Pemerintah Cabut Izin HTI PT Lestari Unggul Makmur di Sui Tohor

RIAU ONLINE - Perlawanan masyarakat Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, untuk menentang keberadaan PT Lestari Unggul Makmur (PT LUM) di perkampungan mereka, akhirnya berujung manis. 

 

Dari Paris, Prancis, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, menyampaikan izin perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Lestari Unggul Makmur (LUM) telah dicabut. Bagi masyarakat, kabar ini tentu menjadi kabar baik dan kemenangan bagi rakyat di tengah hiruk pikuk perundingan perubahan iklim masih didominasi korporasi. (Baca Juga: Kata Saksi Ahli, Rusli Zainal tak Terima Suap, Tapi Memeras Perusahaan

 

Abdul Manan, warga Sungai Tohor yang bisa mendatangkan Presiden Joko Widodo ke kampungnya, dari Paris mengatakan, pernyataan pencabutan disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya sangat dinanti-nanti masyarakat.

 

"(Pencabutan izin) ini merupakan hasil dari blusukan Presiden Jokowi ke Sungai Tohor dan memerintahkan pencabutan izin disertai pengakuan terhadap wilayah kelola rakyat selama ini telah dilakukan," kata Cik Manan, demikian ia disapa akrab, hadir dalam Konferenri Perubahan Iklim (COP 21) di Paris, Prancis, dalam rilis diterima RIAUONLINE.CO.ID, Jumat (4/12/2015). 

 

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyambut baik kabar ini dan mendorong pemerintah mempercepat proses pengakuan terhadap wilayah kelola rakyat di Sungai Tohor. (Klik Juga: Anda Sering Menggoreng Pakai Minyak Sawit? Ini Bahaya Mengintainya


 

"Karena selama ini masyarakat Sungai Tohor telah membuktikan mereka bisa mengelola wilayah hidup mereka sekaligus memproteksi kawasan gambut. Ekonomi digerakkan warga melalui sagu yang dikelola dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan, semestinya diakui oleh negara sebagai solusi baik dalam adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Riko Kurniawan, saat bincang-bincang dengan RIAUONLINE.CO.ID, melalui fasilitas percakapan di Facebook. 

 

Riko mengatakan, pengakuan bagi rakyat menjadi penting. Alasannya, perjuangan panjang rakyat Sungai Tohor dimulai sejak 2007 silam, ketika Kementerian Kehutanan memberikan izin HTI untuk PT Lestari Unggul Makmur (mitra APRIL group) seluas 10.340 Ha.

 

Pemberian izin ini, tutur Riko, diberikan pada hutan alam rawa gambut dan lahan masyarakat di Pulau Tebing Tinggi, Kabupaten Bengkalis, sebelum dimekarkan menjadi wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Meranti. (Lihat Juga: AMAN Terkejut Jokowi Sebut Masyarakat Adat dalam Pidatonya di COP21

 

"Pemberian izin ini ditolak masyarakat, karena mengancam lingkungan hidup dan mata pencarian mereka. Kehadiran korporasi di sana sudah merusak lahan gambut dan mengeringkan lahan gambut, serta mengambil tanah masyarakat di sana," kata Riko Kurniawan. 

 

Ia menjelaskan, aktivitas perusahaan dengan mengekploitasi lahan gambut di pulau tersebut telah menyebabkan kerusakan lahan dan mengakibatkan kebakaran hebat tahun 2014.

 

Kebakaran hebat tersebut, tutur Riko, pertama kali terjadi, dan ini menunjukan bukti tentang konsep monokultur tidak tepat. Padahal, masyarakat setempat dari turun-temurun telah mengelola dengan budidaya tanaman sagu dan membiarkan hutan-hutan alam disana tetap tumbuh dengan baik. (Baca: Indonesia-China Sepakat Beli Kayu Legal di COP21

 

"Pengakuan dan perlindungan ruang kelola rakyat di kawasan hutan menjadi penting demi menjaga hutan alam dan rawa gambut tetap terjaga. Sekali lahi, ini bukti, pemerintah Indonesia serius dalam langkah-langkah penurunan emisi yang sebagian besar bersumber dari pembakaran hutan dan gambut," kata Riko. 

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline