Waspada Predator, Sampaikan Pesan Ini Kepada Anak

ILUSTRASI-PERKOSAAN.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/INTERNET)

RIAUONLINE, JAKARTA - Belum lama ini Indonesia digemparkan dengan peristiwa temuan mayat dalam kardus, bocah 9 tahun di Kalideres, Jakarta Barat. Belakangan diketahui korban mengalami kekerasan fisik dan seksual. Kasus kekerasan seksual terhadap anak cukup tinggi di negeri ini, perlu pengawasan ketat orang tua. Sudah saatnya anda memberikan pengertian kepada sang anak tentang apa dan siapa perlu dihindari.


Orangtua, guru, dan pendamping sering kali memiliki keterbatasan dalam mengawasi anak-anak. Karena itu, sangat penting untuk mengajarkan anak bagaimana melindungi dirinya sendiri dari ancaman predator seksual dan pelaku kekerasan. Peran orangtua dan guru sangat vital untuk dapat meneruskan keterampilan berikut ini kepada anak-anak. (KLIK: Api tak di Riau, BNPB Fokus Padamkan di Sumsel)

 

1. Tubuhmu adalah milikmu. Tidak boleh ada seorang pun menyentuhnya tanpa seizinmu. Ajarkan mereka tentang dasar-dasar seksualitas dan mana bagian tubuh yang bersifat sangat privat. Gunakan istilah dan kata-kata yang sesuai usia anak.

 

2. Sentuhan yang aman dan yang tidak. Ajarkan anak untuk bisa membedakan mana sentuhan yang aman dan sopan serta mana yang tidak aman dan tidak senonoh. Katakan bahwa tidak baik jika seseorang menyentuh orang lain dengan jenis sentuhan yang tidak senonoh, apalagi di bagian privat. (BACA: Lindungi Anak Anda, Ini Ciri-Ciri Pedofilia)

 

3. Strategi "tidak! pergi! adukan!" Anak harus diajarkan dan dilatih untuk secara spontan serta sangat tegas berkata "tidak!" untuk sentuhan yang tidak pantas dari siapa pun, lalu "pergi" segera dari situasi yang tidak aman, kemudian "adukan" secepatnya kepada orangtua, guru, dan pendamping yang tepercaya.

 


4. Ajarkan mana rahasia yang aman dan boleh disimpan, lalu mana rahasia berbahaya yang harus dibagi kepada orangtua dan guru bahwa ada rahasia yang justru membuat anak semakin tidak aman jika disimpan sendiri. Berahasia adalah taktik pelaku untuk melindungi dirinya. (LIHAT: Sudah Setengah Triliun Rupiah Biaya Padamkan Api)

 

5. Pelaku adalah orang yang dikenal dekat oleh anak dan keluarga. Bagi anak yang masih berusia muda, sangat sulit baginya untuk menerima bahwa om dan tante yang tampaknya sayang kepadanya dapat berbuat kejam. Beri pengertian menggunakan bahasa yang mereka mengerti bahwa itu tidak selalu benar.

 

Tanamkan bahwa semua pemberian dari orang lain, termasuk dari kerabat dekat, ajakan untuk berduaan, dan permainan rahasia-rahasiaan harus dilakukan di rumah, di depan, dan seizin ayah ibunya. Beri tahu alasannya, mengapa Anda membuat peraturan itu, dan gunakan bahasa kanak-kanak. (KLIK: Soal Asap, Jokowi Bak Kau Berjanji Kau Mengingkari)

 

6. Pelaku juga bisa orang asing. Meskipun jarang, anak harus tetap tahu risiko kemungkinan penculikan oleh orang asing. Mereka harus tahu bahwa orang asing itu sering tampil normal, ramah, dan murah hati. Instruksikan anak untuk tidak mau berkendara dengan orang asing, segera lari ke rumah, ke ruang guru, atau toko, atau tempat lain yang banyak orang, ketika ada orang asing mendekat. Ajari mereka cara meminta tolong dan menarik perhatian orang-orang sekitar, ketika dia merasa terancam.

 

Anak sering berlari ke arah yang salah. Mereka cenderung berlari dan bersembunyi ke tempat sepi, seperti main petak umpet. Perbuatan ini justru menambah bahaya. Pelaku akan senang melihat targetnya di tempat sepi, jauh dari lindungan masyarakat umum. Tanamkan kepada anak bahwa tindakannya itu salah, dan terangkan alasannya.

 

7. Miliki komunikasi yang jujur, manis, dan terbuka dengan anak-anak agar mereka terdorong untuk jujur kepada Anda jika terjadi hal yang buruk atau berpotensi buruk. Bangun hubungan berlandaskan rasa saling menghormati dan percaya dengan anak, anggota keluarga, tetangga, dan guru yang tepercaya. Mereka-mereka ini dapat ikut melindungi anak ketika Anda tidak ada.

 

8. Saling bantu. Dorong empati, persahabatan, dan hubungan saling peduli antara anak dan teman-temannya. Teman-teman juga dapat menjadi sumber bantuan, ketika anak membutuhkan pertolongan.