Ketika Gaya Bicara Trump Bikin Pusing Penerjemah Asal Jepang

Trump1.jpg
(CNN)

RIAU ONLINE - Gaya bicara Presiden Amerika Serikat Donald Trump ternyata sangat memusingkan penerjemah asal Jepang. Bahkan, penerjemah Jepang menggangpanya sebagai mimpi buruk dan menyebut gaya bicara Trumpe dengan istilah "Trumpese".

Penerjemah Jepang mengaku tidak pernah mengalami kesulitan saat menerjemahkan setiap pidato yang disampaikan Barack Obama, Presiden AS sebelumnya. Ketika menerjemahkan pidato Trump, mereka harus menghadapi dilema, apakah harus membersihkan kata-kata kontroversial Trump atau tidak.

"Dia jarang berbicara secara logis, dan ia hanya menekankan satu sisi sebuah hal, seolah-olah itu sebuah kebenaran yang mutlak. Ada banyak momen saat saya menduga pernyataan Trump secara faktual diragukan," kata penerjemah Chikako Tsuruta dilansir dari The Japan Times, Sabtu, 25 Februari 2017.

Baca Juga: Inilah Belasan Perusahaan Donald Trump Di Indonesia

"Dia sangat percaya diri dan di sisi lain secara logika sangat tak meyakinkan. Saya dan teman-teman penerjemah sering bercanda bahwa jika kami kami menerjemahkan semua kata-kata Trump maka semua orang akan mengira kami orang bodoh," lanjutnya.

Beberapa penerjemah mengatakan bahasa Trump yang berwarna-warni harus dinetralisis. Sementara beberapa penerjemah lainnya bersikeras untuk tidak perlu ragu dalam menerjemahkan persis seperti yang terdengar dalam bahasa Inggris.


Seorang penerjemah berpengalaman asal Jepang, Miwako Hibi, mengatakan sangat sulit untuk mengikuti jalan pikiran Trump, terutama kecenderungannya untuk menyebutkan kata benda di luar konteks.

Klik Juga: Lihat, Inilah Perbandingan Antusiasme Rakyat AS Sambut Trump Dan Obama

Miwako Hibi masih ingat ketakutan yang dirasakannya saat menerjemahkan pidato kemenangan Trump pada 9 November lalu. "Ketika tiba-tiba dia berkata 'Reince adalah superstar' saya benar-benar bingung. Hanya setelah kamera menyorot wajah 'Reince' barulah saya menyadari siapa yang Trump bicarakan dan saya buru-buru menambahkan, demi peonton, bahwa itu benar-benar 'Reince Priebus, Ketua Nasional Partai Republik'," kata Hibi.

Kesulitan lainnya adalah ketika seseorang mulai menyampaikan kalimat-kalimat rasialis. Itulah pengalaman Kumiko Torikai yang berhenti menjadi penerjemah pada 1980-an.

"Sebagai interpreter, pekerjaan saya adalah menerjemahkan kata-kata pembicara seakurat mungkin, tak peduli sekasar apa yang dia katakan," ujar Kumiko.

Lihat Juga: Surat Dari Indonesia Untuk Donald Trump

Kumiko mengaku harus mengesampingkan emosi dan menjadi si pembicara. Kesulitan dirasakan menurutnya, karena tak diizinkan untuk menunjukkan penilaian penerjemah terkait apa yang benar dan apa yang salah. "Itulah sebabnya saya berhenti," kata dia.

Jadi, menurut Kumiko, jika Trump berbicara tak masuk akal, maka penerjemah tak perlu memusingkannya. "Jika kata-katanya kasar, terjemahkanlah apa adanya," dia menegaskan.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline