situasi darurat agar lembaga yang terkait lebih cepat merespon karhutla. Dibanding tahun lalu, hanya ada tiga provinsi yang menyatakan keadaan darurat, bahkan terlambat. Sebab, lanjutnya, karhutla telah menyebar.


Klik Juga: Jika Keberatan dengan Penerbitan SP3 Maka Boleh Ajukan Praperadilan

 

Indonesia kerap mendapat kritikan dari negara-negara tetangga, terutama Singapura dan Malaysia, dan para aktivis linkungan yang menilai pemerintah Indonesia gagal menghentikan kabut asap yang sudah menjadi bencana tahunan di Indonesia. Sebagian besar, penyebab karhutla adalah pembakaran yang dilakukan oleh oknum tertentu yang memilih cara cepat untuk membuka lahan perkebunan.

 

Pada Maret 2016 lalu, Kementerian Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura menyatakan polusi pada 2015 membenani perekonomian di kawasan Asia Tenggara sampai lebih dari 500 juta dolar AS.

 

BNPB menjelaskan, fenomena cuaca La Nina memicu musim kering tahun ini. cuaca La Nina dengan intensitas hujan yang cukup banyak telah membantu meredam penyebaran karhutla. Berdasarkan prakiraan cuaca, musim kemarau akan mencapai puncaknya pada September dan Oktober.

 

"Adanya kemarau basah dan pengaruh lainnya yang menyebabkan musim kemarau tidak kering dan menyebabkan hujan atau musim hujan lebih cepat datangnya," kata Nugroho.

 

Konstelasi cuaca juga membantu kondisi Singapura hari Senin (29/08), setelah minggu yang lalu dilanda kabut asap dari Indonesia. Pergerakan angin sekarang mendorong kabut asap ke arah Malaysia. Alhasil, warga Malaysia bereaksi di media sosial dan mengeluhkan udara di Kuala Lumpur yang mendekati tidak sehat. Jarak pandang terbatas dan kabut asap menyebar bau tak sedap.

Lihat Juga: Kapolri: Warga Bermobil Dilayani dengan Baik, Warga Mengenakan Sendal Jepit Tak Dilayani

 

Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan untuk segera menanggulangi kebakaran hutan. "Lebih cepat lebih baik", kata Nugroho. Namun, tampaknya fenomena kebakaran hutan tidak akan bisa dihilangkan.

 

"Tidak mungkin menihilkan kebakaran hutan. Perilaku di level petani banyak yang melakukan pembakaran, yang dibakar sekam dan melakukan pembakaran untuk penanaman lahan baru, jadi kalau menihilkan kebakaran tidak mungkin," kata Humas BNPB itu.

 

Menurut data Bank Dunia, sekitar 35 persen tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian, dengan minyak kelapa sawit dan industri pulp sebagai kontributor utama. Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar dunia.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline