JMGR Nilai PT RAPP Bangun Tanaman Kehidupan di Lahan Ilegal

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL GROUP) merevisi Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan atau Sustainable Forest Manajement Policy (SFMP) 1.0 menjadi SFMP 2.0 pada 03 Juni 2015. Namun pada implementasinya, APRIL Group tidak mengutamakan perubahan yang signifikan dalam penyelesaian konflik dan komitmen untuk melindungi kawasan gambut.

 

Demikian dikatakan Sekjen Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), Isnadi Esman melalui rilis yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Senin (28/9/2015). Disebutkannya, Tim SFMP 2.0 APRIL Group pada pertemuan dengan NGO/LSM di Riau pada Selasa (15/9/2015) lalu menyatakan PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) anak perusahaan APRIL Group, masih akan menggali gambut sepanjang 376 km untuk kanal/drainase di areal tanaman kehidupan dan akan membangun 200 Ha tanaman kehidupan (Blok Pulau Padang) di Desa Bagan Melibur dan Mayang Sari Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Padahal daerah tersebut hingga kini masih berkonflik dengan perusahaan.

 

“Rencana PT RAPP untuk menggali kanal di lahan gambut dengan alasan apapun itu jelas melanggar komitmen mereka sendiri di dalam SFMP 2.0 yang menyebutkan APRIL akan mengimplementasikan paktik-praktik terbaik di lahan gambut yang mendukung target pemerintah Indonesia. Berdasarkan analisa kami, bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) serta krisis air yang terjadi di Riau, penyebap terbesar karena adanya kanalisasi di kawasan gambut dan pembabatan hutan alam bergambut, yang menjadikan gambut kering dan mudah terbakar," ungkap Syahrudin, pengurus pusat JMGR.

 


“Untuk membangun tanaman kehidupan tidak harus mengunakan kanal, ini tidak hanya di Pulau Padang, tapi untuk seluruh areal konsesi APRIL Group. Masyarakat sudah membuktikan dari jaman dahulu bahwa tanpa mengunakan kanal tanaman mampu tumbuh baik dan tetap lestari di lahan gambut," lanjutnya.

 

Berbeda halnya dengan teknologi ekohidro yang diterapkan perusahaan dan diklaim mampu mencegah kebakaran. "Namun faktanya dalam 3 tahun terakhir konsesi PT RAPP yang menerapkan teknologi tersebut malah ada Karhutlanya. Jika terus membangun kanal di Pulau Padang, sama saja menciptakan bencana besar di masa mendatang untuk pulau kecil yang hanya seluas 110.000 Ha itu," tambah Syahrudin. (BACA JUGA: Satelit Pantau Hotspot di RAPP, Apa Jawaban Perusahaan?)

 

Menurut Sumarjan, seorang tokoh masyarakat di Desa Bagan Melibur, rencana PT RAPP untuk membagun tanaman kehidupan di Desa Bagan Melibur dan Desa Mayang Sari itu tidak bisa diterima dan wajib dipertanyakan. Desa Bagan Melibur dan Mayang Sari itu masih satu kesatuan karena belum ada kesepakatan tapal batas desa pasca di mekarkan. Artinya kedua desa tersebut masih berpedoman kepada peta administrasi desa tahun 2006 yang diterbitkan oleh Pemkab Bengkalis kala itu. Dan jika kita lihat lagi izin IUPHHK-HTI PT. RAPP no. 180/Menhut-II/2013, jelas menyebutkan bahwa Desa Bagan Melibur di keluarkan dari areal kerja/konsesi PT RAPP.

 

"Jadi bisa kita bahasakan PT.RAPP sekarang beroprasi di kawasan haram atau illegal,” kata Sumarjan.

 

“PT RAPP sudah seharusnya mengakomodir keinginan masyarakat dan pemerintah, seperti arahan dari Dirjen Kehutanan melalui surat No. 5.851/VI-BUHT/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Penyelesaian Konflik Lahan antara PT.RAPP (Blok Pulau Padang) dan Surat Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti kepada Kementrian Kehutanan dengan Nomor surat : 522.2/Dishutbun/IX/2014.311, yang menyampaikan bahwa SK.180/Menhut-II/2014 tidak sesuai dengan peta administrasi desa yang ditetapkan Bupati Bengkalis tahun 2006, sehingga diminta untuk dapat mengeluarkan wilayah desa Bagan Melibur (sisa luas 2.830,59 Ha) dan Desa Mengkirau (sisa luas 1.241,40 Ha), yang didalamnya juga mencakup Desa Mayang Sari. PT RAPP pasti mengetahui tentang surat-surat tersebut karena surat tersebut juga di tembuskan ke PT RAPP”. Kata Sumarjan


“Dan yang terpenting dilakukan PT RAPP di Desa Bagan Melibur adalah mengembalikan wilayah desa seluas 2.830,59 ha yang sudah dirampas. Selain itu menghijaukan kembali hutan alam yang sudah ditebang habis serta menutup kanal-kanal yang mereka buat, bukan alih-alih mau kasi tanaman kehidupan yang tidak jelas dasarnya tersebut,” tutup Sumarjan.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline