Al Azhar: Rakyat Riau Jadi Penonton, 95 Persen Tak Miliki Tanah

Kayu-Hutan-Alam.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID)

RIAU ONLINE - Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Al Azhar mengatakan, asap yang dirasakan warga Riau saat ini merupakan dampak dari keserakahan dan kepiluan tanah-tanah masyarakat adat dicerabut dengan dalih investasi. 

 

Tanah-tanah masyarakat adat itu diambil dan menjadi kepemilikan dua perusahaan bubur kertas dan kertas di Riau, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). (Baca Juga: Eksploitasi Gambut Sebabkan Riau Merana 18 Tahun

 

"Itu sesuatu hal yang tidak membanggakan. Itu hanya semacam monster. Kepiluan-kepiluan baru sepanjang hak-hak masyarakat dirampas dan tak dikembalikan. Asap inilah satu dari kepiluan itu," kata Al Azhar saat Diskusi Ekspedisi Kapsul Waktu 2085 yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Panitia Daerah, Sabtu (26/9/2015). 

 

Tata kelola dan tata ruang, termasuk masalah tenurial di dalamnya menggambarkan ketidakseimbangan kepemilikan. "Bagaimana mau adil, 95 persen warga Riau tak punya akses tenurial (pertanahan), hak-hak mereka terampas (oleh perusahaan)," kata Al Azhar dengan nada memprotes. (Klik Juga: Digertak Jakarta, Tokoh Riau Lari terbirit-birit

 

Dampaknya, warga-warga Riau hanya mampu menjadi penonton dan penumpang saja di negeri mereka. Untuk menanam sayur saja, tuturnya, tidak bisa. Sebab, tanah mereka sudah dirampas perusahaan. 


 

"Pada tahun 1980-an,  Indah Kiatt, RAPP, PTPN V, dibuat di sini (Riau) oleh Bina Graha (Soeharto). Untuk apa itu semuanya? Tak ada yang patut dibanggakan dari investasi besar-besaran tersebut jika hak rakyat terampas," tuturnya. (Lihat Juga: Tagih Janji Jokowi Blusukan Asap ke Riau

 

Di kesempatan sama, mantan Ketua DPRD Riau, drh Chaidir, mengatakan, Riau merindukan sosok seorang Sutjiptadi, Kapolda Riau 2006-2008 yang mampu membuat negeri Lancang Kuning ini bebas dari asap kebakaran hutan dan lahan. 

 

“Saya mencatat 2007 dan 2008 itu tidak ada asap. Waktu itu kapolda kita adalah Pak Sutjiptadi (Brigjen Pol). Ia berani menangkap para perambah dan perusahaan yang ketahuan membakar lahan. Bahkan alat beratnya juga ditahan kepolisian ketika itu,” kenang Chaidir. (Baca: Adakah Kapolda Seperti Sutjiptadi Mampu Atasi Asap Riau

 

Ketegasan Sutjiptadi dalam penindakan hukum ketika menjadi faktor penentu tidak adanya kebakaran hutan dan lahan berakibat munculnya asap yang dihirup warga Riau pada tahun 2007 dan 2008 tersebut. (Klik Juga: Tagih Janji Jokowi Blusukan Asap ke Riau)

 

Berdasarkan data RIAUONLINE.CO.ID miliki, sejak 1997 ketika kebakaran hutan dan lahan mulai beraksi di Riau, hanya 2007 dan 2008 itulah nihil pembakaran. Selain ketegasan seorang Kapolda dalam penindakan hukum, juga adanya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim (Climate Change) di Nusa Dua, Bali. (Klik: Al Azhar dan Azlaini Agus Menangis Luapkan Kekecewaan

 

“Kita punya banyak pedang kekuasaan, tapi pemerintah terlalu takut untuk mengambil langkah benar dan malah berani mengambil langkah salah. Inilah menjadi tipe kita hari ini. Jadi masalah kita adalah pada penegak hukumnya serta ketegasan para pemimpinnya. Negeri kita menjadi seperti negeri tak bertuan karena banyak para perambah dan penjahat tapi tak pernah ditangkap dan ditindak,” urai mantan politisi Golkar itu.

 

Jika kondisi pemimpin terus seperti ini, tutur Chaidir, maka Riau tidak akan memiliki masa depan lagi. Ia menilai pemimpin Riau sangat bingung dan terlampau takut sehingga masyarakat tidak mendapati manfaat apapun darinya. “Pemimpin kita itu belum punya strategi dan tidak tahu harus memulai dari mana,” pungkasnya. (Lihat: Al Azhar: Asap Riau Seperti Genosida

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline