Saat Jurnalis BBC Menembus Zona Pembantaian Rohingya

Anak-anak-Muslim-Rohingnya.jpg
(AFP/AP)

RIAU ONLINE - Kekerasan yang dialami suku minoritas Rohingya di Myanmar memang benar adanya. Meskipun ada pihak yang menampik kebenaran kabar ini, karena minimnya akses pemburu berita. Namun, Koresponden BBC untuk Asia, Jonathan Head berhasil masuk ke zona pembantaian dan berinteraksi langsung dengan etnis Rohingya.

Jonathan masuk ke Rakhine pada Rabu, 6 September 2017. Ia merupakan satu diantara jurnalis yang diundang oleh Pemerintah Myanmar untuk melihat situasi di Maungdaw di dekat perbatasan Myanmar.

Baca juga:

Krisis Rohingya... Rumah-Rumah Dibakar, Banyak Anak Terpisah Dari Orangtuanya

"Kami tidak pergi secara independen, dan kami dibawa menuju tempat-tempat yang dipilih pemerintah untuk kami," ujarnya, seperti dikutip dari JPNN.

Jonathan dan para jurnalis lainnya sebenarnya sudah meminta untuk dibawa ke area lainnya sekalipun masih di dekat Maungdaw. Namun, permintaan itu ditolak karena tidak aman.

"Kami kembali dari kunjungan ke kota Al Le Than Kyaw di selatan Maungdaw yang masih berasap, memicu dugaan bahwa rumah-rumah baru saja berkobar," tuturnya.


Koresponden BBC itu mengaku melihat desa muslim Rohingya dibakar oleh sekelompok Buddhis di Myanmar. Kesaksian Jonathan itu menepis bantahan pemerintah Myanmar selama ini yang terus menampik pengakuan tentang aksi keji terhadap warga sipil Rohingya sejak kekerasan meletus dua pekan lalu.

Sebagaimana pengakuan Jonathan, polisi Myanmar menyebut penduduk Rohingya justru yang membakar rumah-rumah mereka sendiri. Padahal, sebagian besar penduduk Rohingya sebenarnya telah melarikan diri setelah militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos polisi di kota itu pada 25 Agustus lalu.

"Di sana kami melihat setidaknya tiga kolom asap di kejauhan dan mendengar suara dari senapan otomatis secara sporadis," sambungnya.

Saat dalam perjalanan kembali, Jonathan juga melihat kepulan asap berukuran besar dari areal persawahan yang biasanya menjadi penanda bagi sebuah desa. Jonathan dan wartawan lainnya bergegas ke lokasi kebakaran.

"Kami bisa melihat bangunan pertama di desa menyala sesaat. Rumah-rumah di desa-desa ini terbakar jadi abu dalam 20-30 menit. Jelas sekali ini baru saja dibakar," urainya.

Selanjutnya, saat Jonathan dan rekan-rekannya berjalan, ada sekelompok anak muda termasuk para pria berotot yang menenteng parang, pedang dan ketapel bergegas pergi. “Kami mencoba untuk bertanya ke mereka, namun mereka menolak direkam,” ujar Jonathan.

Namun, kolega Jonathan yang juga jurnalis asal Myanmar bisa bertanya ke kelompok pria penenteng senjata tajam itu. Mereka mengaku sebagai warga Buddhis di Rakhine. “Satu di antara mereka mengaku telah menyalakan api dan mengatakan bahwa dia mendapat bantuan dari polisi,” sambung Jonathan.

Selanjutnya saat Jonathan dan rombongan berjalan lebih jauh, terlihat sebuah madrasah yang atapnya terbakar. Api dari madrasah itu juga menjilat rumah lain di sekitarnya.

“Dalam tiga menit, itu adalah sebuah neraka. Tak ada orang lain di desa itu. Orang-orang yang kami lihat adalah pelakunya,” papar Jonathan.

Sementara barang-barang rumah tangga, mainan anak-anak dan pakaian wanita tampak berserakan. Jonathan juga menemukan jeriken kosong yang masih berbau bensin.

"Dan ada satu jeriken lainnya dengan sedikit bahan bakar tersisa berada di tengah jalan. Ketika kami berjalan keluar, semua rumah sudah membara dan puing-puing jadi gosong,” ujar Jonathan mengakhiri ceritanya.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline