China dan Jepang "Dikerjai" Jokowi di Kereta Api Cepat

Kereta-Api-Cepat-Jepang.jpg
(REUTERS)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Keputusan pemerintah di menit-menit terakhir membatalkan rencana pembangunan kereta api kecepatan tinggi pertama telah menimbulkan kebingungan di antara para investor China dan Jepang. Ini berpotensi mengganggu investasi asing.

 

China dan Jepang telah bersaing guna mendapatkan kontrak miliaran Dolar AS tersebut, hingga akhirnya proyek itu tiba-tiba dibatalkan. Ini yang terbaru dari serangkaian langkah maju-mundur dan pembuatan kebijakan tak menentu di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

 

(Baca Juga: Kata Menteri Hanif Soal Banjir Buruh China di Indonesia

 

Kementerian Koordinator bidang Perekonomian harus menjelaskan kepada kedua raksasa Asia tersebut, Jumat (4/9/2015), mengapa Jakarta memutuskan pada menit terakhir bahwa proyek kereta cepat itu adalah pilihan salah untuk Indonesia.

 

"Ini terlihat mendadak karena rekomendasinya dibuat setelah kajian atas kedua proposal," ujar Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, kepada kantor berita Reuters, seperti dikutip dari voaindonesia.com. 

 

"Namun rekomendasi ini berdasarkan kepentingan negara ini."

 

Tokyo dan Beijing telah melobi habis-habisan untuk kontrak senilai 5 miliar Dolas AS tersebut. Masing-masing di antara mereka telah memberi insentif untuk penawaran mereka hingga tenggat waktu Senin.

 

(Klik Juga: Jepang dan China Berebut Proyek Kereta Cepat Indonesia. Kenapa?

 

Para analis yakin, siapa pun menang akan menjadi terdepan dalam proyek-proyek kereta api berkecepatan tinggi di Asia, termasuk salah satunya akan menghubungkan Kuala Lumpur dan Singapura.

 


"Rekomendasi datang dari konsultan-konsultan independen yang menyarankan pemerintah bahwa kereta api berkecepatan menengah merupakan pilihan lebih baik karena biayanya lebih murah dan waktu perjalanan juga tidak jauh berbeda," ujar Teten.

 

Presiden Joko Widodo mengumumkan Kamis (3/9/2015) malam, kereta cepat antara Jakarta dan Bandung tidak diperlukan. Alasannya, tidak dapat mencapai kecepatan maksimal lebih dari 300 kilometer per jam antara stasiun pemberhentian.

 

(Baca: Pemerintah Chona Penjarakan 45 Warga Muslim Uighur

 

Pemerintah kemudian menyarankan kereta lebih lambat untuk perjalanan sejauh 150 kilomter tersebut dan meminta China, Jepang dan lainnya untuk memasukkan proposal baru.

 

Pemerintah diperkirakan akan menuntaskan detil-detil proyek baru tersebut bulan ini dengan maksud memulai konstruksinya pada akhir tahun. China hari Jumat tampaknya lebih disukai untuk kontrak tersebut.

 

"Proposal Jepang mencakup permintaan akan jaminan pemerintah. Sementara China tidak mensyaratkannya. Itu perbedaan utama," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dalam konferensi pers.

 

"Jadi jika Jepang ingin tetap dalam proses ini mereka harus menghapuskan persyaratan akan jaminan pemerintah dan pinjaman pemerintah untuk BUMN."

 

Prioritas China

Kereta cepat itu awalnya diniatkan untuk menjadi fase pertama rangkaian rel sepanjang 763 kilometer menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Pihak Istana Kepresidenan mengatakan masih ingin membangun kereta api kecepatan tinggi yang menjangkau seluruh Pulau Jawa.

 

Seorang pejabat Kedutaan Besar China di Jakarta menolak berkomentar hingga ada informasi lebih jauh dari pemerintah Indonesia.

 

(Klik: Aksi Menggemaskan 10 Panda Ini Undang Kagum Netizen

 

"Proyek itu merupakan prioritas untuk China karena akan menjadi manifestasi pertama dan paling terlihat dari kampanye investasi luar negeri Presiden Xi Jinping 'One Belt, One Road'," ujar Tom Rafferty, analis berkantor di Beijing, dari Economist Intelligence Unit.

 

"Karenanya, keputusan itu kemungkinan akan mengurangi kepercayaan China atas pasar Indonesia."

 

Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki, mengatakan kepada wartawan hari ini, ia telah menyampaikan "rasa penyesalan" atas keputusan itu, tapi ia tidak berpikir itu akan mempengaruhi investasi Jepang di Indonesia.

 

Yasuaki mengatakan, Tokyo menunggu rincian dari proyek kereta api kecepatan menengah sebelum memutuskan untuk berpartisipasi.

 

Jalan menuju keputusan hari Kamis terutama berliku untuk Jepang, awalnya yakin akan memenangkan kontrak itu bulan Maret setelah menyelesaikan studi kelayakan bernilai lebih dari 3 juta Dolar AS. Namun pemerintah Indonesia memutuskan membuka penawaran lain untuk mendapatkan pilihan terbaik.

 


Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline