[Cek Fakta] Benarkah Truk Pengangkut Kayu Tidak Menjadi Penyebab Rusaknya Jalan Di Riau ?

Cek-Fakta-Truk-CPO-Penyebab-Jalan-Di-Riau-Rusak.-Benarkah-.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, Husni Tamrin menyalahkan truk milik perusahaan pengangkut Crude Palm Oil (CPO) menjadi penyebab jalan Nasional di Riau mengalami kerusakan.

Namun saat disinggung apakah truk pengangkut kayu juga menjadi penyebab kerusakan jalan, pengusaha mitra kerja salah satu perusahaan kertas ini enggan menyalahkan.

"Kayu itu kecil efeknya, lagian truk pengangkut kayu itu kan tidak boleh lagi lewat dari kepala mobilnya, cobalah tengok jalan ke Dumai tu, yang besar-besar itu kan yang ngangkut CPO," katanya.

Ucapannya itu dapat ditemukan di portal riauonline.co.id dengan judul Truk CPO Penyebab Jalan Di Riau Rusak. Benarkah ?

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ketua Komisi IV DPRD Riau Husni Tamrin menyalahkan perusahaan pengangkut Crude Palm Oil (CPO) yang mengakibatkan jalan Nasional mengalami kerusakan.

Berdasarkan data dari Pemprov Riau bahwa hanya 20 persen saja jalan Provinsi dalam kondisi baik. Sedangkan 55 persen rusak parah.

"Jalan provinsi kita itu kondisi rusaknya mencapai 55,18 persen dari total luas jalan sepanjang 2.799 kilometer," jelas Politisi asal Pelalawan ini, Kamis, 14 Maret 2019.

Harus ada upaya dari Pemprov untuk meminimalisir kerusakan jalan dengan menertibkan truk dengan jenis seperti ini. Sebab banyak yang melanggar Over Dimension dan Over Load (ODOL).

"Dalam waktu dekat, kita akan melakukan sidak ke perusahaan diduga melanggar aturan. Kalau dibiarkan anggaran perawatan sekitar Rp 300 miliar akan hilang begitu saja," tuturnya.

Saat disinggung apakah truk pengangkut kayu juga menjadi penyebab kerusakan jalan, pengusaha mitra kerja salah satu perusahaan kertas ini enggan menyalahkan.

"Kayu itu kecil efeknya, lagian truk pengangkut kayu itu kan tidak boleh lagi lewat dari kepala mobilnya, cobalah tengok jalan ke Dumai tu, yang besar-besar itu kan yang ngangkut CPO," katanya.

Selain itu, DPRD Riau juga menyoroti perusahan yang mengoperasionalkan truk-truk dengan plat non BM, sehingga tidak memberikan keuntungan bagi daerah.

"Ini kan berarti mereka tidak membayar pajak ke kita. Tidak memberikan keuntungnan bagi daerah. Nanti kita akan cek semuanya termasuk perizinan dan AMDAL juga," ucapnya.

Sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar mengakui kerusakan panjang jalan mencapai 55 persen tahun 2017.

Sementara itu, jenis kontruksi perkerasan jalan sub standar (kerikil, tanah atau batu) yang belum ditembus sebesar 34,58 persen.


"Oleh sebab itu perlu penambahan panjang jalan sesuai dengan kebutuhan terutama mendukung program prioritas dan pengembangan potensi wilayah seperti ruas jalan yang menunjang konektivitas ke destinasi wisata, kawasan sumber baku industri dan membuka keterisoliran," ujarnya.

HASIL CEK FAKTA

Setelah ditelusuri ternyata truk pengangkut kayu juga menjadi penyebab rusaknya jalan. Asalkan memiliki kelebihan muatan. Dari data penelitian transportasi disebutkan, 40 persen penyebab kerusakan jalan adalah karena air.

Kemudian 30 persen karena kelebihan muatan, dan sisanya karena bencana alam. Faktor konstruksi jalan juga punya andil dalam kerusakan jalan di tanah air.

Ini sesuai yang dituliskan oleh www.dephub.go.id dengan judul Kerusakan Jalan Karena Air Dan Kelebihan Muatan.

Dari data penelitian transportasi disebutkan, 40 % penyebab kerusakan jalan adalah karena air, 30 % karena kelebihan muatan, dan sisanya karena bencana alam. Faktor konstruksi jalan juga punya andil dalam kerusakan jalan di tanah air. Contohnya, jalan-jalan di Jakarta hanya dilalui kendaraan-kendaraan kecil dan bermuatan ringan. Akan tetapi faktanya, banyak pula jalan diwilayah ibu kota Jakarta yang rusak dan berlubang.

"Kasus tersebut juga terjadi di ruas busway yang usianya belum genap tiga tahun. Mengacu pada kasus itu, berarti faktor konstruksi ikut andil juga," ujarnya.

Iskandar membantah pihaknya membiarkan terjadinya kelebihan tonase. Selama ini pihaknya sudah melakukan pengawasan secara ketat. "Tapi harus diketahui, pengelolaan jembatan timbang sudah dialihkan ke pemerintah provinsi (pemprov). Jadi, pihak Dephub tidak secara langsung turun ke lapangan, "katanya.

Dia mengatakan, akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait baik Departemen Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Perhubungan Provinsi untuk menerapkan kebijakan toleransi 50% dari jumlah beban yang diijinkan (JBI). "Kebijakan ini masih perlu dibicarakan serta sosialisasi dengan bersama pihak-pihak terkait. Kalau bisa terealisasi akhir tahun 2008 sudah bagus," tambahnya.

Lebih Cepat

Selama ini, lanjut Iskandar, banyak kendaraan yang melintas di jalan melebihi 50 % JBI, bahkan sampai 100 %. Akibatnya, jalan darat rusak lebih cepat dibandingkan usia efektifnya. Namun demikian, perlu dipahami bahwa kelebihan muatan, bukan satu-satunya penyebab kerusakan jalan, tapi juga air atau bencana alam.

Dikatakan, dalam UU Nomor 14/1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 12 disebutkan, setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai dengan peruntukan nya, memenuhi persyaratan teknis, dan laik jalan serta sesuai dengan kelas jalan yang dilalui.

"Sesuai ketentuan yang ada, jalan kelas II beban muatannya maksimal 10 ton dan jalan kelas III maksimal 8 ton."

Dia mengingatkan, sesuai hasil rumusan teknis bidang LLAJ tanggal 6-7 Juni 2007 di Yogyakarta tentang penimbangan kendaraan bermotor se-wilayah Lampung, Jawa dan Bali disebutkan, para kepala dinas provinsi melalui unit penimbangan kendaraan bermotor yang berada di wilayahnya wajib melarang melanjutkan perjalanan bagi mobil angkutan barang melanggar lebih dari 50% dari JBI, berupa pengembalian kendaraan ke tempat asal perjalanan dan atau penurunan muatan berlebihan.

Kebijakan tersebut, menurut Iskandar, mulai berlaku 1 Februari 2008 dan saat ini sudah pada tahap penindakan atau tindakan pelanggaran (tilang). Bagi mereka yang melanggar, akan diproses sesuai hukum yang berlaku termasuk penerapan sanksi-sanksinya.

Dimasa mendatang, kata dia, perlu dilakukan pengawasan serta penegakan hukum secara konsisten oleh semua pihak. Tak cukup hanya mengandalkan salah satu, karena masalah ini saling terkait mulai dari hulu sampai hilir.

"Jika ada mata rantai yang terputus, tak ada jaminan upaya penyelamatan kerusakan jalan bisa dihentikan,"katanya.

Serta dituliskan oleh pekanbaru.tribunnews.com dengan judul Penyebab Jalan di Riau Cepat Rusak, 28 Ribu Unit Truk Besar Beroperasi Melebihi Tonase

Direktur Sarana Tranportasi Jalan Kementerian Perhubungan RI, Sigit Irfansyah saat berkunjung ke Riau belum lama ini mengungkapkan, akibat kendaraan yang over dimensi dan over loading atau biasa disebut dengan istilah Odol menyebabkan ketahanan jalan menjadi menurun.

"Secara nasional, akibat Odol itu menyebabkan kerugian negara sampai Rp 43 triliun, itu angkanya kita dapatkan dari Kementrian PUPR," katanya.

Namun untuk di Riau, Sigit tidak mengatehaui berapa kerugian negara yang ditimbulkan akibat kendaraan yang melebihi tonase.

"Kalau khusus, saya tidak tau berapa, karena datanya tidak ada," imbuhnya.

Sigit mengungkapkan, kerugian negara yang disebabkan karena Odol tersebut terjadi akibat kondisi jalan yang cepat rusak. Sehingga tidak sesuai dengan anggaran yang perawatan yang disiapkan.

"Besar sekali kerugiannya, karena yang seharusnya jalan itu dirawat setiap lima tahun, tapi karena kendaraan melebihi tonase jalan jadi cepat rusak, akhirnya setiap tahun negera harus mengeluarkan uang untuk memperbaikinya," beber Sigit.

Syaifudin Ajie Panatagama, menambahkan, sesuai dengan amanah Pasal 277 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang secara tegas mengatakan bahwa modifikasi kendaraan bermotor adalah tindak pidana dengan ancaman kurungan penjara.

Artinya, memiliki atau menguasai kendaraan angkutan yang telah berubah dimensi dan daya muatnya dan atau merubah dimensi dan daya muatnya adalah sebuah perbuatan pidana yang harus diberi sanksi pidana.

Permasalahan over dimensi dan over loading (ODOL) sudah menjadi persoalan menahun di Provinsi Riau. Lalu lalang kendaraan angkutan CPO, kayu chip dan batubara, seakan luput dari jangkauan sanksi pidana.

"Tanpa disadari, dampak yang ditimbulkan kendaraan tersebut justru memberikan kerugian yang jauh lebih besar bagi masyarakat umum pengguna jalan. Kerusakan jalan nasional di Provinsi Riau, menjadi fenomena sehari-hari tanpa solusi," katanya. (*)