Para Aktivis Lingkungan Sumatera Jadi Calon Pemimpin Imajiner

Buku.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ZUHDY FEBRIYANTO)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Samdhana Institute bekerja sama dengan Mitra Insani menerbitkan sebuah buku yang terdiri dari tulisan beberapa penulis aktivis lingkungan sedang berkampanye seperti seorang politisi yang hendak dipilih oleh konstituennya terkait arah kebijakan yang akan diambil ketika menjadi pemimpin.

 

Setidaknya ada 6 penulis, kesemuanya aktivis lingkungan dari beberapa provinsi di Sumatera yang mengajukan gagasan kebijakan atas persoalan sumber daya alam yang selama ini tak tepat guna kemaslahatannya pada masyarakat.

 

"Buku ini ditujukan kepada kawan-kawan politisi disekujur Pulau Sumatera dari Aceh hingga Lampung, bahwa rakyat bukanlah sekedar sumber suara yang hanya dimanfaatkan pada setiap pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah pada siklus politik dari tingkat nasional hingga daerah," kata Penyunting buku berjudul Tegaknya Marwah Sumatera Kami, Arief Wicaksono ketika di Pekanbaru, Kamis, 22 Desember 2016.

 

Dengan sub judul buku bertuliskan, Saatnya politisi berpikir waras, merupakan kalimat sindiran para penulis buku ini yang menilai para politisi kini hanya sibuk pada membentuk citra dan telah bergeser esensinya yang semula adalah penggerak kemaslahatan masyarakat.


 

Arief yang berasal dari Sumatera Barat, menjelaskan bahwa drama sejarah Indonesia tak pernah lepas pada dua pulau utama yakni Jawa dan Sumatera, yang dulunya bernama Java dan Andalas. Dalam banyak memoar, Sumatera menjadi salah satu tonggak penyanggah republik.

 

"Namun beberapa dekade belakangan, Sumatera mulai kehilangan marwahnya. Marwahnya telah runtuh oleh para penguasa yang menyembah berhala yang bernama pertumbuhan ekonomi. Seluruh sumber daya dikeruk habis," jelas Arief dalam forum bedah buku bertajuk lingkungan tersebut.

 

Maka itu, Arief menegaskan bahwa politisi kini harus menjadi waras kembali dengan menegakkan ulang marwah Sumatera. Mengembalikan sumber daya alam untuk dikelola kembali oleh masyarakat sebagai pemegang hak utama.

 

"Caranya adalah mendistribusikan sumber daya pada masyarakat-masyarakat adat dan tempatan. Yang sejak dulu telah mengelola alam dengan kearifan leluhurnya. Meneladani mereka sebagai tanda tegaknya marwah Sumatera," tandasnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline