Inilah Pernyataan Palestina Kutuk Kunjungan Sekjen PBNU ke Israel

Sekretaris-Jenderal-PBNU-Yahya-Staquf-Cholil.jpg
(CNN Indonesia)

RIAU ONLINE - Palestina merasa terpukul dan mengutuk kunjungan Sekretaris Jenderal PBNU Yahya Staquf Cholil ke Israel.

"Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Negara Palestina mengutuk partisipasi delegasi ulama Indonesia dari Nahdlatul Ulama, organisasi yang dipimpin oleh Tuan Yahya Staquf, Sekretaris Jenderal Nahdlatul Ulama, Dewan Agung, di AJC Global Forum di Yerusalem pada tanggal 10-13 Juni 2018," tulis Kementerian Luar Negeri Palestina, seperti dikutip dari detikcom, Rabu, 13 Juni 2018.

Pihak Palestina menyatakan bahwa kunjungan Yahya tak akan mempengaruhi hubungan bilateral dengan Indonesia. Mereka menilai partisipasi Yahya dalam acara di Israel adalah sikap pribadi.

"Pihak Palestina juga menganggap partisipasi Bapak Yahya Staquf sebagai pribadi, dan itu tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral Palestina-Indonesia, dan posisi Palestina dan rakyatnya yang menghargai dan menghormati Republik Indonesia dan rakyat yang ramah," ujar pernyataan itu.

Berikut ini pernyataan lengkap Kemlu Palestina yang dimuat dalam situs resmi Kemlu Palestina, http://www.mofa.pna.ps, setelah diterjemahkan ke bahasa Indonesia:


Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Negara Palestina mengutuk partisipasi delegasi ulama Indonesia dari Nahdlatul Ulama Organisasi, di AJC Global Forum di Yerusalem

Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Negara Palestina mengutuk partisipasi delegasi ulama Indonesia dari Nahdlatul Ulama Organisasi yang dipimpin oleh Tuan Yahya Staquf, Sekretaris Jenderal Nahdlatul Ulama, Dewan Agung, di AJC Global Forum di Yerusalem pada tanggal 10-13 Juni 2018, di samping partisipasi dalam perayaan untuk menghormati kunjungannya ke Yerusalem, di mana itu akan diadakan di Benteng Yerusalem, di kota tua Yerusalem yang diduduki, pada tengah malam tanggal 14 Juni 2018, dalam pelanggaran mencolok terhadap hukum Internasional dan resolusi relevan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Partisipasi dalam acara-acara ini merupakan pukulan bagi Negara Palestina dan Yerusalem, dan bagi Republik Indonesia, negara Islam terbesar di dunia, yang menyelenggarakan KTT OKI Luar Biasa ke-5 tentang Palestina & Al-Quds Al-Sharif pada tahun 2016, dan Konferensi Internasional tentang masalah Yerusalem pada tahun 2015, dan yang selalu membela Yerusalem dan isu-isu Palestina. Partisipasi delegasi juga bertentangan dengan posisi pemerintah Indonesia dan orang-orang yang ramah di Indonesia, yang selalu menyatakan penolakan mereka terhadap pendudukan dan kebijakannya, menghubungkan setiap perkembangan atau perubahan dalam hubungan dengan mengakhiri pendudukan Israel atas semua orang Palestina dan Wilayah Arab, dan pembentukan Negara Palestina dengan ibu kotanya Alquds Alsharif, sesuai dengan Prakarsa Perdamaian Arab dan resolusi yang relevan dari legitimasi Internasional. Pihak Palestina juga menganggap partisipasi Bapak Yahya Staquf sebagai pribadi, dan itu tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral Palestina-Indonesia, dan posisi Palestina dan rakyatnya yang menghargai dan menghormati Republik Indonesia dan rakyat yang ramah. Indonesia.

Pihak Palestina menganggap peristiwa ini sebagai bagian dari kampanye Israel menyesatkan yang ditujukan untuk tampil dengan wajah yang beradab dan budaya yang menyerukan perdamaian, konvergensi dan dialog antaragama, pada saat Israel telah bertahan selama beberapa dekade dengan pelanggaran dan kejahatan terhadap rakyat Arab Palestina dari Muslim dan Kristen, dan kesuciannya di Yerusalem dan seluruh Palestina. Belum lagi desakan Israel, kekuatan pendudukan, pada kondisinya yang diakui sebagai Negara Yahudi, yang mencerminkan kebijakan rasis dan kolonialis yang diadopsi olehnya, dan yang sepenuhnya bertentangan dengan subyek dari peristiwa-peristiwa ini.

Wilayah kita selalu menjadi suar kecerdasan dan peradaban, dan belum pernah mengalami kekerasan sektarian dan agama apa pun hingga rakyat Palestina menjadi di bawah pendudukan. Tuan Staquf seharusnya mengunjungi Yerusalem di bawah bendera Negara Palestina, dan berkoordinasi dengan pihak Palestina dan lembaga-lembaga spiritual Islam dan Kristen, bukannya mengizinkan Israel untuk meneruskan proyek normalisasi di bawah subjek agama dan budaya, dan menerima untuk menjadi alat normalisasi oleh pendudukan Israel atas kekudusan Islam dan Kristen.