Indahnya Cerita Persahabatan Bapak Bangsa Ini, Antara Buya Natsir, IJ Kasimo dan Aidit

IJ-Kasimo-Moh-Natsir-dan-DN-Aidit.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pertarungan sengit dan saling debat memperjuangkan ideologi dibawa masing-masing di Sidang Konstituante untuk menentukan dasar negara antara kelompok Islam dikomandoi Buya Mohammad Natsir dengan Partai Masyumi, Nasionalis dengan PNI, dan Partai Katolik mengusung Pancasila serta PKI bersama ideologi komunisnya, ternyata tak berlanjut hingga ke luar sidang. 

 

Jumlah golongan menghendaki Pancasila sebagai dasar negara lebih kuat daripada golongan Islam. Namun, kedua golongan ini, Pancasila dengan Islam, plus komunis di sisi lainnya, tidak berhasil mencapai kuorum dua pertiga seperti ditentukan pada Pasal 37 UUDS 1950. Akibatnya Sidang Konstituante macet. 

 

Di dalam konstituante pertentangan ideologi bisa sangat tajam, para tokoh bertikai kala itu, tidak menjadikan itu sebagai alasan saling membenci serta memusuhi secara pribadi. Seperti dialami Ketua Partai Katolik, Iganatius Joseph (IJ) Kasimo. Ia tetap merasa lebih dekat secara pribadi dengan Buya Mohammad Natsir, Burhanuddin Harahap dan Kasman Singodimedjo dari Partai Masyumi, partai Islam.

 

Baca Juga: Inilah Cerita Komandan Kopassus saat Diturunkan Mahasiswa dari Gubernur Riau

 

Bagi IJ Kasimo, seperti ditulis dalam buku Politik Bermartabat Biografi IJ Kasimo, karangan JB Soedarmanta, perbedaan politik tidak memisahkan persaudaraan dan persahabatan pribadi. 

 

"Misalnya, Natsir dari Masyumi mengaku di dalam sidang konstituante ingin menghajar Dipo Nusantara (DN) Aidit, pemimpin PKI, dengan kursi. Hingga selesai sidang, tak ada kursi yang melayang. Malahan, usai sidang, Aidit lebih muda dari Natsir membuatkan segelas kopi dan keduanya berbincang-bincang soal keadaan keluarga masing-masing," tulis JB Soedarmanta. 


 

Bahkan, kejadian seperti itu acap kali terjadi. Saat Natsir tak ada tumpangan untuk pulang, Aidit sering memboncengkan sepeda dari Pejambon. Rukunnya dan menghargai perbedaan pendapat juga diperlihatkan saat Natsir mengajukan Mosi Integral kemudian dikenal dengan sebutan Mosi Integral Natsir, 3 April 1950. Para tokoh non-muslim tegak berdiri mendukungnya. 

 

Usai pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) bentukan Belanda, Natsir menjadi Perdana Menteri pertama di era Parlementer. Urang awak itu tidak lupa menggandeng tokoh dari partai lainnya berbeda agama, seperti FS Harjadi dari Partai Katolik, sebagai Menteri Sosial dan Herman Johanes dari Parkindo untuk memimpin Kementerian Pekerjaan Umum. 

 

Klik Juga: Kini Penjara untuk Tahanan PKI Itu Berdiri Plaza Citra

 

"Menurut Natsir, kepemimpinan adalah seperti tukang kayu yang dapat memanfaatkan semua jenis kayu. Petinggi Masyumi, KH Isa Ansari malah mengajak Aidit dan Nyoto makan sate setelah rapat. Kalau Aidit ke Sukabumi, ia menginap di rumah Kian Ansari," tulis Soedarmanta. 

 

Kedekatan IJ Kasimo dengan tokoh Masyumi yang beragam Islam lainnya tak hanya dengan Natsir semata saja. Prawoto Mangkusasmito dibantu Kasimo membeli rumah di Yogyakarta. Saat ditanyakan itu, Kasimo berdalih, "Kalau tangan kananmu memberikan sesuatu, janganlah tangan kirimu tahu," kata Kasimo sambil mengutip kata-kata dalam Injil. 

 

Bagi Kasimo, Natsir dan kawan-kawan adalah rekan dialog yang konstruktif, demikian pula sebaliknya. Permusuhan dan pertentangan ideologi bukan pertarungan dengan musuh yang harus dilawan secara membabi-buta serta saling membunuh, tetapi dipandang perseteruan biasan dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air. 

 

"Karena itu, tidak pantas memperlakukan lawan sebagai musuh, tetapi sebagai sesama saudara dengan membedakan antara urusan politik yang bisa "kalah-menang" dan urusan pribadi diwarnai persaudaraan serta keakraban," tulisnya. 

 

Buktinya, ketika Sarmidi Mangunsarkoro (1904-1959) dari PNI, pernah menjatuhkan Kabinet Natsir meninggal, Natsir pun datang melayat dan ia meneteskan air mata karena kehilangan rekan seperjuangan. 

 


Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline