Bajak Laut Prancis 16 Hari Duduki Kota Padang

Kapal-Prancis-di-Padang.jpg
(commons.wikimedia.org.)

RIAUONLINE - Tahukah Anda pembaca setia kami, ternyata Kota Padang zaman dulu pernah diduduki kawanan bajak laut. Uniknya, kawanan perompak ini bukan berasal dari Nusantara, Asia melainkan langsung dari lanun Prancis. 

 

Lalu, bagaimana ceritanya sehingga Kota Padang bisa diduduki tersebut? Ceritanya, dipicu Perang Revolusi Prancis, wilayah pantai barat Sumatera menjelma menjadi teater pertempuran. Corsairs alias bajak laut yang diberi izin oleh Prancis untuk merampok musuh-musuh Prancis, bermunculan dan menebar teror.

 

Satu di antaranya adalah Francois-Thomas Le Meme. Le Meme lahir di Saint-Malo, barat laut Prancis, pada 13 Januari 1764. Ia mulai berdagang di Hindia Belanda (Indonesia) pada 1791.

 

Dari pelabuhan di Mauritius, sebelah timur Madagaskar, Le Meme berdagang ke Jawa dan Sumatera sebagai kapten kapal Hirondelle. Ketika perang Revolusi Prancis berkobar di Eropa, jiwa revolusionernya terpanggil.

 

Hirondelle diubahnya menjadi kapal bajak laut. Per Juli 1793, Hirondelle meneror kapal dagang Inggris (EIC) dan Belanda (VOC) di pantai barat Sumatra.

 

“Sebulan sesudah itu, ia merampok kapal VOC di Selat Sunda, kebetulan sedang dalam perjalanan dari Batavia ke Padang. Hari itu juga direbut lagi dua kapal dagang kepunyaan warga China, esoknya satu unit lagi kepunyaan Belanda. Le Meme mendapat banyak barang rampasan bernilai tinggi,” tulis Rusli Amran dalam Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang Volume 1.

 

Keberhasilan merampok kapal Inggris, William Thesied, pada 25 Agustus 1793, membuat Le Meme dipromosikan ke kapal Ville de Bourdeaux. Ia mengarahkan awaknya berlayar ke Padang, kota dagang VOC yang penting di pantai barat Sumatra.


 

Pasca 1663, VOC bercokol di sana dan memonopoli berbagai komoditas, terutama emas. Meski begitu pertahanan Padang lemah. Ketika Ville de Bourdeaux berawak 200 orang dan dipersenjatai 32 meriam itu melego jangkarnya di sana, tak ada perlawanan cukup berarti.

 

P.F. Chassen, Opperkoopman (kepala pedagang) VOC menyerah. Gerombolan Le Meme menyatakan, sejak itu juga Padang dan daerah lain di pantai barat Sumatera telah dikuasai VOC, menjadi daerah taklukan Prancis.

 

Padang diduduki selama 16 hari. Saat itu pertengahan Desember 1793. “Pernyataan itu ditandai dengan pengumandangan lagu Marseillaise serta pengibaran bendera tricolor di Padang,” tulis Gusti Asnan dalam Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat Tahun 1950-an.

 

Padang dijarah. Namun untuk ukuran perompak, sikap gerombolan Le Meme terbilang baik. Kecuali meminta makan, mereka tidak banyak berbuat onar. Ketika penduduk Padang hanya mampu menyediakan 25 ribu ringgit dari ransum 70 ribu ringgit dituntutnya, Le Meme tidak menghukum mereka.

 

“Singkatnya, Le Meme tidak semata-mata datang sebagai perampok atau bajak laut, tetapi masih dipengaruhi oleh cita-cita besar revolusi (rakyat) yang baru saja terjadi di negeri mereka,” kata Rusli.

 

Namun, ulah orang-orang China yang menolak patungan ransum akhirnya membuat Le Meme naik pitam juga. Dibantu penduduk lokal yang sama sudah marah dan kesal, ia memerintahkan untuk membakar rumah warga China dan mengusir mereka keluar kota.

 

Di hari ke-16, Le Meme meninggalkan Padang dan kembali ke Mauritius. Karir perompaknya kian melonjak. Namanya dielu-elukan di Prancis. Sepeninggal Le Meme, serangan corsairs lainnya tidak berhenti.

 

“Di tahun yang sama, tiga corsairs dari Mauritius sudah menyerang tiga pos Inggris di Bengkulu dan Natal. Pada 1794, Natal dan Tapanuli sempat diduduki lagi oleh para corsairs,” tulis Anthony Reid dalam The French in Sumatra and the Malay World, 1760-1890.

 

Petualangan Le Meme berakhir. Ia tertangkap dan meninggal pada 30 Maret 1805 di kapal Waltherstow, yang tengah membawanya ke Inggris untuk diadili. Ketika Mauritius berhasil dikuasai Inggris pada 1810, aktivitas para corsairs terhenti.

 

Padang berada di bawah pemerintahan Inggris ketika perang Napoleon berkobar di Eropa pada 1803, sebelum akhirnya dikembalikan lagi ke Belanda melalui Konvensi London pada tahun 1814.

 

Sumber: historia.id