Mafia CPO Resahkan GAPKI

Minyak-Kelapa-Sawit.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Praktik suplai cruide Palm Oil secara illegal dan tersembunyi atau 'kencing CPO' membuat resah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Provinsi Riau.

 

Ketua GAPKI Riau Saut Sihombing mengatakan praktik tersebut semakin marak seiring bertambahnya jumlah produksi CPO. Hal ini turut memantik niat jahat sekelompok orang membuka peluang bisnis ilegal. (KLIK: Rakyat Vietnam Berang Lihat Arogansi China di Laut China Selatan)

 

"Beberapa tahun lalu, kami pernah melaporkan hal ini ke Polda Riau dan dilakukanlah penangkapan," ujar Saut, Kamis (20/7/2016).

 

Saut mengatakan beberapa anggota GAPKI akhirnya cari solusi sendiri dengan memakai jasa pengangkutan. Dampak penampungan ilegal ini tak terlalu besar pengaruhnya terhadap penurunan kuantitas produksi CPO‎ dalam negeri.

 


"Tapi, citra mutu produk CPO asal Indonesia menjadi buruk. Apalagi maraknya jual beli CPO untuk ekspor dipasar gelap," kata Saut. (LIHAT: Pelaku Usaha Lokal Harus Manfaatkan Tax Amnesty)

 

Dari informasi yang dirangkum, modus penampungan ilegal ini ‎beroperasi dengan kerjasama antara 'kaki tangan' si 'mafia' CPO dengan para supir dan kernet mobil tangki CPO.

 

Dimulai dari lokasi penampungan. Ada yang berlokasi dipinggir jalan lintas yang disamarkan dengan warung dan dibelakangnya ditutupi tenda agar kolam CPO tak mudah dilihat. Ada juga yang memilih tersembunyi, namun tak jauh dari jalan. Selain membuat bak atau kolam, ada yang memakai drum untuk menampung.

 

Selanjutnya mobil tangki CPO. CPO diangkut dari PKS yang ada di beberapa wilayah di Riau. Ada yang bertujuan ke Kota Dumai dan ada juga ke Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara.

 

Aktivitas kencing ini biasanya dilakukan dalam dua sesi. Sesi pagi hari hingga pukul 11.00 wib dan sesi malam hari hingga pukul 02.00 dini hari.

 

Pemindahan langsung dari tangki CPO ke truk berisi drum. Rata-rata tiap drum berkapasitas 100 hingga 160 kilo. Modus ini dipakai agar mudah berpindah tempat 'kencing'.

 

Usai membeli dari supir seharga Rp4 ribuan per kilo, para mafia menjual lagi ke pihak lain seharga Rp6 ribuan per kilo.